eQuator – Jamak terjadi, kriminalitas yang pelakunya orang kecil, semacam mencuri jemuran atau ayam, cepat diproses polisi. Si Orang Kecil pun kebanyakan langsung ditahan setelah diperiksa.
Demikian pula jika korbannya orang besar, Anggota Dewan misalnya. Penanganan kasus kriminalitas terhadap Sang Orang Besar biasanya bagai kilat mencapai klimaks. Dalam waktu singkat, pelakunya bisa ditangkap.
Rakyat Kalbar. Mahasiswi Universitas Widya Dharma yang ditonjok, diludahi, plus mengalami kekerasan verbal, Veronica, belum mendapat keadilan. Dia sudah “ditahan” di RSU Kharitas Bhakti selama berhari-hari, tapi terduga pelakunya, seorang “pria jantan” oknum PNS di Pemkot Pontianak, RS, masih lenggang kangkung. Inikah yang namanya adil?
Dari hari kejadian, Senin (9/11), hingga Jumat (13/11), Veronica masih diopname. “Saya masih merasa pusing. Hidung juga masih terasa nyeri. Terus tidak enak badan dan susah makan,” ujarnya, di RSU Kharitas Bhakti, Jalan Siam, Kecamatan Pontianak Selatan.
Mahasiswi Jurusan Manajemen ini masih terbaring lemah di atas ranjang berukuran 2 x 1 meter. Wajahnya pucat.
“Saya masih trauma,” aku dia.
Informasi yang didapat Rakyat Kalbar, RS sempat mendatangi Veronica dan meminta maaf. RS membawa dua kantong buah-buahan.
“Dia (RS,red) mengaku malam itu khilaf telah memukul saya,” terangnya.
Setia di samping tempat tidur, terlihat perempuan paruh baya mengenakan pakaian hitam. Dia adalah ibu kandung Veronica, Fitri.
Mata Fitri sendu, sesekali perempuan ini mengelus-ngelus kepala putri bungsunya itu. “Saya tidak terima Veronica dipukuli orang,” ucap wanita berusia 46 tahun ini.
Ibu dua anak itu mengatakan tidak akan memaafkan RS. “Saya saja tidak pernah memukul Veronica. Masa’ orang lain berani memukuli anak saya. Emang apa salah anak saya sampai dicaci dan dipukul begitu,” tutur Fitri.
Tekad dia, Laporan Polisi (LP) penganiayaan yang dibuat di Polsek Pontianak Selatan pun tidak akan dicabut. “Kasus ini harus tetap berjalan. Sampai kapanpun saya tidak akan cabut laporan. RS harus diproses hukum sesuai Undang-Undang yang berlaku,” lirihnya.
Warga Jalan Daeng Manambon, Kampung Tengah, Mempawah Timur, Kabupaten Mempawah ini meminta bantuan agar proses hukum penganiayaan yang menimpa Veronica ini dikawal. “RS harus diadili,” ulang Fitri.
ADIL?
Entah keinginan Fitri mencari keadilan untuk anaknya tersebut bisa kesampaian atau tidak. Pasalnya, ternyata polisi sudah menetapkan RS sebagai tersangka namun belum melakukan penahanan.
“Bukan tidak ditindaklanjuti, cuman memang saksi yang menyaksikan kejadian itu secara langsung itu tidak ada. Tapi ada bukti-bukti petunjuk yang cukup kuat buktinya untuk memeroses pelaku tersebut. Saat ini, RS sudah dijadikan tersangka,” jelas Kapolresta Pontianak, Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat.
Terus, kenapa RS tidak ditahan?Apakah karena status PNS-nya, “pria jantan” ini beda perlakuan di mata hukum dengan pencuri ayam atau pelaku kriminal lainnya?
Hidayat menyatakan, di dalam Undang-Undang, penahanan bukanlah suatu hal yang wajib dilakukan Penyidik. Menurutnya, bunyi di dalam Undang-Undang adalah tersangka atau pelaku kejahatan dapat dilakukan penahanan.
“Jadi, tidak harus. Sehingga, penahanan dilakukan atau tidak itu dapat dilihat dari alasannya, baik itu alasan subjektif maupun objektif. Namun, demi memberikan rasa keadilan terhadap korban, penahanan kemungkinan dapat dilakukan. Termasuk penahanan terhadap RS ini,” tuturnya, diplomatis.
