eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika di Kalbar seperti tidak ada habisnya. Kendati sering diungkap dan digagalkan, namun persentasenya kecil dibandingkan yang beredar di masyarakat.
“Persentase narkoba yang beredar lebih banyak daripada yang tertangkap petugas. Karena kita di sini terbatas dengan masalah di bidang personel dan peralatan,” tutur Kepala BNNP Kalbar Kombes Pol Suyatmo kepada Rakyat Kalbar, Jumat (19/10).
Menurutnya, peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba di Kalbar memang sangat rawan. Beberapa kasus yang berhasil diungkap, narkotika berasal dari Malaysia. “Itu didominasi sabu-sabu dan pil ekstasi,” jelasnya.
Guna mencegah peredaran barang haram tersebut semakin meluas, dirinya selalu bekerja sama dengan instansi-instansi di wilayah perbatasan. Baik TNI, Imigrasi, Bea cukai, serta masyarakat-masyarakat di wilayah perbatasan. “Agar bisa memiliki kekuatan dan daya tolak terhadap masuknya barang haram tersebut,” jelasnya.
Dipaparkannya, saat ini Badan Narkotika Nasional (BNN)
sedang menggalakkan tiga strategi. Yaitu demand reduction, suplay reduction, dan rehabilitasi. Demand reduction adalah salah satu cara untuk membentuk masyarakat agar memiliki kekuatan dan daya tolak. Sehingga berani mengatakan tidak terhadap narkoba dan zat-zat terlarang lainnya.
“Itu kita lakukan dengan memberikan pelatihan-pelatihan terhadap kelompok masyarakat ataupun grup-grup anti narkoba. Kemudian kita memberikan pembinan dan sosialisasi mengenai benda-benda yang berkaitan dengan narkoba,” paparnya.
Pihaknya juga melakukan supplay reduction. Upaya penegakan hukum ini untuk memutus antara kebutuhan dan pemasok barang. “Sedangkan rehabilitasi atau pengobatan dilakukan agar para pecandu dan pengguna narkoba dapat kembali pulih serta bisa menjauhi narkoba,” paparnya.
Sebelumnya lanjut Suyatmo, pihaknya berhasil mengungkap penyeludupan zat mengandung methamphetamine. Modus yang digunakan barang haram tersebut dikemas dengan bungkusan mie instans. Selain itu, ada pula sabu yang dikemas seolah-olah barang yang bisa beredar di pasaran. “Itu modus-modus baru yang kita temukan,” demikian Suyatmo.
Dari awal Oktober hingga pertengahan Oktober kasus narkotika terjadi peningkatan jumlah sebanyak 28 persen. Sebagian besar narkotika itu masuk melalui Malaysia. Rencana Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dittipid Narkoba) membuat Task Force antara Indonesia dan Malaysia kian urgen.
Direktur Dittipid Narkoba Bareskrim Brigjen Eko Daniyanto menjelaskan bahwa untuk pekan pertama Oktober jumlah kasus narkotika yang diungkap Polri se Indonesia mencapai 642 kasus. Pada pekan kedua atau pertengahan Oktober melonjak menjadi 825 kasus. “Ini menjadi warning,” ungkapnya.
Jumlah tersangka dalam kasus narkotika juga meningkat selama Oktober ini, dari 854 orang menjadi 1.050 tersangka. Memang bisnis haram narkotika ini dijalankan dengan merekrut orang banyak, dari tingkat kurir dan pengedar. “Tapi, selalu ditargetkan untuk mendapatkan bandar atau pengendalinya,” paparnya.
Menurutnya, Polda dengan pengungkapan kasus narkotika tertinggi adalah Polda Sumatera Utara dengan 131 kasus. Hal tersebut merupakan indikasi bahwa penyelundupan narkotika didominasi oleh narkotika asal Tiongkok yang dikirim melalui Malaysia. “Sumut selama ini kerap memegang rekor pengungkapan kasus narkotika,” ujarnya.
Apa yang perlu dilakukan untuk mencegah membanjirnya narkotika melalui Malaysia? Eko menjelaskan, rencana pembentukan Task Force antara kepolisian Indonesia dan kepolisian Malaysia memang perlu segera direalisasikan. “Ini bisa membuat penanganan kasus narkotika lebih menyeluruh,” urainya.
Selama ini pengungkapan kasus narkotika hanya berhenti di Indonesia. Padahal, narkotika ini berasal dari Tiongkok dan melewati Malaysia. Maka, Task Force ini bisa membuat penyelundupan ini berhenti. “Kalau yang di Indonesa ditangkap, informasi diberikan ke Malaysia. Penangkapan bisa dilakukan ke bandar di Malaysia,” ujarnya.
Dengan itu, diharapkan penyelundupan narkotika ke Indonesia bisa berhenti. Sebab, bandar yang berada di Malaysia juga teringkus. “Ini targetnya, jadi tidak hanya yang Indonesia,” papar jenderal berbintang satu tersebut.
Selain itu, lanjutnya, ada indikasi bahwa peredaran narkotika jenis ekstasi mengalami peningkatan. Menurutnya, kasus dengan barang bukti ekstasi selama ini ada di papan bawah, tapi Oktober ini ekstasi masuk dalam barang bukti terbanyak ketiga. “Kalau ekstasi ini karakternya tempat hiburan,” jelasnya.
Dengan begitu, dia menduga saat ini permintaan terhadap ekstasi meningkat. Kemungkinan besar ekstasi ini untuk diedarkan di tempat hiburan. “Maka, razia tempat hiburan atau pengawasannya perlu diperketat,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Sanggau, Jumadi mengapresiasi jajaran Polsek Entikong yang berhasil mengamankan enam paket sabu siap edar. Ini sudah yang kesekain kalinya diamankan sabu di wilayah hukum Polsek Entikong. “Kita juga sangat prihatin dengan adanya kasus ini,” katanya, Minggu (21/10).
Sekretaris DPC PDI Perjuangan Sanggau ini menegaskan, bandar narkotika diberikan efek jera dengan cara ditembak mati. Hal itu dilakukan agar Indonesia bebas dari peredaran narkotika.
“Itu saran dari saya supaya Indonesia bebas dari narkoba, ” tegasnya.
Di mengharapkan, kedepan kerjasama lintas instansi di perbatasan tetap dijalin erat dalam rangka memberantas peredaran narkotika. Karena efek narkoba sudah jelas sangat merusak diri sendiri. “Jangan sampai mau terjerumus dengan barang haram itu. Untuk generasi penerus bangsa, jangan sampai mau tergoda dengan barang haram tersebut,” lugas Jumadi.
Sementara itu, Anggota Dewan Penasehat GP Ansor Kabupaten Sanggau, Abang Indra menilai perlu adanya kerjasama lintas instansi untuk memberantas narkoba. Ia prihatin dengan adanya kasus narkoba yang kian marak, terlebih sudah beberapa kali diungkap polisi. “Jangan berikan ruang gerak untuk oknum yang berupaya menyelundupkan barang ilegal termasuk narkoba, ” singkat Abang Indra.
Laporan: Andi Ridwansyah, Kiram Akbar, Jawa Pos/JPG
Editor: Arman Hairiadi