eQuator.co.id – Jakarta-RK. Kasus Ratna Sarumpaet mulai merembet ke tokoh-tokoh lain. Polisi kini memanggili orang-orang yang ikut memviralkan kabar hoax penganiayaan Ratna. Panggilan perdana dilontarkan kepada Amin Rais dan anaknya, Hanum Rais. Namun, keduanya belum merespons panggilan tersebut.
Amin Rais diketahui sempat berkomentar terkait pemukulan terhadap Ratna, yang belakangan diakui hoax. Saat itu Amin Rais ingin melaporkan langsung pemukulan itu ke Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Pemukulan itu dianggapnya mengguncang secara sosial.
Beda dengan Amin, anaknya Hanum membuat status: Saya juga dokter. Saya melihat meraba dan memeriksa luka bu Ratna. Saya bisa membedakan mana gurat pasca operasi dan pasca dihujani tendangan dan pukulan. Hinalah mereka yang menganggap sebagai berita bohong. Karena mereka takut, kebohongan yang mereka harapkan, sirna oleh kebenaran.
Kadivhumas Polri Irjen Setyo Wasisto menjelaskan, pemeriksaan terhadap sejumlah saksi mengacu pada aturan hukum. Dalam Kitab Undang- undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 55 itu, disebutkan tentang turut serta. ”Siapa yang turut serta dalam suatu perbuatan hukum ya harus dikenakan pasal 55,” ujarnya.
Namun, peran masing-masing akan diketahui setelah proses penyelidikan dan penyidikan. ”Dipilah-pilah, terlibat atau tidak,” ujarnya di kompleks Perguruaan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) kemarin.
Setyo menjelaskan, setiap orang awalnya memang dipanggil sebagai saksi. Namun, bila ditemukan unsur pidana, status tersebut bisa ditingkatkan menjadi tersangka. ”Kalau memenuhi syarat, hukumnya seperti itu,” papar mantan Wakabaintelkam tersebut.
Hampir semua orang yang menaikkan isu pemukulan Ratna mengakui dibohongi. Apakah mereka bisa dipidana? Setyo menjawab dengan diplomatis. ”Seharusnya sebelum menyampaikan ke publik itu dipertimbangkan. Tapi kalau kemudian beralasan dibohongi, ya kita lihat sejauh apa hasil pemeriksaan,” tuturnya.
Tentang belum hadirnya Amin Rais, Polri akan memanggilnya untuk kali kedua. Kalau tidak hadir lagi, bisa dilanjutkan dengan panggilan ketiga disertaa dengan surat perintah penjemputan. ”Kecuali kalau tidak hadirnya dengan surat pemberitahuan seperti sakit dan keluar kota. Itu pun harus menyertakan surat keterangan atau bukti. Surat sakit dan lainnya,” ungkapnya.
Dia menambahkan, kebohongan Ratna dalam gelar perkara di Polda Metro Jaya patut diduga memenuhi unsur pasal 14 ayat 1 undang-undang nomor 1/1946 tentang peraturan hukum pidana. Dengan ancaman hukuman penjara 10 tahun. ”Ya, penyidik berkeyakinan memenuhi unsur,” ungkapnya.
Ratna Sarumpaet ditangkap polisi saat hendak terbang ke Chili, Kamis malam (4/10). Dia ditetapkan sebagai tersangka setelah menyebar berita bohong tentang penganiayaan dirinya. (Jawa Pos/JPG)