eQuator.co.id – Pontianak-RK. Kepala SMPN 13 Pontianak Sri Azyanti masih pikir-pikir untuk melaporkan akun facebook atas nama Monik. Kendati ia telah difitnah melakukan tindakan diskriminatif terhadap anak didiknya yang beragama Kristen.
Sri mengatakan, akan segera berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Pontianak menindak lanjuti postingan FB Monik. Kemarin dia sempat berpikir akan melaporkan kasus ini ke Cyber Crime Polda Kalbar. Namun diurungkannya lantaran terlebih dahulu akan berpikir dampaknya nanti seperti apa. “Apabila dampaknya baik, saya akan laporkan. Apabila tidak saya laporkan, toh orang sudah kenal semua dengan saya,” katanya ketika ditemui awak media di SMPN 13 Pontianak, Rabu (26/9) siang.
Sebagaimana diketahui postingan FB Monik tentang SMPN 13 Pontianak menjadi viral. Bagaimana tidak? Dalam unggahannya Monik menuding pihak sekolah mempersulit siswa/siswi Kristen belajar agama. Mereka disuruh belajar agama di WC. Tidak cuma itu, Monik juga menuduh pihak sekolah meminta uang kepada siswa/siswi Kristen sebesar Rp200 ribu untuk bangun ruangan.
Sri mengaku telah membaca postingan FB Monik yang menyudutkan dirinya. Namun dia tidak mengenal siapa pemilik akun FB bernama Monik. “Untuk saat ini saya menjawab, bahwa apa yang diberitakan saudari Monik semuanya salah dan tidak benar,” tegas Sri.
Dijelaskannya, selama ini memang tidak ada ruangan khusus bagi anak didiknya yang non muslim untuk belajar agama. Karena ruangan yang baru dibangun belum benar-benar siap digunakan untuk proses belajar mengajar.
“Karena sebagaimana kita ketahui bahwa untuk rehap gedung dananya tidak bisa menggunakan dana BOS . Namun mereka sudah mendapat tempat yang cukup di depan sana,” terangnya.
Dirinya menuturkan, dalam proses pembelajaran tidak harus dilakukan di ruang kelas. Bisa juga di ruang kelas. Dirinya juga terkadang membawa anak-anak didiknya belajar di bawah pohon. “Jadi saya kira tidak ada masalah, seperti apa yang kita bicarakan itu hoax,” tuturnya.
Dirinya pun membenarkan adanya kegiatan pembelajaran yang dilakukan di luar kelas. Kadang memang guru membawa siswa belajar di sana. “Guru bahasa Indonesia juga kadang-kadang melakukan pembelajaran di situ (luar kelas),” ucapnya.
Dijelaskan Sri, di SMPN 13 Pontianak ada sekitar 20 anak didiknya yang non muslim. Pelajaran masing-masing agama di hari yang sama. Namun dipisahkan sesuaikan penganut agama masing-masing. Sri pun membantah tudingan penarikan uang sebesar 200 ribu kepada siswa/siswinya.
Sementara itu, Lipi dari Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tridarma Indonesia bersama dengan ormas keagamaan berharap siapapun dapat saling menjaga, melindungi dan memberikan hak-hak anak sebagai siswa di sekolah. “hak-haknya sebagai anak. Terlebih itu tugas sekolah. Jadi mereka wajib mendapatkannya,” ujarnya ditemui di SMPN 13 Pontianak usai meminta klarifikasi Sri Azyanti.
Terkait informasi-informasi yang beredar, dirinya meminta semua untuk tenang dan tidak terpancing. Tapi menyikapinya dengan bijak dan arif. Dirinya mengajak semua pihak dapat meredam masalah ini.
“Karena memang Kalbar ini sangat sensitif sekali. Kalau kita baca di luar, ini bisa mempengaruhi beberapa pihak. Tapi kami berharap kita bersama-sama meredam ini,” tuturnya.
Menurut Lipi, ada miskomunikasi. Pihaknya mendorong kedua belah pihak melakukan pertemuan. Dan kedua belah pihak sudah ada niat untuk bertemu. “Apalagi Dinas Pendidikan pun sudah mengetahui, berarti ada langkah-langkah yang sangat progresif buat mereka menyelesaikannya,” paparnya.
Lipi mengaku sudah menelpon pemilik FB bernama Monik. Untuk mengetahui permasalahan sebenarnya. “Hasilnya memang seperti itulah yang kami dapat. Makanya kami berupaya datang ke sini untuk menelusurinya,” jelasnya.
Dia berharap kejadian ini menjadi pelajaran bagi semua. Jangan sampai kembali terjadi. “Kita juga harus memantau dan melihat, jangan sampai di sekolah lain juga ada peristiwa seperti ini,” pungkasnya.
