eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Kepolisian kembali menggagalkan upaya pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal. Kali ini, 32 warga Sulawesi Selatan diselamatkan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kalbar saat akan menuju Malaysia dari Bandara Internasional Supadio Kubu Raya, Selasa (18/9).
“Mereka dari Makassar, Sulawesi Selatan ke Pontianak menggunakan pesawat. Selanjutnya menuju perbatasan RI-Malaysia,” kata Kapolda Kalbar Irjen Pol Didi Haryono, kepada sejumlah wartawan di Mapolda Kalbar, Rabu (19/9) siang.
Didi menuturkan, warga Sulawesi Selatan ini tidak memiliki dokumen persyaratan sebagaimana mestinya berkerja ke luar negeri dan hanya berbekal paspor saja. “Maka ditemukanlah dokumen yang tidak lengkap terkait dengan tujuan mereka ke perbatasan,” ujarnya.
TKI, kata dia, dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017, disebut dengan istilah Pekerja Migran Indonesia (PMI). Oleh karena itu, kepolisian melalui penegakkan hukum menerapkan Undang-undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Dalam kasus ini pun ada lima orang pria yang diamankan. Seorang sebagai perekrut dan empat pengemudi mobil. “Tentunya ada sanksi. Yaitu Undang-undang TPPO sekitar maksimal 15 tahun penjara. Kemudian tentang Undang-undang Perlindungan PMI ini tidak ada minimal tapi hukumannya 10 tahun dan dendanya 15 miliar rupiah,” ujar Didi.
Dalam kasus ini, petugas menyita empat unit mobil yang digunakan untuk membawa para TKI ilegal ini ke perbatasan. Barang bukti lainnya, seperti 14 paspor, 27 lembar KTP, 7 handphone dan selembar Kartu Kelurga (KK) juga disita.
Pemerintah dan negara, sambung dia, memberikan perhatian khusus kepada warga negaranya yang akan berkerja di luar negeri. Namun, masih saja ada para pekerja yang bersedia melalui proses secara ilegal dengan harapan berkerja di negara lain. Dengan gaji besar meskipun tanpa pengetahuan, keterampilan maupun keahlian tertentu.
“Pemerintah dan negara sangat peduli. Bagi warga negara yang berkerja di negara lain benar-benar terjamin. Tetapi beberapa oknum memanfaatkan warga negara kita yang akan bekerja ke luar negeri dengan tidak memenuhi Persyaratan yang telah ditentukan,” katanya.
Didi menyebutkan, sejak awal Januari sampai 18 September tahun ini, Ditreskrimum dan Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres jajaran Polda Kalbar telah mengungkap 31 kasus TPPO dan PMI ilegal. Dengan total tersangka berjumlah 42 orang. Sementara itu, sebanyak 127 orang menjadi korban. Yakni 74 laki-laki, 40 perempuan serta 13 anak dan bayi.
Ia menegaskan, apapun bentuk eksploitasi terhadap manusia itu merupakan tindak pidana. Kepada warga dia mengimbau agar jangan mudah percaya terhadap iming-iming gaji besar, tanpa dilengkapi dengan keterampilan atau keahlian khusus.
Warga juga diingatkan agar memperhatikan lingkungannya. Jika menemukan penampungan yang kurang jelas keberadaannya, perlu dilaporkan. “Hal ini untuk menjaga agar warga negara ini tidak menjadi obyek eksploitasi oleh orang yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya.
Sementara itu, Kasi Perlindungan dan Pemberdayaan, Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Kalbar, Andi K Irfandi menuturkan, untuk memudahkan masyarakat mengurus segala keperluannya menjadi PMI, pemerintah telah membuat layanan terpadu satu atap (LTSA). Pada layanan ini, ada petugas keimigrasian, kepolsian, BPJS Ketenagakerjaan.
“Cuma memang mereka ingin serba instan. Budaya masyarakat kita serba instan, tidak mau berproses, kalau ikut yang resmi itu dianggap lambat,” ujarnya.
Andi mengatakan, mengurus dokumen kelengkapan berkerja ke keluar dalam waktu lima hari kerja bisa kelar. “Nggak begitu lama. Karena di LTSA itu ketika calon PMI datang, disitu semua pengurusan dokumennya,” terang Andi.
Menurut dia, rata-rata masyarakat tidak mengetahui bagaimana proses berkerja ke luar negeri. Karena ketidaktahuan inilah para calon PMI itu mudah ditipu daya.
“Masyarakat kurang begitu tahu informasi dan prosedur berkerja ke luar negeri. Karena minimnya informasi tadi, maka masuk lah bujuk rayu,” ungkap Andi.
Tak hanya warga luar Kalbar, warga di Kalbar juga ada yang berkerja di Malaysia secara non prosedur.
“Tapi memang dari data deportasi, angkanya memang lebih banyak warga luar Kalbar,” tukasnya. (amb)