eQuator.co.id – Alasannya demi demokrasi. Bukan karena dibayar. Itulah pengakuan Shaiful Bukhari Azlan. Yang tiba-tiba mencalonkan diri. Ingin jadi anggota DPR. Dari dapil Port Dickson, Penang.
Semula Anwar Ibrahim dikira akan jadi calon tunggal. Tidak akan ada yang berani nyaleg. Terlalu berat. Melawan Anwar ibrahim.
Setidaknya Anwar dikira akan sangat mulus. Apalagi UMNO memutuskan tidak mengajukan calon. Partai Tionghoa juga tidak.
Ternyata muncul calon independen itu: Shaiful Bukhari Azlan. Yang dulu staf Anwar Ibrahim sendiri. Yang membuat Anwar susah sekali. Karena mengaku pernah disodomi Anwar. Tanpa bukti. Tanpa visum.
Pengakuan Shaiful itu hanya beberapa hari sebelum Pemilu 2013. Saat Anwar jadi caleg dari dapil Selangor.
Anwar ditangkap. Pencalegannya gugur. Anwar diadili. Pengadilan membebaskannya. Tapi Jaksa kasasi. Anwar ditangkap lagi. Mahkamah Agung menghukumnya. Lima tahun. Anwar masuk penjara.
Hukuman itu dibuat sedemikian rupa. Agar baru bebas setelah Pemilu 2018. Agar Anwar tidak bisa mencalonkan diri lagi.
Tapi simpati pada Anwar tetap tinggi. Istrinya terpilih. Putrinya terpilih. Partainya menang Pemilu 2018. Diperkuat Mahathir Muhammad. Partai Umno terjungkal.
Yang Dipertuan Agong membebaskan Anwar. Menandatangani surat pengampunan bagi Anwar.
Anwar pun bisa berpidato. Di mana-mana. Mengutip dialognya dengan Yang Dipertuan Agong. Yang menegaskan ini: pengampunan itu dilakukan karena Yang Dipertuan Agong sendiri, secara pribadi, yakin Anwar tidak bersalah.
Sebenarnya partai pemenang Pemilu ini menghendaki Anwar yang jadi perdana menteri. Bukan Mahathir. Tapi Anwar belum jadi anggota DPR. Tidak boleh menjadi perdana menteri.
Lalu seorang anggota DPR dari Port Dickson rela mengundurkan diri. Agar kursinya kosong. Agar bisa diisi lewat pemilu sela. Agar Anwar mau mencalonkan diri. Dan menang. Dan segera menjadi perdana menteri. Baca: https://www.disway.id/jalan-ikhlas-untuk-pejuang-panjang/
Ternyata kini Anwar harus menghadapi empat pesaing. Satu dari Partai Islam PAS. Yang tiga independen. Salah satunya yang pernah mencelakakan Anwar itu.
Satunya lagi juga orang penting. Mohd Isa. Pendukung Najib Razak. Sedaerah: Negeri Sembilan. Pernah jadi menteri besar Negeri Sembilan. Yang sempat jadi pengacara mantan perdana menteri itu. Yang terlibat kejahatan pajak.
Anwar kini harus kerja keras. Di usianya yang 71 tahun. Sampai pemilu sela tanggal 13 Oktober nanti. Yang pemungutan suaranya dimulai tanggal 9 Oktober.
Ini bukan sekedar pemilu sela. Untuk satu dapil. Ini sudah mirip referendum nasional. Apakah Anwar layak jadi perdana menteri. Kalau menangnya tidak telak bisa saja kejadian: ia tidak layak untuk jabatan perdana menteri.
Para calon independen sadar. Sulit mengalahkan Anwar. Tapi memerosotkan suaranya saja sudah cukup. Banyak yang ketakutan. Bila Anwar naik tahta. Sepeti Shaiful Bukhari Azlan itu. Atau seperti Mohd Isa itu.
Bahkan mungkin juga para pengikut setia Mahathir. Atau Mahathirnya sendiri.
Mulai terdengar bisik-bisik. Banyak anggota DPR dari Umno tidak mau lagi mewakili partai. Beralih status menjadi independen.
Kubu Mahathir konon di balik gerakan pengunduran diri itu. Dengan harapan menjadi independen yang pro-Mahathir.
Kini lagi hitung-hitungan. Kalau semua yang independen memihak Mahathir. Ditambah dari partai pribuminya Mahathir sendiri. Bisa jadi suara Mahathir unggul tipis. Menghadapi Anwar Ibrahim saat voting pemilihan perdana menteri baru nanti.
Karena itu mendegradasi Anwar Ibrahim menjadi penting. Baik melalui perolehan suara maupun melalui pencederaan nama baiknya.
Pemilu sela ini memang hanya satu dapil. Dapil Port Dickson. Tapi gemuruhnya ke seluruh negeri. (dis)