eQuator.co.id – Pontianak-RK. Gejolak nilai tukar rupiah atas dollar AS turut berimbas terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penurunan hingga mencapai 200 poin.
“Dua bulan lalu indeks turun cukup jauh. Dari 6000 menjadi 5800, turun 200 poin,” ujar Kepala BEI Kalbar, Taufan Febiola kepada Rakyat Kalbar, Selasa (28/8) .
Namun dua minggu ini kembali pulih. Diperkirakan akibat stabilnya nilai tukar rupiah dan naiknya harga komoditas dunia. Dia memprediksi, rata-rata harga saham gabungan terus naik hingga target tembus 7000. “Ini juga indikasi terlihat bertambahnya dana asing ke bursa saham,” jelasnya.
Batu bara, CPO dan minyak dunia mulai terjadi kenaikan. Belum lagi adanya ketegangan Iran dan Amerika. Kemudian Arab Saudi juga mendukung kenaikan harga minyak. “Secara jangka panjang hal ini juga menguntungkan bagi Indonesia,” ulasnya.
Baca Juga: Saham Hilang Senilai Kanada
Untuk Kalbar sendiri, sentimen positif terjadi lantaran dibangunnya pelabuhan internasional Kijing. Kemudian kawasan industri yang prorogresnya dinilai cukup baik. Prediksi Bank Indonesia bahwa Kalbar mengalami pertumbuhan ekonomi dalam waktu lima tahun kedepan terjadi kenaikan. Tentu daya beli masyarakat akan naik secara sugnifikan.
“Sehigga kita optimis jumlah investor saham di Kalbar akan naik signifikan dalam kurun waktu 5 tahun kedepan,” ungkapnya.
Tahun ini BEI Kalbar menargetkan nilai transaksi di angka Rp78 triliun. Hal ini turut didukung dengan kehadiran investor-investor baru. Pihaknya berharap pertumbuhan investor baru bisa mencapai 5000 investor, namun untuk yang ada saat ini sudah ada 10 ribu investor.
“Maka dari itu, kita terus berupaya meningkatkan literasi serta edukasi, sosialisasi kepada masyarakat, bahkan kita juga menyasar pada komunitas-komunitas lainnya,” tukasnya.
Di sisi lain, pelemahan nilai tukar rupiah dan juga defisit neraca perdagangan membuat pemerintah akan mereview 900 komoditas impor. Adapun tools yang digunakan adalah PPh 22 impor yang dalam hal ini bisa terkena tarif 2,5-7,5 persen.
Salah satu perusahaan yang bahan bakunya menggunakan impor adalah PT Kimia Farma. Bahkan perusahaan BUMN tersebut bahan baku yang digunakan 90 persen adalah impor. Beruntung ditengah gejolak rupiah, perusahaan sudah menyiapkan strategi untuk mengatasinya.
Baca Juga: Warga Indonesia Baru 23 Persen Punya Saham
“Strategi kita dari beberapa tahun lalu, terutama untuk bahan baku kontraknya kita lakukan jangka panjang. Kemudian kita usahakan itu kontraknya dalam bentuk rupiah. Jadi memang dalam kondisi valas seperti ini saya pikir kita masih dalam kondisi aman. Dan kita melakukan semacam tes sampai level berapa valas itu bisa mengganggu kesehatan perusahaan,” ujar Direktur Utama PT Kimia Farma Honesti Basyir, ditemui usai acara “Kimia Farma Mengajar” di SDN Negeri Kebon Kelapa 02 Gambir, Jakarta, Senin (27/8).
Lebih lanjut ia mengatakan, pelemahan rupiah yang mendekati level Rp 14.600 per US dollar, masih belum berpengaruh. Padahal lebih dari 90 persen masih impor kita. Hal itu menurutnya karena strategi yang dilakukan. Kontrak jangka panjang dan kontrak dalam rupiah.
“Selain itu kita juga berusaha mengurangi impor dengan memproduksi bahan baku dari dalam negeri. Pabrik yang di Cikarang, Bekasi sudah mulai beroperasi,” jelas Honesti.
Adapun terkait kebjikan BI, swap hedging, pihaknya kata dia tidak menggunakan hedging dalam pengertian konsep hedging insurance. Tapi lebih kepada natural hedging.
“Artinya Kita lihat kebutuhan valas kapan, kemudian kita mengadakan sendiri. Kemudian itu tadi, semua kontrak valas kita lakukan dalam bentuk rupiah,” pungkasnya.
Baca Juga: Bos SOT Main Saham Sejak SMA
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo Jumat lalu (24/8/2018) menegaskan stabilisasi nilai rupiah menjadi prioritas BI. “Dari sisi kebijakan moneter BI prioritasnya tetap memastikan bagaimana stabilitas ekonomi khususnya stabilitas nilai tukar rupiah stabil,” ujar Perry.
Menurutnya hal itu sudah dilakukan dan akan terus dilakukan BI untuk memastikan stabilitas ekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar rupiah. Seperti menaikan suku bunga acuan, dengan pertimbangan untuk memastikan bahwa pasar keuangan Indonesia itu daya tariknya tetap kuat.
“Capital inflow sudah kembali, saat kita menaikan suku bunga acuan. Eksportir juga menjual dollarnya,” jelas Perry.
Kebijakan yang dilakukan juga sekaligus menurunkan defisit transaksi berjalan. Kedua melakukan intervensi ganda di pasar valas dan pembelian SBN dari pasar sekunder. Dengan berkoordinasi dengan Menkeu, khususnya untuk pembelian SBN dari pasar sekunder.
“Kami juga memastikan ketersediaan valas di pasar itu tersedia,” tegasnya.
Juga mempermudah, mempercepat, dan mempermurah swap BI. Dalam rangka operasi moneter, setiap hari dilelang jam 10 sampai 14.
“Siang kita buka swap hedging. Buat pelaku usaha, eksportir dan importir, swap rate kita juga tersedia cukup murah, 1 bulan 4,71, kemudian satu tahun 4,95, eksportir dan importir menyambut baik ketersediaan swap rate kita,” pungkas Perry.
Laporan: Nova Sari, JPG
Editor: Arman Hairiadi