Pemandu Lagu Imperium KTV Meninggal Saat Layani Tamu

Diduga Kecapekan dan Over Dosis

ilustrasi

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Pihak keluarga tak pernah menyangka Ega Apriyani harus meninggalkan mereka untuk selama-lamanya dalam usia yang masih sangat muda. Putri sulung dari tiga bersaudara yang berusia 18 tahun itu, meninggal dunia saat dalam perawatan di Rumah Sakit Promedika.

Dugaan sementara, Ega over dosis obat sakit kepala yang ia konsumsi saat tengah bekerja sebagai pemandu lagu/karaoke di Imperium KTV Hotel Garuda, Jalan Pahlawan, Pontianak Selatan, pada Senin (25/6) malam.

Ayah Ega, Rabuansyah menceritakan, sebelum kejadian, anaknya sempat berlibur ke Singkawang. Saat pulang ke rumah, Ega mengeluhkan kepalanya sakit. Ega pun mengeluh tak enak badan. Sang ayah menyarankan agar Ega tidak usah masuk kerja pada malam itu.

“Sudah saya bilang, nggak usah masuk kerja saja. Tapi anaknya nggak mau dengarin saya dan tetap mau masuk kerja. Jadi saya antar Ega ke tempat kerjanya di Imperium, jam enam sore (Senin),” ujar Rabuansyah kala ditemui Rakyat Kalbar di rumah duka, Jalan Lamtoro, Jalur 2, Pontianak Barat, Selasa (26/6).

Tanpa firasat apapun, saat waktu menunjuk 20.00 Wib, Rabuansyah terkejut bukan kepalang ketika mendapat kabar dari sambungan telepon rekan kerja Ega. Bahwa Ega masuk RS Promedika.

Saat Rabuansyah tiba di rumah sakit, nyawa Ega sudah tak bisa diselamatkan lagi. Menurutnya, Ega meninggal karena kelebihan atau over dosis obat sakit kepala yang dikonsumsinya.

Kadir Ahmad, paman Ega menambahkan, bahwa ayah Ega sempat berselisih paham dengan pihak RS Promedika terkait visum. Rabuansyah ingin visum dilakukan pada jam Ega meninggal. Namun pihak rumah sakit baru bisa melakukan visum pada pukul 07.00 Wib, Selasa (26/6). Rabuansyah menolak dan akhirnya membawa jenazah Ega untuk disemayamkan tanpa menjalani visum terlebih dahulu.

“Almarhumah sendiri juga pernah cerita, waktu pulang dari Singkawang dia merasa ada yang mengikutinya. Dia juga sempat histeris saat tiba di rumah. Nggak nyangka ternyata itu tanda-tanda Ega mau meninggal,” jelas Kadir dengan nada sesal.

Saat dikonfirmasi mengenai isu bahwa keluarga Ega diintimidasi pihak Imperium Hotel Garuda agar tidak melapor kepada polisi, Rabuansyah kembali mengatakan, bahwa hal itu tidaklah benar. Menurutnya, pihak Imperium justru terus memberikan bantuan. Sejak masuk rumah sakit hingga Ega meninggal.

“Mereka datang untuk melayat. Sempat kasih bantuan juga sebagai ungkapan duka. Walau Ega baru dua minggu bekerja di sana, tapi sudah dianggap seperti karyawan senior,” ucap Rabuansyah.

Sementara itu, pihak RS Promedika enggan memberi komentar terkait meninggalnya Ega. Menurut Tini, Bagian Operasional RS Promedika, hal itu merupakan aturan mengenai privasi pasien dan juga rumah sakit. “Jadi mohon maaf, kami tidak bisa memberi komentar apa pun mengenai pasien ini,” ucap Tini.