Dia berharap pertemuan kedua belah pihak bisa secepatnya. Agar persoalan ini tidak melebar ke mana-mana. “Tidak menjadi bias. Makanya dari pertemuan itu kita mendorong pihak-pihak terkait supaya ini segera diselesaikan,” harap Lipi.
Terpisah, Kabid Pembinaan Pendidikan Dasar Disdikbud Kota Pontianak Paryono menjelaskan, secara umum masalah yang terjadi di SMPN 13 Pontianak yang sempat viral itu kemungkinan terjadi sedikit miskomunikasi. Yaitu tentang ruang kelas untuk mata pelajaran agama. “Pada waktu informasi masuk ke kami (Disdikbud), kami tindak lanjuti ke SMPN 13 Pontianak,” jelasnya.
Pihaknya langsung mengklarifikasi tentang informasi yang masuk. Ada beberapa informasi yang didapati pihaknya. Mata pelajaran agama memang ada yang belajar di luar ruangan kelas. SMPN 13 Pontianak sebetulnya ada ruangan, tapi masih dalam proses pembangunan.
Lokasinya di lantai dua dengan enam ruangan. Tapi lantainya belum berposlen dan masih berdebu. Sehingga proses belajar mengajar tidak kondusif untuk anak-anak.
Solusinya sudah dicarikan dengan pertemuan antara kepala sekolah dan guru. Ruangan kelas yang berada di lantai dua akan diperbaiki menggunakan anggaran perubahan tahun ini.
Diakuinya, perwakilan orangtua juga ada yang menyampaikan aspirasi kepada Disdikbud Kota Pontianak. Minta agar anak-anaknya yang belajar agama bisa di dalam kelas. Namun pihaknya disampaikan dalam waktu dekat akan dilakukan perbaikan. “Perwakilan dari satu bapak, tiga ibu-ibu, dan dua siswa,” ujarnya.
Ruang kelas yang bisa dipakai memang tidak ada. Karena masih berdebu dan proslen. Sehingga dicarikan solusi belajar di Perpustakaan. “Untuk pembelajaran Agama memang tidak ada ruangan kelas sendiri,” ujarnya.
Mengenai pungutan Rp200 ribu dijelaskannya tidak ada. Yang ada pengumpulan infak. Tapi tidak boleh dipakai untuk membangun sekat ruangan. Karena itu kewenangan pemerintah. Sehingga uang disarankan tidak untuk kepentingan sekolah, tapi kepentingan anak.
“Misalnya untuk anjangsana ke panti Asuhan, silahkan, itu bagian daripada proses pembelajaran. Tidak ada istilahnya dipakai untuk memfasilitasi bangunan atau bentuk fisik,” tuturnya.
Pihaknya sudah menegaskan kepada kepala sekolah tidak boleh melakukan itu. Jika ada sumbangan, optimalkan sesuai peruntukannya. Sumbangan dipersilahkan berdasarkan kesepakatan.
Dikatakannya, pihak sekolah sudah diminta untuk mengklarifikasi tudingan agar permasalahan tuntas. Dia berharap, permasalahan ini tidak mengganggu proses belajar di sekolah tersebut.
“Berkaitan denda kasus unggahan di media sosial, silahkan sekolah mencari tahu, mengklarifikasi lalu memberikan jawaban dan ulasan terkait masalah tersebut. Kami harapkan pendidikan jangan terganggu,” harapnya.
Berdasarkan penelusuran Rakyat Kalbar postingan di FB Monik mengenai SMPN 13 Pontianak ternyata tidak ada lagi. Tindakan tersebut membuat netizen bertanya-tanya. Apakah pernyataan Monik benar atau tidak.
Rakyat Kalbar pun berupaya mengkonfirmasi pemilik FB Monik lewat LBH Tridarma Indonesia Kalbar. Namun yang bersangkutan tidak bersedia ditemui.
Ketika dihubungi via telepon dinomor yang diberikan Direktur LBH Tridarma Indonesia Kalbar, pemilik FB Monik tidak menjawab. Begitu pula ketika dihubungi lewat pesan singkat dan masanger FB, lagi-lagi Monik tak mengubrisnya.
Yang menarik, ada akun atas nama Sherla R Emot’z mengaku sebagai salah seorang siswi Kristen di SMPN 13 Pontianak. Dia mengatakan, sebenarnya bukan guru yang menyuruh mereka belajar di WC. Tapi memang mereka yang mau sendiri. Sebab ada perlengkapan meja kursi di pintu kanan dekat WC.
Disebutkan juga oleh FB Sherla R Emot’z tidak ada menyuruh menyuruh mereka bayar Rp200 ribu per orang. “Itu hoax banget,” tulisnya.
Laporan: Andi Ridwansyah, Maulidi Murni
Editor: Arman Hairiadi