Siswi SD Sanggau Paparkan Penelitiannya di depan Sri Mulyani

Diah Isma Khairani Raih Predikat Peneliti Cilik Terunggul 2018

PEMAPARAN. Diah Isma Khairani ketika memaparkan hasil karyanya di depan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, di ajang Kalbe Junior Scientist Award 2018, belum lama ini. Wiwin for RK

Dunia pendidikan Kabupaten Sanggau lagi dan lagi menorehkan tinta emas di ajang bergengsi tingkat nasional. Kali ini, siswi SD Negeri 1 Sanggau, Diah Isma Khairani, berhasil menyabet predikat Peneliti Cilik Terunggul di ajang Kalbe Junior Scientist Award 2018 yang berlangsung pada 10-16 September 2018 di Ancol, Jakarta.

Kiram Akbar, Sanggau

eQuator.co.id – Alat pencuci piring portabel (Apple) karyanya berhasil masuk 20 besar dari 1.306 karya se-Indonesia. Dari 20 karya itu, ditentukan tiga kategori, yaitu Terunggul dan Terfavorit, Terunggul, Terbaik.

“Kita dapat yang terunggul,” tutur Wiwin Asriningrum, guru pembimbing Diah, kepada wartawan, Selasa (18/9).

Hebatnya lagi, para peneliti cilik yang karyanya terpilih tersebut memaparkan karya mereka di hadapan Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Tanpa canggung, Diah yang baru duduk di kelas V SD memaparkan hasil temuannya itu.

“Jadi ada yang namanya kunjungan tokoh, salah satunya adalah ke Menteri Keuangan,” ungkap Wiwin.

Hanya empat karya yang dipresentasikan. Dari Surakarta, Sanggau, Semarang, dan Bali. “Dia (Diah, red) juga ditanya dari mana, cita-citanya apa, gurunya siapa,” ucapnya.

Wiwin menyebut, yang menjadi penilaian juri pada alat pencuci piring portabel karya Diah adalah orisinalitas. Kemudian idenya dinilai sangat ‘anak-anak’ sekali. Aplikatif, bisa digunakan di mana saja dan nonlistrik. Artinya efisiensi energi.

“Idenya dari dia, kan suka lihat ibu-ibu kantinnya, kemudian melihat penjual-penjual bakso, suka ribet nyuci piring, kemudian tidak higienis, dia pun mencoba bikin satu tempat untuk mencucinya,” paparnya.

Imbuh Wiwin, ”Jadi dia saya arahkan harus begini, dan begitu, biayanya juga murah, Rp160 ribu”. Kalbe sebagai penyelenggara sudah mendaftarkan hak paten atas temuan tersebut. “Kami kemarin sudah tanda tangan, tapi biasanya paten sudah lima tahun baru terealisasi,” tukas Wiwin.

Menurut dia, minimal, kalau tidak paten, bisa pakai desain produk. “Desain produk lebih marketable, bisa diproduksi massal, cuma kekuatan hukumnya agak kurang,” bebernya.

Diah merupakan satu di antara nama para peneliti cilik yang berhasil mengharumkan nama Kabupaten Sanggau di tingkat nasional. Sayangnya prestasi tersebut tak berbanding lurus dengan perhatian pemerintah setempat.

“Kami biaya sendiri berangkat dari Sanggau ke Pontianak, tiket pesawat (ke Jakarta) dibiayai PT. Kalbe, walaupun kita sudah menyampaikan (ke pemerintah setempat),” tandas Wiwin.

Diah Isma Khairani sendiri tak menyangka bisa meraih predikat Peneliti Cilik Terunggul. Ide membuat Apple itu diakuinya lantaran kerap melihat penjual di sekolahnya yang kerepotan mencuci piring dan peralatan makan.

“Ide itu disampaikan ke bu Wiwin, kebetulan tetangga saya, setelah disampaikan langsung berdiskusi dan membuat alat ini (Apple), baru didaftarkan ke Kalbe Junior, prosesnya itu sekitar tiga bulan,” ungkap Diah.

Bagaimana rasanya memaparkan penelitian di depan Menteri Sri Mulyani? “Bahagia, tidak gugup, tak terlalu lama (memaparkan),” tutur siswi yang bercita-cita menjadi Polwan ini singkat.

Apa yang diraih Diah membuat bangga orang-orang sekelilingnya. Utamanya Sang Ayah, Rusnani.

“Tak pernah membayangkan atau mengkhayalkan bisa berkesempatan seperti itu, bisa bersaing dengan anak-anak se-Indonesia,” ungkapnya.

ASN di Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perikanan (Dishangpang Hortikan) Kabupaten Sanggau ini mengungkapkan, putrinya memang memiliki prestasi akademik yang cemerlang. “Dia selalu ranking 1,” katanya.

Namun, Diah tak punya waktu khusus belajar di rumah. “Diah tak mau dipaksa belajar, tapi memang dia punya kesadaran sendiri, memang dia lebih disiplin dari saudaranya yang lain,” pungkas Rusnani. (*)

 

Editor: Mohamad iQbaL