eQuator.co.id – Sungai Raya-RK. Fitri Asdah resah. Benak siswi kelas XII IPA SMA 4 Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, itu masih mengingat insiden kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) pada Maret lalu. Yang hampir menyentuh sekolahnya.
“Sebenarnya, kami berharap masalah Karhutla ini tidak terus terjadi karena mengganggu proses belajar kami,” ucapnya, ketika ditemui wartawan koran ini dan TV, Sabtu (20/7) sekitar pukul 13.00 WIB.
Lokasi jendela sekolah memang berhadapan langsung dengan lahan terbakar. Bagi gadis 17 tahun ini, hal tersebut menggelisahkannya.
“Teman-teman tak tenang dan bahkan ada dari teman-teman yang menderita sakit,” tutur Fitri.
Imbuh dia, “Kadang ada teman-teman yang mengidap penyakit seperti asma atau jantung, biasanya suka kambuh, kadang ke sekolah kita pakai masker”. Memang, selama proses wawancara ini, sejumlah siswa-siswi yang menyertai Fitri batuk-batuk kecil. Uhuk.. uhuk..
Belum lagi, menurut dia, gara-gara kebakaran lahan ini, bantuan untuk pemadaman datang bertubi-tubi. Entah itu dari Manggala Agni, kepolisian, maupun TNI. Akibatnya, guru-guru lebih fokus kepada tamu yang datang tersebut.
“Kelas kami akhirnya menjadi kosong, bahkan biasanya 2-3 hari kita tidak belajar,” tukasnya, polos.
Meski begitu, ia bersyukur sekolahnya telah mendapatkan bantuan sumur bor. Dari BRGN (Badan Restorasi Gambut Nasional).
“Jadi semisal ada kebakaran, kita bisa tanggapi sebelum bantuan dari luar datang,” pungkas Fitri.
Setakat ini, tercatat, Karhutla di Desa Arang Limbung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, tersebut membakar lebih kurang 6 hektar lahan. Dan seolah tak ada solusinya sejak insiden terakhir belum lama berselang.
Bencana “rutin” ini tak hanya menyusahkan para siswa. Jian, salah seorang guru bahasa Mandarin di SMA Negeri 4 Sungai Raya, juga mengaku aktivitasnya mengajar terganggu.
“Ini permasalahan yang kedua kalinya, sebelumnya pada bulan Maret lalu, titik Karhutla hanya 10 meter dari dinding sekolah,” ungkapnya. Pada insiden Karhutla kali ini, api berjarak sekitar 300 meter dari sekolah.
SMA Negeri 4 Sungai Raya berisikan 242 siswa. Dari 7 kelas, lanjut Jian, pada bencana serupa Maret lalu itu, akhirnya sekolah terpaksa harus diliburkan. “Ada siswa yang menderita asma dan lain sebagainya, kadang kambuh,” terangnya.
Pemakaian masker, diakui Jian, telah jauh hari diimbau kepada para pelajar di sana. Pihak sekolah pun cepat berkoordinasi dengan pihak terkait.
Dia sungguh berharap Karhutla ini segera berlalu. Agar siswa beserta guru dapat menjalani proses belajar mengajar dengan tenang.
“Harapannya, pemerintah lebih cepat tanggap bila ada api, lalu bila memang dimungkinkan untuk rekonstruksi sekolah, saya rasa pihak sekolah juga tidak ada masalah,” papar Jian. Selain itu, dia juga menyampaikan harapan kepada warga sekitar untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar.
Di sisi lain, Kepala Daerah Operasi (Daops) Manggala Agni Pontianak, Sahat Irwan Manik, menuturkan pihaknya terkendala minimnya sumber air ketika menangani Karhutla di Desa Arang Limbung ini. “Sumber airnya sulit kita temukan,” jelasnya kepada Rakyat Kalbar, kemarin sekitar pukul 16.30 WIB.
Selain itu, lanjut dia, lahan yang terbakar tersebut memiliki tekstur tanah gambut. Sehingga perlu penanganan intensif agar api tidak menyebar ke mana-mana.
“Pemadaman tidak bisa dilakukan sekali, karena dikhawatirkan bara api masih berada di dalam tanah,” terang Sahat.
Ia mengungkapkan, lokasi kebakaran hari ini sudah kali kedua dilakukan pemadaman. Sebelumnya, Jumat (20/7), pihaknya juga telah turun memadamkan api di situ.
“Namun berdasarkan laporan dari anggota kita yang melakukan patroli, pada pukul 08.00 WIB tadi, masih ditemukan titik api di area itu, sehingga dilakukan pemadaman kembali,” bebernya.
