Tragedi Prof Khaw dan Gas Bola Yoganya

Oleh: Dahlan Iskan

TKP. Mobil Mini Cooper yang dinaiki korban. South China Morning Post

eQuator.co.id – Banyak sudah suami yang membunuh istri. Tapi yang dilakukan profesor ahli anestesi ini lain sekali.

Begitu ahlinya profesor ini. Hampir saja tidak terungkap sama sekali. Selama dua tahun kematian sang istri. Dianggap takdir Ilahi.

Pelakunya: Prof Dr dr Khaw Kim Sun.

Nama istri: Wong Siew Fing, perawat ahli.

Tahun kejadian: 22 Mei 2015.

Terungkap: September 2017.

Dijatuhi hukuman: Rabu kemarin, penjara seumur hidup.

Sang istri ditemukan mati. Di dalam mobil. Keren. Mini Cooper warna kuning. Masih duduk di balik kemudi.

Yang tahu pertama sopir bus kota. Curiga. Kok Mini Cooper itu parkir sembarangan. Di lokasi busnya semestinya berhenti. Di bus-stop pinggir jalan.

Tapi sopir bus tidak ambil peduli. Berhenti di belakang Mini Cooper itu. Tidak ada penumpang yang turun. Tidak ada pula yang naik. Jam-jam sepi. Lalu membawa busnya  pergi lagi.

Dua jam kemudian barulah. Ada seorang pelari lewat di situ. Tertarik pada mobil keren yang salah parkir itu.

Melihatnya dari jendela. Ada dua wanita di dalamnya. Dalam keadaan seperti tidak berdaya.

Si pelari menelpon ambulan.

Dua wanita itu sudah meninggal dunia. Yang satu adalah anak perempuannya. Baru 16 tahun umurnya.

Mereka dibawa ke rumah sakit terdekat. Kebetulan. Itulah rumah sakit tempat suaminya bekerja.

Mayat ibu dan anak ini diperiksa: tidak bisa hidup lagi. Diketahui: keduanya mati akibat keracunan gas. Terdapat 50 persen di darah sang istri dan 41 persen di darah si anak. Di darah sang ibu ditemukan juga: sering minum obat anti depresi.

Tapi sudah sering. Sering terjadi seperti itu. Orang mati di dalam mobil. Akibat gas masuk ke dalamnya. Saat AC menyala. Pintu dan jendela tertutup dengan rapatnya.

Selesai. Mayat keduanya dikremasi. Tidak ada lagi yang peduli.

Prof Khaw bekerja seperti biasa. Membius pasien-pasien yang akan dioperasi. Atau mengajar di fakultas kedokteran.

Atau juga membimbing calon doktor. Yang sedang menyiapkan disertasi.

Salah satu yang sedang dibimbing adalah Shara Lee. Mahasiswi S3 yang sedang menyusun disertasinya.

Prof Khaw menjadi sering bersama Shara. Termasuk melancong ke luar negeri. Juga tidak ada yang peduli lagi.

Kecuali satu polisi. Yang saat mayat ditemukan dialah yang menangani kasus kematian ini.

Sang polisi terus dihantui pertanyaan: Mengapa ibu dan anak itu parkir di tempat mestinya bus berhenti? Menjelang sore seperti itu? Gas dari mana yang membuat mereka mati? Dari mana gas itu berasal? Mengapa di bagian belakang mobil ada bola besar? Bola untuk yoga itu? Yang sudah kempes itu?

Sang polisi terus melakukan investigasi. Pelan-pelan. Lebih 70 orang ditanya. Termasuk pabrik mobil Mini Cooper di Eropa. Untuk mengetahui hal-hal yang amat teknis sifatnya.

Misalnya, mungkinkah ada kebocoran gas. Seberapa rapat sistem penutup kacanya.

Semuanya perfect. Khas mobil mahal.

Ditanya juga ahli-ahli gas. Untuk mendalami sifat-sifat benda tak terlihat itu.Volumenya. Intensitas menyebabkan kematiannya.

Ditelusuri juga penyuplai gas. Siapa saja yang membeli gas mereka.