Perwira menengah yang sukses membongkar sindikat perdagangan Narkotika beberapa waktu lalu ini menjamin bahwa kasus penganiayaan yang dilakukan oknum PNS Pemkot Pontianak tersebut akan diproses tuntas.
“Kita jerat pelaku dengan pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, ancamannya lima tahun penjara,” tutup Hidayat.
Anak buahnya yang mengepalai Polsek Selatan, AKP Kartyana, bertutur melalui bibir Kanit Reskrim Ipda Sihargian soal penyelidikan kasus ini. Ia membantah pihaknya tidak “berani” menahan RS.
Sihargian berkisah, setelah Veronica membuat laporan ke pihaknya, pencarian RS segera dilakukan. “Habis mendapat laporan, kami langsung melacak pemilik Nissan Juke Merah KB 777 HX itu. Sekitar pukul 03.00 WIB (Selasa, 10/11), RS kami tangkap di rumahnya,” ucap Ipda Sihargian.
RS pun langsung diinterogasi. “Pelaku membantah melakukan pemukulan,” tuturnya.
Menurut Sihargian, pihaknya tidak mau menerima mentah-mentah pengakuan RS. Alat bukti dan saksi kemudian dikumpulkan.
“Kita memiliki alat bukti yang cukup kuat untuk menetapkan RS sebagai tersangka,” lugas dia.
Sihargian juga membantah tidak berani menahan pelaku. “Memang belum kita tahan. Karena kami masih mengumpulkan saksi-saksi dan hendak melakukan gelar perkara. Setelah itu, baru kita menetapkan penahanan atau tidak terhadap RS,” tegasnya.
Yang agak janggal, RS tidak dikenakan pasal penganiayaan berat. Padahal, Veronica dianiaya hingga terluka parah, hidungnya bercucuran darah, dan masih terbaring di rumah sakit hingga berita ini diturunkan.
“Pasal yang kita kenakan adalah pasal penganiayaan ringan. Bukan penganiayaan berat,” sebut Sihargian.
Seperti diberitakan sebelumnya, saat kejadian, Veronica baru saja pulang kuliah dan keluar dari kampusnya. Seperti biasa, kemacetan pasti terjadi saat jam usai kuliah di kampus yang terletak di Jalan Merdeka Timur itu.
Tiba-tiba ada klakson mobil di belakangnya. Tapi, macet juga menghambat perjalanan gadis itu. Pengemudi Nissan Juke warna merah bernomor polisi KB 777 HX lah yang dengan arogan membunyikan klakson di tengah keramaian kendaraan motor mahasiswa.
Veronica naik sepeda motor memang menuju pulang ke indekosnya yang terletak di Komplek Untan. Sejak awal, sepertinya orang di balik kemudi Nissan Juke merah itu sudah punya niat tak baik, menekan klakson panjang. Setelah ada jalan luang, Veronica pun memberikan jalan untuk mobil tersebut.
Diduga pelaku sudah berencana menganiaya mahasiswi asal Kota Singkawang itu karena ia dibuntuti dari kampus hingga tempat kejadian perkara (TKP) di Jalan A Yani dekat Auditorium Universitas Tanjungpura, Senin (9/11) sekitar pukul 21.00.
Saat melintasi jalan Gst. Sulung Lelanang, sopir mobil itu marah-marah dan mencaci maki ke Veronica. Tapi, tidak ia hiraukan. Nah, di dekat Gedung Auditorium Untan, Sang Sopir Mobil Nissan Juke merah memaksanya berhenti. “Pria jantan” itu mendekati Veronica, kemudian meludahi dan memukul wajahnya sekali. Dan, hidung Veronica pun mengucurkan darah.
PNS ATAU PREMAN?
Apa yang menimpa Veronica ini menjadi perhatian publik Pontianak, bahkan Kalimantan Barat. Setelah kutukan ‘banci’ terhadap RS yang dilontarkan Ketua DPRD Pontianak, Satarudin, giliran Wakil Ketua Komisi A, Yandi yang mengolah vokalnya.