Langkah yang diambil saat ini, dikatakannya, adalah melakukan pendinginan area kebakaran. Sebanyak satu regu Manggala Agni yang berjumlah lima belas orang, di-back up personil TNI-Polri, serta masyarakat peduli api, diterjunkan untuk membantu pemadaman.
Apakah Manggala Agni tidak lelah? Setiap musim kering atau kala hujan jarang turun terus berjibaku melawan api Karhutla?
Sahat mengatakan, pendampingan kepada masyarakat sangat perlu dilakukan. Agar ketika masyarakat membuka lahan, cara instan dengan membakar tidak lagi ditempuh.
“Dari banyak kasus, yang ditemukan alasan masyarakat membakar lahan mereka adalah untuk membuka lahan,” ungkapnya. Sehingga, pendampingan yang dia maksudkan, adalah agar masyarakat mengubah kebiasaannya membuka lahan dengan membakar itu.
Kendala melawan Karhutla yang dituturkan Sahat diamini Komandan Rayon Militer (Danramil) Sungai Raya, Kapten Kavaleri Edi Darmadi. Dalam rangka pemadaman api, personil gabungan sulit mencari titik air yang akan digunakan untuk pemadaman.
“Andaipun kita membawa perlengkapan yang cukup, mesinnya ada, namun karena airnya tidak ada, maka sulit juga api dipadamkan,” jelasnya sekitar pukul 14.00 WIB.
Untuk pencegahan, ia menyatakan telah dan terus melakukan sosialisasi dan imbauan kepada masyarakat. Bersama Polsek Sungai Raya dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Pihaknya menyiagakan 28 personil yang di-back up Batalion infanteri 643. Disiagakan 24 jam di lokasi tersebut.
“Ada yang melakukan patroli dan ada juga yang menjaga lahan warga sampai malam, sebab saat ini kan musim kemarau, kalau (lahan gambut,red) disulut api sedikit pasti akan mudah meluas,” papar Edi.
Lantas, siapa sih sebenarnya yang memulai pembakaran lahan sampai berhektar-hektar ini? Dijelaskan Edi, dari hasil pengintaian beberapa hari lalu, ada lima orang warga Arang Limbung yang berhasil diamankan. Kini mereka sudah di Polresta Pontianak.
“Mereka membakar lahan dengan alasan lahan yang dibakar adalah lahannya sendiri,” bebernya.
Dengan personil gabungan TNI-Polri, Manggala Agni, dan masyarakat peduli api yang tidak berbanding lurus dengan luasan areal yang terbakar, ia berharap adanya kesadaran masyarakat setempat itu sendiri. Untuk peduli, tidak membuka lahan dengan cara membakar.
Ditambahkan Kapolsek Sungai Raya, Kompol Suanto, Karhutla di Kecamatan Sungai Raya ini telah beberapa kali terjadi pada 2018. “Kemarin di Parit Tanggok di Sungai Raya Dalam, lebih kurang 2 hektar, di Desa Arang Limbung di mutiara lebih kurang 5 hektar, dan hari ini di Desa Arang Limbung sebanyak 5 hektar,” paparnya.
Dijelaskannya, sudah hampir dua pekan ini, pihaknya meningkatkan patroli api. Bersama seluruh stakeholder.
Sebelum Karhutla terjadi, tindakan preventif berupa sosialisiasi kepada masyarakat telah dilakukan. Membuat banner imbauan pun sudah.
“Setiap hari Bhabinkamtibmas kita terjun ke lapangan melakukan sosialisasi dan pemasangan banner, spanduk dalam rangka mengantisipasi karhutla, dan besok juga kita akan lakukan sosialisasi ke Gunung Tamang, dengan Camat, Danramil, serta pihak perusahaan,” jelas Suanto.
Tak cukup dengan tindakan pencegahan, pihaknya juga telah memberikan sanksi tegas kepada para pelaku pembakar lahan. “Kemarin di Desa Arang Limbung, kita amankan sebanyak lima orang, namun setelah proses sidik tinggal tiga orang,” bebernya.
Yang lucu atau bisa dibilang menyedihkan, ternyata dengan segala sosialisasi yang diklaim tersebut, masih ada masyarakat yang diam-diam senang membakar lahannya. “Ada kebanggan bagi mereka, apabila ketika membakar lahan petugas tidak tahu, bangga ketika dia tidak ditangkap,” ungkap Suanto.
Untuk itu, ia menegaskan, jeratan sanksi berat akan dijatuhkan kepada pelaku Karhutla. “Kalau ada masyarakat yang membakar lahan dengan segaja, maka melanggar pasal 187 KUHP dan denda Rp10 miliar serta kurungan selama lima tahun,” tandasnya.
Laporan: Andi Ridwansyah
Editor: Mohamad iQbaL