Teman-teman almarhumah juga didatangi. Ditanya. Misalnya guru yoganya. Pembantu rumah tangganya.  Yang berasal dari Indonesia.

Demikian juga teman-teman Prof Khaw. Termasuk yang bekerja di rumah sakit. Semua ditelusuri.

Tidak ketinggalan pabrik bola yoga. Adakah bola itu dikengkapi sistem pengaman. Yang bila tutupnya terlepas bisa menutup sendiri. Agar gasnya tidak mematikan yang sedang yoga.

Dua tahun kemudian mulai ditemukan banyak yang mencurigakan. Prof Khaw pernah minta temannya untuk cari gas. Berapa harganya. Alasannya: ingin melakukan beberapa penelitian.  Eksperimen. Misalnya, menyuntikkannya ke tikus.

 

Sang kolega tidak curiga. Prof Khaw terkenal sangat ahlinya. Sering mampu memecahkan persoalan yang rumit-rumit.

Gas itu dipakai ujicoba membunuh tikus. Manjur.

Itu pula yang disampaikan Prof Khaw ke polisi. Untuk membunuh tikus di rumahnya. Istrinya, katanya, takut pada tikus. Juga pada kecoa.

Tidak ada bukti langsung bahwa Prof Khaw membunuh istri dengan gas yang dibelinya. Apalagi hari itu. Tanggal 22 Mei 2015 itu. Prof Khaw sudah meninggalkan rumah jam 11 siang. Untuk memberi seminar di universitasnya.

Sang istri baru meninggalkan rumah pukul 2 sore. Mengajak putrinya. Menjemput anak yang lebih kecil. Pulang sekolah.

Keluarga ini punya empat anak.  Yang ikut meninggal tadi, yang 16 tahun tadi, adalah anak kedua.

Saat Mini Cooper ditemukan di bus-stop itu, oleh sopir bus itu, belum pukul 14.15. Memang sekolah anaknya tidak jauh. Sama-sama di kawasan Lantau. Yang relatif sepi. Mungkin baru lima menit sang istri mengemudi. Dari rumahnya.

Kalau saya lihat wilayah itu memang serba lancar. Bukan kawasan yang padat. Tidak seperti Kowloon-pusat. Apalagi Hongkong-pulau.

Lantau adalah pulau yang lebih besar dari pulau Hongkong. Dulunya pulau ini nyaris pulau kosong. Kini menjadi ramai sejak bandara internasional Hongkong pindah ke pulau itu. Apalagi sejak Disneyland juga dibangun di situ.

Lantau menjadi kawasan yang teratur. Perumahan, apartemen, hotel-hotel, sekolah, universitas, jalan-jalan serba baru. Ke mana-mana di pulau Lantau lancar dan cepat.

Saya pernah tinggal di hotel di kawasan ini. Dekat dengan bandara. Naik bus kota. Lima menit sampai.

Berarti pula kematian itu tiga jam setelah Prof Khaw meninggalkan rumah. Agak aneh kalau penyebabnya gas yang bisa cepat menguap itu.

Prof Khaw berkilah dengan ilmiah: apakah gas masih efektif membunuh orang setelah lebih dua jam?

Pembantu rumah tangga bersaksi bahwa benar pukul 11 hari itu Prof Khaw meninggalkan rumah. Tidak ada yang mencurigakan.

“Hanya tidak biasanya lewat pintu itu,” ujarnya.

Tapi si pembantu juga bersaksi: tidak melihat sang istri membawa dan memasukkan bola yoga ke mobil. Saat berangkat tadi. Tidak juga si anak gadisnya.

Kalau toh ada kecurigaan juga tidak terkait langsung dengan kematian. Kamera di rumah itu mati pada jam-jam itu. Tentu bisa saja kamera mati kapan saja.

Ada juga benda kecil di kamar Prof Khaw. Kemungkinan tutup bola yoga. Tapi juga tidak terkait langsung dengan peristiwa.

Kamar tidur Prof Khaw memang terpisah dengan kamar istrinya. Sudah beberapa tahun. Hubungan suami istri ini sudah dingin. Sudah seperti hubungan sesama karyawan di satu perusahaan.