Informasi yang dikumpulkan, sebelum meninggal, Ega tumbang di depan pintu ruangan karaoke 605 Imperium. Kala itu, dia masih dalam jam kerja melayani para tamu karaoke di ruangan yang berada di tingkat lima tersebut.
Sekira pukul 14.00 Wib, Selasa (26/6), awak Rakyat Kalbar diizinkan pihak Manajemen Imperium melihat dan memasuki ruangan tersebut. Saat itu, ruangan yang luas sekitar 4 x 6 meter tersebut kosong.

Robby (34), Suvervisior Karaoke Imperium menceritakan, awalnya ia mendapat laporan dari pemesan ruangan 605 bahwa ladies-nya (wanita pemandu) yang melayani mereka tiba-tiba tumbang di depan pintu ruangan.

“Korban (Ega) awalnya melayani tamu. Kemudian ia keluar. Ketika akan masuk room (ruangan) kembali, korban kemudian tumbang dan pemesan room melaporkan kejadian itu ke manajemen. Pas saya berada di depan,” ujarnya.

Saat itu juga, kata Robby, dia menjumpai korban tengah tergeletak di depan room 605. Korban tampak lemah. Tak berdaya dan banyak diam.

“Karena di sekitar room 605 berisik dengan suara musik, korban kemudian dibawa ke room 601. Sampai akhirnya kemudian korban dibawa ke rumah sakit,” katanya.
“Sebelumnya, kami telah memanggil perawat. Namun karena kelamaan datang, kita kemudian membawanya ke Rumah Sakit Promedika. Dan meninggal di sana,” sambung dia.

Rosano (49), Koordinator Imperium KTV membenarkan pristiwa tersebut. “Korban (Ega) adalah karyawan kami yang baru bekerja selama satu bulan. Namun dari Jumat, sampai dengan Minggu korban tidak masuk,” ujarnya.

Dia mengatakan, berdasarkan informasi yang didapat dari rekan Ega, bahwa dia baru saja pulang dari Kota Singkawang.

“Mungkin masih dalam keadaan yang capek. Dan karena mungkin memerlukan uang, korban memaksakan masuk. Padahal menurut SOP perusahaan, jadwal masuk wajib itu pada malam hari,” ujarnya.

Diceritakan dia, awalnya pihak manajemen memang melakukan panggilan via telepon kepada korban untuk masuk pada siang hari. Namun pihaknya hanya menawarkan dan tidak memaksa.
“Karena permintaan tamu room 605 atas nama pemesan HE bersama dengan tiga orang lainnya meminta pihak Imperium menyiapkan pemandu lagu untuk menemani mereka,” tuturnya.

Room tersebut diceritakanya, telah digunakan pemesan HE dari pukul 15.30 Wib dan akan berakhir sampai dengan pukul 20.00 Wib. “Saat dikonfirmasi korban menyampaikan kesediannya. Dia datang sekira jam enam sore. Selepas Magrib, dan menurut informasi dari karyawan, korban pergi diantar ayahnya,” tutur dia.

Rosano menduga, kematian Ega karena korban dalam keadaan capek. Namun memaksakan diri untuk bekerja. “Berdasarkan informasi korban merupakan tulang punggung keluarga,” ucapnya.
Rosano menuturkan, dari cerita ayahnya di rumah duka, sebelum kejadian tersebut ayah korban pernah menawari korban menjadi salah satu anggota Panwaslu namun korban menolak dan memilih untuk bekerja di Imperium KTV.
“Coba Bapak lihat, itu kertas Pak. Dia ditawari menjadi anggota Panwaslu namun dia menolak,” ujar Rosano menirukan cerita ayah Ega.

Sebagai rasa kepedulian terhadap korban, dia menuturkan bahwa pihak perusahaan telah memberikan santunan kepada keluarga korban. “Selain itu para karyawan Imperium juga bahu membahu memberikan bantuan seikhlasnya kepada keluarga korban,” pungkasnya.

Laporan: Bangun Subekti dan Andi Riduansyah

Editor: Ocsya Ade CP