Hasutan Pemblokiran Tik Tok

eQuator.co.id – PEMBATALAN pemblokiran aplikasi Tik Tok tak luput dari kabar-kabar hasutan dan fitnah. Isu SARA pun ikut dibawa-bawa. Ada yang menuding karena Tik Tok milik Tiongkok. Ada pula yang menuduh ada sogokan yang besar untuk Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.

“Pemilik tiktok dari cina mendatangi mentri anu. Blokir tiktok lgsg dibuka. Rejim kacung ya begini,’’ begitu ocehan status akun Ayub Khan di sebuah grup Facebook kemarin. Di grup yang sama, akun Facebook Niki Putri Ramzan berujar yang tak jauh beda. ’’Menkominfo M3NCR3T Didatangi Bos Tik Tok Dari Taipan. Hasilnya…Tik Tok Dibuka Lagi. Memalukan!!!’’.

Nah, orang-orang yang berkicau miring seperti di atas sepertinya kurang membaca berita. Sebab, Kemenkominfo sudah menjelaskan soal hal itu di media massa. Dikutip dari JawaPos.com, pada Rabu 4 Juli 2018, Kemenkominfo mengadakan pertemuan dengan perwakilan Tik Tok di Indonesia.

Dalam pertemuan itu, perwakilan Tik Tok merespons dengan cepat pemblokiran yang dilakukan pemerintah. Mereka justru berkomitmen nurut pada permintaan pemerintah yang dijadikan alasan pemblokiran. Pertama, Tik Tok harus membersihkan konten negatif.

Kedua, mereka wajib melakukan filtering dan moderasi konten. Ketiga melakukan perubahan batas umur. Dari yang tadinya 12 tahun menjadi 16 tahun. Selain itu, Menkominfo Rudiantara meminta Tik Tok memiliki kantor perwakilan di Indonesia. Tujuannya, jika terjadi masalah di kemudian hari, koordinasi bisa dilakukan dengan mudah.

Rudiantara menyatakan, ketika permintaan tersebut dipenuhi, pemblokiran segera diakhiri. Pihak Tik Tok menyanggupi permintaan itu. ’’Kami menerima apa yang diminta Menkominfo (Rudiantara, Red). Kami akan secepatnya membereskan apa yang menjadi tanggung jawab kami,’’ jelas Senior Vice President and Corporate Strategy Bytedance Technology Zhen Liu, perusahaan aplikasi Tik Tok.

Jadi, justru pihak Tik Tok yang tunduk pada peraturan pemerintah. Kalaupun terjadi perbuatan melanggar hukum di balik kebijakan pemblokiran terhadap Tik Tok, misalnya penyuapan, tentu harus dibuktikan. Jangan asal menyebar hasutan di media sosial. Hingga kemarin, pemblokiran terhadap Tik Tok juga masih dilakukan.

Kebijakan pembukaan blokir terhadap aplikasi seperti itu juga pernah diterapkan pada Telegram. Ketika itu, Telegram diblokir karena adanya indikasi digunakan untuk kegiatan terorisme dan radikalisme. Pemerintah saat itu meminta beberapa channel yang terindikasi menyebarkan ajaran terorisme diblokir, tapi tak ditanggapi Telegram.

Setelah diblokir, CEO Telegram Pavel Durov meminta maaf dan menuruti permintaan pemerintah. (Jawa Pos/JPG)

Fakta : Kemenkominfo akan membuka blokir Tik Tok jika penyedia aplikasi tersebut memenuhi sejumlah permintaan pemerintah. Misalnya, pembatasan usia hingga penghapusan konten negatif.