“Siapapun pelakunya itu harus ditahan, tidak boleh dia di luar berkeliaran dan nanti dia pukul orang lagi. Ini arogansi, yang menyenggol saja dia pukul, apalagi nanti ada hal-hal lain,” ujar Yandi.
Proses hukum serta sanksi aturan kepegawaian harus segera dilakukan, baik dari kepolisian dan Pemkot Pontianak. Ini peringatan bagi yang bersangkutan, juga bagi abdi negara lainnya.
“Saya minta ini diproses supaya ada efek jera, karena PNS itu pelayan masyarakat bukan malah menunjukkan arogansinya seperti itu. Setelah proses hukum berjalan, sebagai PNS tentu ada mekanisme aturan kepegawaian yang harus diproses juga. Tidak mungkin PNS dididik untuk memukul masyarakat, saya minta BKD memeroses sebagaimana seharusnya,” geram Yandi.
Imbuh dia, “Kalau sekiranya mau jadi preman, jangan jadi PNS. Ini sudah meresahkan, kalau PNS seperti ini bagaimana mau melayani. Saya minta diproses dan segera ditahan. Kita akan panggil BKD atau lembaga yang bersangkutan dan akan kita proses serta kawal kasus ini sampai tuntas”.
Senada, Ketua Perkumpulan Hakka Indonesia (Perhakin) Kalbar, Phang Kat Fu. “Kita prihatin dengan apa yang dialami korban, hingga membuat korban harus dirawat dan tidak bisa menjalankan aktivitas perkuliahannya,” ujar dia, saat menjenguk Veronica.
Phang berjanji akan mencarikan jalan keluar untuk membantu meringankan korban menyelesaikan administrasi rumah sakit, mengingat Veronica sudah tidak memiliki orangtua laki-laki. “Kasus seperti ini tidak bisa disepelekan, supaya tidak ada lagi korban lainnya,” tegas dia.
Bendahara Perhakin Kalbar, Pieter Gunawan, yang menemani Phang menyatakan akan terus memantau dan mengawal perkembangan kasus ini. “Pelaku ini PNS, seharusnya bisa menjadi suri tauladan bagi masyarakat banyak, bukan malah bersikap seperti kriminal,” sesalnya.
Di tempat berbeda, Wali Kota Pontianak Sutarmidji mendapat informasi bahwa korban sudah memberikan maafnya kepada pelaku. Hanya saja, ia menegaskan, biarpun sudah dimaafkan tetap saja RS harus diproses sesuai ketentuan.
“Meskipun memaafkan pelaku, saya berharap korban tidak menarik laporannya sehingga ini bisa menjadi pelajaran bagi PNS lainnya agar tidak semena-mena memukul warga,” tegas pemilik akun Twitter @BangMidji ini.
Soal sanksi kepegawaian kepada RS, Midji tidak mau gegabah. Jika semua dugaan terbukti alias ada ketetapan hukum, ia menegaskan, akan menindak oknum PNS tersebut.
“Kita menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan hingga penetapan proses hukum terkait kasus ini,” tandasnya.
Laporan: Ocsya Ade CP, Achmad Mundzirin, Deska Irnansyafara, Gusnadi, dan Isfiansyah
Editor: Mohamad iQbaL
Halo Polisi jangan cuma bengong aja, buruan tangkap RS kalau berani…
RS harus dipenjarakan,tdk ada alasan khilaf atau apa, kalo dianya di pukul dan org bilang khilaf bagaimana ? Emang kurang ajar RS itu
Hallo polisi kalbar yg kabarnya banci tudak berpelor, kasihan kalo polisi sudah di anggap banci, hanya bisa oeras uang rakyat
Saya kira penanganan kasus ini harus dilakukan secara proporsional dan profesional, jangan ditambah-tambah, jangan dibesar-besarkan. Pihak-pihak yang tidak terlibat dalam kasus ini jangan memperkeruh, mengejek, atau menghina. Karena anda belum tentu bersih dari dosa dan kesalahan masa lalu atau mungkin yang akan datang. Tak ada yang tahu. Pasti ada aksi hingga timbul reaksi di antara kedua belah pihak yang terlibat dalam kasus ini. Serahkan kepada pihak kepolisian untuk menangani kasus ini secara tuntas tanpa terpengaruh pihak luar, baik atas nama ormas, orsospol, dan lain-lain.