Pembayaran Non Tunai Menyulitkan Masyarakat

Ilustrasi.NET

eQuator.co.id – Melawi-RK. Ternyata tidak semua bendahara dinas memahami transaksi non tunai yang diterapkan pemerintah, sehingga pembiayaan ataupun belanja yang nominalnya Rp100 ribu ke bawah per bulan juga dipaksa untuk melalui transfer. Tak pelak hal tersebut menyulitkan sebagian pihak yang ingin menagih belanja tersebut.

Seperti yang dirasakan Faisal, seorang pemasaran di salah satu media cetak. Ia merasa kesulitan melakukan penagihan belanja koran di sejumlah instansi, karena bendahara dinas beralasan semua harus dilakukan dengan transfer. Meskipun hanya Rp50 sampai Rp100.

“Saya jadi bingung dengan manajemen pembayaran sekarang ini. Hal yang kecil juga harus ditransfer. Jelas merasa repot. Harus membuat rekening lagi. Jelas merasa dipersulit dalam penagihan belanja koran,” ungkapnya.

Sementara itu, anggota DPRD Melawi, Nur Ilham mengatakan, terkait pembayaran sistem transfer meskipun biayanya hanya Rp100 ke bawah dianggap merupakan suatu yang berlebihan. Karena setiap instansi diperbolehkan melakukan pencairan per hari Rp5 jutaan.

“Artinya dari Rp5 juta per hari tersebut pemerintah bisa membayar tagihan belanja koran tadi. Siapapun kalau dibuat seperti itu akan kerepotan, hanya Rp100 ribu saja per bulan, namun harus dibayar melalui transfer,” tegasnya.

Menurutnya, sebaiknya pemerintah mengevaluasi kembali penerapan tersebut. Pemerintah juga harus menyosialisasikan kepada setiap bendahara dinas terkait penerapan tersebut. Berapa jumlah yang bisa dibayar melalui transfer dan berapa biaya yang boleh dibayarkan secara tunai. “Sebab jika Rp100 ribu ke bawah saja harus dibayar menggunakan transfer, sangat-angat repot,” paparnya.

Secara terpisah, Kabid Perbendaharaan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Melawi, Verwin Ramadan menerangkan, penerapan transaksi non tunai merupakan instruksi dari Kementerian Dalam Negeri. Gerakan non tunai kini menjadi salah satu program pemerintah pusat untuk mengurangi peredaran uang kartal dalam jumlah yang besar.

“Sebenarnya penerapan non tunai memang harus didukung dengan infrastruktur perbankan dan telekomunikasi yang baik. Karena itu, kalau untuk wilayah Nanga Pinoh sudah layak untuk diterapkan non tunai,” ujarnya.

Verwin melanjutkan, kemungkinan yang membuat transaksi non tunai terkesan menyulitkan, karena belum terbiasanya SKPD maupun pihak ketiga dengan sistem ini. Padahal pengelolaan keuangan daerah tidak mengalami perubahan. Kecuali saat ini semuanya harus melalui transfer rekening saja.

“Yang ini soal terbiasa atau tidak saja. Kita pahami memang ini serba baru dan pertama kalinya di Melawi menerapkan ini. Padahal sistem ini mempermudah bendahara. Dia tak perlu repot-repot ke bank hanya untuk mengambil uang. Cukup transfer saja melalui aplikasi CMS,” paparnya. (ira)