eQuator.co.id – Pekanbaru-RK. Sebelum pulang ke Jakarta pada Sabtu malam (25/8) dengan menggunakan pesawat Lion Air, Neno Warisman masih tetap mencoba untuk bertahan di dalam mobil BMW putih. Dia bersama tiga temannya di dalam mobil itu.
Selama di mobil itu pula, dia tidak makan. Mereka pun tak bisa salat. Riau Pos (Jawa Pos Group) berkesempatan wawancara dengan Neno pada saat itu. Dalam penjelasannya Neno mengatakan dia tidak sendirian di dalam mobil.
“Ada saya, Kak Diana (Diana Tabrani putri Tabrani Rab), Lukman, Pak Syamsul juga di dalam mobil,” kata Neno.
Nada bicaranya masih santai. Tak seperti orang yang sedang ditekan. “Sudah enam jam lebih di sini. Padahal tinggal buka gerbang saja,” ujarnya. Memang pada malam itu, tak ada lagi massa yang berdiam di lokasi.
Dia menyebut, bahwa pihak kepolisian menginginkan mereka kembali ke Jakarta. Tapi dia tetap ingin ke Pekanbaru.
“Mereka maunya saya pulang,’’ terangnya.
“Saya nggak mau pulang. Nggak ada padahal massanya. Jam lima udah selesai,” sebutnya.
Malam itu, sekeliling mobil Neno Warisman dipasangi garis polisi. Ada puluhan personel TNI dan polisi mengawal mobil itu.
“Ini steril, kami di-police line. Mungkin mau dijadikan benda purbakala,” ujarnya berseloroh.
Namun dia tak tahu mengapa dia dihadang. Sebab, setahunya masyarakat Riau sangat terbuka dengan kedatangan orang dari luar. Di Riau, katanya, tak pernah dia bermasalah.
“Masyarakat Riau bisa menilainya. Saya berselisih paham sama tetangga saja nggak pernah, keluarga juga nggak pernah,” sebutnya.
Ke Pekanbaru, kata Neno, dia diundang oleh Panitia Deklarasi #2019GantiPresiden. Tak hanya itu, dia juga datang bersilaturahmi ke rumah para sahabatnya di Riau.
“Ke sini saya juga diundang dengan baik-baik. Saya tahu adat mulia, adat budaya Melayu. Masyarakat Melayu memuliakan tamu, sampai-sampai saya dikasih pantun,” paparnya.
Oleh karena itu, dia tetap ingin bertahan, walaupun dilarang. “Saya tidak akan balik. Saya ingin silaturahim dengan Kak Diana. Saya tamunya Kak Diana, saya mau ke rumahnya,” ujar dia.
Ke Riau, Neno juga ingin bertemu dengan Ustaz Abdul Somad. “Saya beberapa kali janji tapi nggak ketemu. Terakhir ketemu di Medan. Besok mau ketemu. Dan juga memenuhi undangan deklarasi. Saya diundang. Saya bukan penyelenggara,” tukasnya.
Selama bertahan di sana, dia sempat didatangi oleh beberapa tokoh Riau. Tokoh yang mendukungnya.
“Tadi ada Datuk Budi dari Laskar Melayu, Wakil Ketua DPD Gerindra Taufik Arrahman,” ujarnya.
“Saya sudah telepon Pak Syarwan Hamid. Fadli Zon juga dari Makkah saya telepon. Ustaz Zulkarnaen, Ustaz Abdul Somad. Ustaz Abdul Somad juga memantau terus,” jelas Neno.
Neno terus tak habis pikir kenapa ia harus dipulangkan. “Apa yang salah? Saya datang dan memuliakan tanah ini. Saya ingin bekerja sama dengan baik. Nggak ada yang saya dan kami langgar. Jangan mem-frame apa-apa,” ujarnya.
Dia menilai, orang-orang yang melarangnya ke Pekanbaru adalah orang yang punya kepentingan. “Gerakan #2019GantiPresiden adalah gerakan hati. Nggak ada persoalan politik,” tegas Neno.
Deklarasi itu katanya, hanya menyampaikan pendapat. Hal itu dijamin oleh undang-undang, karena menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak setiap masyarakat di negara demokrasi ini.
“Kita tidak keluar dari konstitusional,” ucapnya.
Penghadangannya itu, dinilainya sudah melanggar hukum. “Mungkin kuasa hukum akan menindaklanjutinya,” ungkap Neno. “Masyarakat semoga bisa membangun kesamaan untuk mencintai negeri ini, itu yang saya harap ada dalam keberagaman. Jangan biarkan orang-orang melakukan hal aneh bertentangan dengan konstitusi,” sambungnya. (Riau Pos/JPG)