Caci Maki di Forum Tertinggi

Oleh: Dahlan Iskan

Dahlan Iskan.

eQuator.co.id – Turki akhirnya menyerah. Menyerah? Begitulah klaim Amerika. Pastor yang ditahan Turki akan segera dibebaskan. Mungkin bulan depan.

Begitulah klaim Menlu Amerika  kemarin. ”Mestinya hari ini pun bisa dibebaskan,” katanya.

Saat ini memang banyak pemimpin dunia kumpul di New York. Ada sidang umum PBB. Menlu Turki, Menlu Tiongkok, Menlu Iran, Menlu Korut, ada di sana. Saling memanfaatkan kesempatan. Untuk saling bertemu.

Menlu Turki segera bertemu Menlu Amerika. Membahas soal penahanan pastor asal North Carolina. Yang sudah 25 tahun tinggal di Turki. Yang ditangkap setelah kudeta yang gagal. Dua tahun lalu. Ia dianggap terlibat kudeta.

Berita akan adanya pertemuan itu sudah sejuk. Bagi pelaku bisnis di Turki. Mata uangnya, Lira, langsung menguat 3 persen.

Menyerah? Setelah terlanjur babak belur? Setelah Lira anjlok 40 persen? Setelah inflasi meroket 17 persen? Setelah suku bunga terpaksa dinaikkan menjadi 24 persen?

Kita belum tahu hasil pembicaraan itu. Detilnya seperti apa. Hanya soal pembebasan pastor atau sekaligus pencabutan sanksi Amerika.

Menlu Tiongkok memilih bertemu sesepuh diplomat Amerika: Henry Kissinger. Yang ternyata masih sehat. Sudah berumur 95 tahun. Si pencipta diplomasi ping-pong. Yang mencairkan hubungan diplomatik Amerika-Tiongkok. Di zaman presiden Richard Nixon.

Tiongkok curhat. Kok kini, di zaman Presiden Donald Trump ini, Amerika begini. Bersikap seperti zaman perang dingin.

Trump memang baru saja memberikan pidato di PBB. Membanggakan diri. Sebagai presiden paling sukses membangun ekonomi.

Itu tidak penting di mata para delegasi. Trump sudah biasa menyombong begitu. Bahkan pers Amerika mencatat sisi negatifnya: bagaimana forum itu mentertawakan pidatonya.

Tapi ada yang serius. Dan membahayakan. Trump mencaci-maki Tiongkok di forum dunia itu. Yang kita sudah hafal isinya.

Perang dagangnya dengan Tiongkok masih terus digeber. Awal minggu ini seperti persiapan parade kemenangan.

”Kita segera memenangkan perang dagang ini. Segera,” kata Trump.

Pejabat lain mengatakan kemenangan sudah di depan mata. Kemenangan itu lebih mudah dicapai dibanding gambaran awalnya.

Kita tidak tahu apa indikasi ‘kemenangan sudah dekat’ itu. Ekonomi Tiongkok yang melambat? Atau ada tanda-tanda Tiongkok akan menyerah? Seperti Turki?

Rasanya belum ada tanda-tanda ke arah itu. Tiongkok masih terus melawan. Terus melakukan tit-for-tat. Bahkan menghentikan perundingan. Tidak mau lagi datang. Saat diundang ke Amerika.

”Kami tidak bisa berunding dengan cara pisau ditempelkan di leher kami,” kata juru runding Tiongkok yang juga wakil Menlu itu.

Rasanya Tiongkok akan memilih wait and see. Sampai pertengahan November. Saat dilakukannya pileg paro musim di sana.

Asumsinya: Trump akan terus agresif sampai tanggal itu. Sebagai dagangan kampanye untuk para caleg dari Partai Republik.

Politik memang sering mengalahkan ekonomi. Sayang sekali. (dis)