eQuator – Pahlawan, apalagi Pahlawan Nasional merupakan predikat yang tidak bisa diraih semua orang. Itu predikat prestisius yang disematkan pemerintah kepada orang yang dianggap benar-benar berjasa bagi negara, rela mengorbankan harta benda, bahkan nyawa demi kemerdekaan bangsa.
Tidak semua orang mampu kenjadi Pahlawan Nasional. Dari sekitar 250 juta rakyat Indonesia, sekitar satu persen saja yang menyandang gelar tersebut. Namun bukan berarti perdikat pahlawan tidak dapat diraih.
Setiap zaman memiliki tantangannya masing-masing. Dulu, tantangan terbesar bangsa ini adalah keterbelengguan dari penjajahan. Kini, zaman sudah merdeka. Otomatis tantangannya pun berbeda.
Sebab itu, pahlawan tidak lagi harus dimaknai ‘yang berdarah-darah’. Bekerja keras mengisi kemerdekaan, merupakan tugas utamanya. Pada dasarnya, kita semua adalah pahlawan, dan saya percaya itu, minimal untuk diri dan keluarga.
Kurang lebih 70 tahun sudah bangsa ini merdeka. Adalah tugas kita saat ini untuk mengisinya dengan memperjuangkan apa yang menjadi cita-cita para pahlawan dulu, “menyejahterakan kehidupan bangsa”. Mereka telah meninggalkan legacy (warisan) bagi kita untuk mewujudkannya. Dan kita tahu upaya itu tidaklah mudah.
Salah satu yang mereka tinggalkan adalah semangat untuk mempersatukan bangsa yang sangat majemuk ini. Kerukunan antarsuku, agama, ras, dan golongan adalah bukti warisan mereka saat ini. Dalam hal ini mereka sudah berhasil.
Tugas kita adalah merawat dan melestarikannya. Dengan kata lain pula, upaya penyeragaman (bukan menyatukan) merupakan bentuk pengkhianatan terhadap mereka.
Perbedaan adalah sesuatu yang fitri. Ia merupakan pemberian (given) Tuhan Yang Maha Kuasa. Bukankah menolaknya berarti menentang Tuhan? Meskipun orang-orang yang berupaya menyeragamkan itu kerap mengatasnamakan Tuhan dan dalil-dalil agama sebagai justifikasi.
Indonesia dibangun atas keberagaman, ratusan suku dan ribuan sub suku, dan hingga kini anak-anak bangsa bisa hidup dalam damai. Sekat-sekat agama, suku dan golongan berbaur menjadi satu, Bhinneka Tunggal Ika.
Hampir semua sepakat, jika bangsa ini tengah terpuruk. Bukan hanya soal kebhinekaan yang mulai terkikis, tetapi juga hampir seluruh sektor. Bukan rahasia lagi, kalau hampir seluruh lumbung sumber daya alam kita kini dikuasai asing. Belum lagi korupsi, pengangguran hingga kemiskinan.
Ujian seperti datang silih berganti. Pergantian pemerintahan masih belum menunjukkan perubahan yang signifikan. Entah sampai kapan.
Namun saya percaya akan muncul para pahlawan dari kondisi yang ‘gelap gulita’ ini. Mereka yang memilih menyalakan pelita ketimbang mengutuk gelap. Putra-putri kusuma bangsa yang bakal membawa Indonesia kembali disegani dunia. (Kiram Akbar)