Bertegur bila perlu saja. Tidak bermusuhan. Tapi juga tidak mesra.

Si pembantu bersaksi sejak dia bekerja di situ sudah begitu. Kamar tidur terpisah. Sang istri memasak sendiri dan untuk anak-anaknya. Sang suami masak sendiri untuk dirinya.

Bahkan mereka pernah membicarakan kemungkinan cerai. Sang suami yang ingin cerai. Tapi pilihannya begitu saja: Cerai kamar.

Istri Prof Khaw tidak mau cerai. Pertimbangannya: hartanya akan berkurang separo. Tidak cukup untuk menghidupi empat anaknya.  Menyekolahkannya. Dan menyiapkan masa depannya.

Bagi Prof Khaw juga sama. Separo harta itu tidak cukup untuk membiayai kesenangannya. Dengan pacarnya. Mahasiswi S3 itu.

Sang istri tahu tentang Shara itu. Tapi coba berpikir positif. Itu kan cuma mahasiswi bimbingannya.

Prof Khaw mengaku bukan mahasiswi itu penyebab dingin rumah tangganya. ”Itu setelah saya merasa kesepian,” katanya.

Seseorang juga bersaksi. Setelah kematian sang istri Prof sangat sedih. Saat melihat putrinya diotopsi juga tidak henti-hentinya menangis. Kehidupan prosefor setelah itu pun terlihat kesepian.

Keluarga ini punya rumah lama. Yang sudah tidak ditinggali. Sudah pindah ke rumah baru. Rumah lama itu disewakan. Dikontrakkan.

Ada seorang wanita yang mengontrak rumah tua itu. Hanya tiga minggu setelah peristiwa itu. Sang profesor sering mengiriminya WA. Tentang kesedihannya. Tentang kesulitannya membiayai tiga anaknya. Yang tertua sudah sekolah di kedokteran. Di Kuala Lumpur. Si pengontrak juga sudah bertanya ke polisi. Apakah dia aman mengontrak rumah itu. Apakah kematian istri pemilik rumah akibat pembunuhan?

Jawaban polisi tegas: tidak ada kecurigaan terjadi pembunuhan. Itu kecelakaan. Semata karena ada gas yang bocor.

Penyebab kerengganan rumah tangga itu sebenarnya sudah disadari sang istri. Dia orang yang keras. Termasuk pada anak-anaknya. Dia sering membimbing anaknya belajar. Tapi dengan sikap amat keras.

Sampai anak-anaknya itu tidak mau lagi dibimbing ibunya. Juga tidak mau ikut kegiatan ibunya. Bahkan tidak mau diajak nonton.

Dia juga ketat. Dalam mengatur keuangan.

Dia juga egois. Kalau suaminya mengajak bicara dia memang mendengarkan. Tapi perhatiannya ke layar tv.

Dia sudah menyadari semua itu. Di tahun 2013. Dua tahun sebelum kejadian.

”Saya ingin berubah,” katanya. ”Ingin sekali berubah.”

Dia serius ingin berubah. Ikut pelatihan kepribadian. Yang biayanya sampai 200 dolar.

Dia mulai bisa bilang ”mama sayang kalian, anak-anakku.” Seperti kesaksian anaknya di pengadilan. Tapi Prof Khaw sudah jalan jauh.

Mereka itu menikah di Inggris. Tahun 1992. Saat Prof Khaw kuliah kedokteran di sana. Saat itu sang istri juga sekolah medik. Lalu kerja sebagai perawat. Perawat muda.

Keduanya berasal dari Malaysia. Mereka baru meninggalkan Inggris setelah punya anak pertama.

Semula mereka pulang ke Malaysia. Namun tahun 1990  memutuskan pindah ke Hongkong. Semua kejadian tadi di Hongkong.

Rumah sakit tadi Prince of Wales Hospital Hongkong. Tempat profesor tadi mengajar di Chinese University Hongkong.

