eQuator.co.id – Dua kejutan saya peroleh di Bandara Internasional Kuala Namu, pagi ini. Pertama, konter kopi Sembekandua yang menyajikan kopi asli Deli Serdang itu ternyata sudah tutup. Padahal konter itu satu-satunya yang menyajikan manual brew. Milik sohib saya pula.
Tapi kesedihan saya segera terbayar di Stasiun Railink. Yang mengantarkan saya dari bandara menuju kota Medan. Berhenti di Stasiun Merdeka. Tepat di samping Alun-Alun Merdeka. Yang legendaris sekaligus kumuh itu.
Bulan Juli lalu, saya membeli tiket di konter. Dilayani petugas yang cantik-cantik. Hari itu mereka masih berjaga di konter itu. Tapi tidak melayani penjualan tiket lagi. Mereka hanya memberi informasi agar saya membeli melalui mesin yang ada di seberang konter.
Ada beberapa mesin berjejer di di dekat dinding stasiun. Berlayar touch screen. Dilengkapi card reader. Pembaca kartu ATM dan kartu kredit. Untuk sarana transaksi.
Tahu saya agak gagap, seorang petugas mendekati. Sayangnya laki-laki. Ia pun membantu saya dalam melakukan proses pembelian tiket. Dengan petunjuk pengisian form di layar sentuh mesin itu.
Tak sampai semenit. Beres. Dua lembar kertas keluar dari printernya. Lembar pertama tiketnya. Lembar kedua bukti transaksinya.
Cukup memuaskan. Tapi masih ada rasa penasaran. Bagaimana kalau ada orang yang tidak punya e-money alias hanya bawa uang tunai, apa bisa membeli tiket?
“Bisa. Beli e-money dulu di konter informasi. Baru setelah itu digunakan untuk membeli tiket,” jelas petugas.
Rupanya, BRI sangat sigap. Dia sediakan kartu elektronik Brizzi di customer services. Kartu dijual seharga Rp 120 ribu. Isinya Rp 100 ribu. Cukup untuk membeli tiket kereta sekali jalan. Kalau mau dipakai lagi, tinggal top up di ATM BRI terdekat, atau minta bantuan bagian customer services stasiun setempat.
Mesin penjualan tiket di Stasiun Railink Kuala Namu itu menurut saya lebih simple prosesnya. Tidak serumit mesin penjualan tiket Commuterline di stasiun Jabodetabek. Yang ukuran kotaknya besar. Berwarna merah.
Sungguh. Sebagai “orang Jakarta”, saya iri. Mengapa terobosan dan kemajuan itu lahir lebih dulu di Kuala Namu?
Sembari menikmati perjalanan di dalam kereta yang sejuk dan nyaman, saya mulai membaca lebih dari 1.400 pesan yang masuk di aplikasi Whatsapp. Dari obrolan anggota grup alumni, sampai grup #2019gantipresiden. (jto)
*admin disway.id, wakil sekretaris
Lazismu PP Muhammadiyah