Sungai Mempawah Kaya, Nelayan Tangkap Ikan Tapah 90 Kg

Rupiah Loyo, Harga Pakan Ikan Melambung

KISS. Haji Boy mencium ikan Tapah raksasa di rumahnya, Jalan GM Taufik, Mempawah, belum lama ini. FOTO KECIL: Sejumlah Tapah “mini” yang juga ditampung Haji Boy. Warganet for Rakyat Kalbar

eQuator.co.idMempawah-RK. Kekayaan alam sungai Mempawah masih sangat terjaga keasriannya. Walaupun aliran sungai sudah dicemari dampak penambangan liar yang banyak ditemukan di berbagai daerah di Kalbar. Buktinya, para nelayan masih menemukan ikan Tapah berukuran jumbo. Yang diyakini sebagai salah satu spesies langka.

Tak tanggung-tanggung, baru-baru ini nelayan Mempawah berhasil menangkap Tapah dengan berat 90 kilogram. Setinggi badan manusia dewasa. Hal ini diungkapkan salah seorang pengepul ikan Kota Mempawah, Haji Boy.

“Saya menerima ikan yang dibawa dengan total 1 ton lebih,” ungkapnya, Senin (8/10).

Ia membeberkan, Tapah yang paling besar yang berhasil ditangkap dengan bobot 90 kilogram. Ada satu ekor lagi yang berbobot lebih kecil, 70 kilogram.

“Nelayan menangkapnya waktu sanggat (saat Tapa akan ke pinggiran untuk bertelur),” jelas Boy.

Selain ikan raksasa ini, Boy mengungkapkan, Tapah berukuran kecil juga banyak didapat nelayan. Antara 1-30 kilogram.

“Saya hargai perkilogramnya Rp45.000, dan setelah ini, rencananya akan dijual ke pengepul di Pontianak,” bebernya. Imbuh Boy, “Insya Allah selama ini nelayan merasa terbantu dengan kita lakukan pengepulan, kita tidak mengurangi harga walau mengambil dengan nilai ton”.

Di lain sisi, potensi sungai Mempawah menjanjikan untuk para pembudidaya ikan di keramba. Hanya saja, keluhan muncul dari mereka. Pasalnya, peternak ikan ini terimbas kenaikan harga pakan akibat loyonya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD).

Salah seorang petani keramba apung Mempawah, Zainal, mengungkapkan saat ini harga pakan ikan perkarungnya mencapai Rp325 ribu.

“Kenaikan ini akibat nilai tukar rupiah turun terhadap dolar, membuat sejumlah merek pakan ikan mengalami kenaikan,” bebernya.

Bahkan, menurut Zainal, kenaikan harga pakan ikan itu sudah berkali-kali dalam setahun. “Padahal di awal tahun untuk harga pakan ikan perkarungnya seharga 308 ribu rupiah,” ungkapnya.

Sedangkan, ia menambahkan, daya beli konsumen saat ini stagnan. “Meskipun pemesanan ikan dari konsumen tidak mengalami penurunan, tetapi keuntungan yang didapat menjadi berkurang,” keluh Zainal. Sambungnya, “Biasanya dalam sepetak keramba menghasilkan sekitar 7 juta rupiah, kini menurun 30 persen”.

Dengan lonjakan harga pakan yang bertubi-tubi ini, para pembudidaya ikan mengharapkan pemerintah mensubsidi harga pakan ikan. Agar meringankan petani.

Dikonfirmasi via seluler, Senin (8/10), Kepala Bidang Perikanan, Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan Kabupaten Mempawah, Tedy Prawoto, belum dapat memberikan komentar terkait keluhan tersebut.

Dari Jakarta, dikabarkan Jawapos.com, nilai tukar rupiah terhadap USD melemah semakin dalam kemarin (8/10). Mengutip yahoofinance, mata uang Garuda sempat terpuruk di level Rp 15.215 per USD. Mengutip Bloomberg, rupiah dibuka di angka 15.193 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 15.183 per USD. Pada Senin siang, rupiah semakin tertekan ke 15.232 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang, rupiah bergerak di kisaran 15.188 per dolar AS hingga 15.232 per dolar AS. Dan ditutup di level  Rp 15.215 per dolar AS di pasar spot. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 12,38 persen.

Analis CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan, pergerakan dolar Paman Sam terlihat melambat setelah dirilisnya angka pertumbuhan gaji (nonfarm payrolls) AS yang naik di bawah ekspektasi. “Diperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran 15.182-15.169,” ujarnya, Senin (8/10).

Reza menjelaskan, pergerakan rupiah masih mengalami pelemahan seiring belum adanya sentimen positif dari dalam negeri. Masih adanya kekhawatiran akan kembali meningkatnya laju USD seiring dengan adanya sejumlah data-data AS yang akan dirilis, membuat pelaku pasar mengambil posisi kembali pada USD.

“Tidak hanya itu, kenaikan harga minyak mentah dunia dan kembali turunnya cadangan devisa turut memicu pelemahan laju Rupiah,” tuturnya.

Menurut dia, hal ini juga disebakan adanya penilaian terhadap Indonesia sebagai negara nett impor minyak. “Artinya, Indonesia dinilai lebih banyak memerlukan USD sehingga akan menggerus devisa semakin banyak,” jelas Reza.

Bahkan dengan adanya konsekuensi penurunan cadangan devisa dan potensi meningkatnya defisit transaksi berjalan, membuat Indonesia dikhawatirkan akan bernasib seperti Turki dan Argentina. Yang mengalami krisis karena defisitnya tidak baik.

Harga minyak mentah memang menjadi penyebab utama defisit pada neraca berjalan yang kian melebar. Dimana pada kuartal II-2018, defisit transaksi berjalan mencapai angka 3 persen dari GDP yaitu sebesar USD 8 miliar, lebih tinggi dibanding dengan kuartal sebelumnya sebesar USD 5,7 miliar atau 2,2 persen dari PDB.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, melemahnya rupiah akibat kenaikan imbal hasil (yield) obligasi AS (T-bond) tenor 10 tahun yang telah melewati 3 persen. “Kan hari ini kalau kita lihat data di AS yang dipicu oleh yield 10 tahun Bond AS yang meningkat luar biasa tajam sudah di atas 3,4 persen,” kata dia di Lokasi IMF-World Bank Annual Meeting, Bali, Senin (8/10).

Dia menjelaskan, kenaikan imbal hasil obligasi di atas 3 persen ini kemudian memberikan efek psikologis bagi pasar global. Sebelumnya, ‘level psikologis’ kenaikan imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun sebesar 3 persen.

“Ini unpresidented selama ini. Jadi kita melihat dinamika ekonomi AS itu masih sangat mendominasi dan pergerakannya cepat sekali, kalau dulu tresshold psikologisnya 10 tahun bonds AS, 3 persen,” ujar mantan Direktur Bank Dunia ini.

Ia mengatakan kenaikan imbal hasil obligasi AS tenor 10 sebesar 3,4 persen, tentu menciptakan pergerakan di nilai tukar mata uang global, termasuk rupiah. “Jadi pas mereka mendekati 3 persen memunculkan apa yang disebut reaksi dari seluruh nilai tukar dan suku bunga internasional, sekarang sudah lewat 3 persen,” pungkasnya.

 

Laporan: Ari Sandy, JPG

Editor: Mohamad iQbaL