Polisi tadi adalah polisi Hongkong. Saya di Hongkong saat peradilan itu berlangsung. Hampir semua orang membicarakan kasus ini.

Peradilan di Hongkong menggunakan sistem juri. Dalam perkara ini jurinya sembilan. Kesembilannya memutuskan Prof Khaw bersalah. Hakim memutuskan hukuman penjara seumur hidup.

Tiga anaknya hadir saat Prof Shaw dijatuhi hukuman. Tidak ada yang menangis.

Satu persatu Prof Shaw mencium kepala sang anak. Lalu melangkah keluar. Meninggalkan pengadilan. Menuju penjara.

Tidak ada anaknya yang mengikuti langkahnya. Belum tahu apakah Prof Shaw akan naik banding.

Kejadian ini langka. Kalau benar Prof Khaw membunuhnya betapa jahat ia. Kalau Prof Khaw tidak membunuhnya betapa kejam para jurinya.

Hanya Prof Khaw sendiri yang tahu. Pun seandainya istrinya bisa hidup lagi apa juga bisa dikata.

Pembunuhan ini, bila pembunuhan, betapa canggihnya. Bola yoga yang dimanfaatkannya. Karena sang istri suka yoga.

Gas balon yang digunakannya. Karena tidak berbau dan tidak terasa.

”Ini pembunuhan diperhitungkan secara ilmiah,” ujar polisi.

Guru yoga bersaksi. Ahli bola yoga bersaksi. Bola itu memiliki sistem pengamanan. Biar pun penutupnya lepas. Itu sudah menjadi bagian teknologi bola yoga.

Bola yoga itu banyak ukurannya. Ada yang sebesar bola voli. Ada yang lebih besar lagi. Yang terbesar sampai sepelukan tangan orang yang tangannya paling panjang.

Saya mencoba memeluk bola yoga yang paling besar. Di gym tempat saya berolahraga. Di Amerika. Tangan saya tidak cukup panjang. Tidak bisa memeluk bola itu sepenuhnya. Antara jari tangan kanan dan kiri masih ada jarak 20-an cm.

Teknologi pengamanan bola itu sangat tinggi. Penutupnya begitu bagus. Begitu rata. Agar tidak terjadi kecelakaan. Terhadap seisi ruangan yoga yang penuh perempuan.

Berarti gas itu dimasukkan ke bola di kamarnya. Gas carbon monoxide. Tutup bolanya tidak dimusnahkan. Tertinggal di kamar.

Polisi menemukannya saat melakukan penggeledahan di rumah Khaw. Entah kapan ngisi gasnya. Lalu bolanya dimasukkan ke  mobil istrinya. Sudah dalam keadaan terbuka. Berarti sang suami pernah membuka mobil itu. Mengambil kunci mobil itu.

Tentu tidak sulit. Kunci mobil ada tempatnya sendiri. Kebiasaan orang negara maju. Dua kunci itu tidak ikut pisah kamar. Itu kesimpulan juri.

Prof Khaw membantah semua itu. Sekejam-kejam suami masak membunuh juga sang putri. Bisa saja terjadi. Tidak ada niat itu. Tidak mengira pula. Anaknya ikut serta. Menjemput adik-adiknya.

Toh Prof Khaw sudah waspada. Berpesan pada putrinya itu. Jangan ke mana-mana.

Saksi pembantu yang mengucapkannya. Tapi bisa saja. Itu tidak ada hubungannya.

Sang putri rupanya aktif sekali. Terbukti. Pada jam-jam sebelum meninggalnya masih banyak mem-WA teman-temannya.

Rupanya sang ibu tidak kuat lagi mengemudi. Badannya melemas. Lalu mencari tempat berhenti. Yang cepat banyak orang bisa menolongnya. Di pemberhentian bus kota.

Dia sendiri seperti tidak ada upaya membuka kaca. Atau pintu mobilnya.

Mungkin karena tidak bisa mengira gaslah penyebabnya. Atau lemas badannya sudah luar biasa.

Jam WA terakhir putrinya itulah saat kematiannya. Banyak jalan untuk mati. Jalan ini langka sekali. (dis)

           

*