eQuator.co.id – Waktu mandi saya kini lebih lama. Sedikit. Terutama setelah baca buku ini: Real World Skin Solutions.
Ada anjuran dari buku itu: agar kita lebih mencintai kulit kita. Dengan cara mengenali kulit kita lebih dalam.
Waktu terbaiknya: saat mandi.
Buku itu ditulis seorang doktor ahli kulit. Lulusan tiga universitas: Amerika, Australia dan Irlandia. University of California, Royal Melbourne Institut of Technology dan Royal College of Surgeons.
Namanya: Dr dr Ahmed Al-Kahtani. Asli Uni Emirat Arab.
Saya pun sadar: kulit manusia itu penting –apalagi untuk wanita. Jangan samakan kulit Anda dengan kulit salak. Atau kulit mangga. Yang Anda anggap sebagai sampah. Harus dikupas. Lalu dibuang.
Kita lupa bahwa mangga itu enak karena ada kulitnya. Bayangkan. Manusia tanpa kulit. Seperti apa wujudnya.
Memang ada satu organ yang kelihatan lebih gagah tanpa kulit. Organ laki-laki. Tapi bagian kulit yang dibuang waktu sunat itu bukanlah kulit mangga. Meski dikupas tapi tidak seharusnya dibuang. Bisa untuk sumber penelitian ilmu kulit.
Bagaimana kalau kita tidak ingin cantik? Bersikap biar saja kulit kering dan keriput? Tetapkah perlu lebih memperhatikan kulit?
Saya ikut melongok seminarnya para dokter ahli kulit. Se Indonesia. Di Surabaya. Sabtu lalu.
Yang mencintai kulit maupun yang abai pada kulit dasarnya sama-sama kurang mencintai kulit mereka.
Di sebelah saya dokter kulit asal Bengkalis, Riau. Untuk hadir di situ harus bayar Rp 6 juta.
Di daerah terpencil banyak yang sakit kulit. Karena tidak punya uang. Di kota besar banyak yang sakit kulit. Karena kelebihan uang.
Kasus-kasus sakit kulit di kota besar justru akibat kosmetik. Beli kosmetik sudah mengalahkan kebutuhan apa pun.
Pedagang kosmetik sangat canggih. Yang berbasis organik punya cara organik. Yang berbasis DNA terlihat lebih futuristik. Yang berbasis stemcell terasa lebih modern.
Tidak perlu memikirkan: bagaimana logikanya. Seperti apa ilmiahnya.
Misalnya: stemcell itu kan benda hidup; bagaimana bisa benda hidup dibotolkan. Berbulan-bulan. Atau bahkan diminum. Seperti obat. Masuk perut. Dilumat oleh pencernaan.
Ternyata istilahnya saja stemcell. Istilah yang keren bagian dari marketing. Kata ‘organik’ atau ‘DNA’ atau juga ‘stemcell’ memang sudah seperti mantra.
Baru dari buku itu saya sadar. Fungsi kulit itu luar biasa hebatnya. Untuk kesehatan tubuh kita. Juga untuk kecantikan makhluk wanita.
”Jagalah kulitmu. Seperti menjaga uang,” kata buku itu. Jangan pernah mengharap hasil cepat untuk perawatan kulit.
Saya seperti kena tembak. Saya telah mengabaikan kulit saya seumur hidup saya.
Bahkan waktu di pesantren dulu. Tidak pernah pakai sabun. Sabun saya batu. Digosok-gosokkan ke kulit. Tangan. Kaki. Dada. Batu itu dipakai bergantian. Ada beberapa batu di kamar mandi. Sering pula dua-tiga orang mandi bersama. Saling menggosokkan batu ke punggung.
Saya tidak pernah peduli: kulit saya tipe A, B, C atau tipe gabungan. Yang sebenarnya memerlukan perawatan yang berbeda. Kosmetik yang tidak sama.
Memang ada petunjuk untuk melakukan sendiri. Test kulit. Untuk mengetahui kulit Anda tipe normal, berminyak atau kering. Atau gabungan antara tiga itu.
Tentu saya tidak akan pernah. Sampai memasuki tahap perawatan kulit seperti itu. Setidaknya saya sudah bisa mandi lebih lama dari dulu. Yang selalu diburu waktu.
Tapi belum sampai pada tahap meneliti sabun. Apakah sabun di kamar mandi saya cocok untuk tipe kulit saya. Tidak pernah membaca bungkus sabun: apa saja bahan yang ada di sabun itu.
Saya juga tahu ini. Ada tiga tahap dalam merawat kulit: membersihkan, membasahi (melembabkan) dan melindungi. Itu UUD merawat kulit. Tapi saya selalu melanggar UUD tersebut. Kecuali ini: kini lebih sering pakai lengan panjang.
Asyik sekali saya membaca buku hasil riset kulit ini. Sampai lupa siapa saja yang kemarin dipilih jadi cawapres. (dis)