Ramadhan, Rindu yang Tak Berkesudahan

Oleh: Nurmy, AR

Nurmy, AR

eQuator.co.id – Tak terasa bulan yang penuh berkah dan keridaan-Nya datang menyapa setiap hati yang merindunya. Dalam setahun, ia hanya datang menyapa satu bulan saja. Satu bulan yang durasinya hanya 29 atau 30 hari saja. Durasi yang terlihat lama tetapi sangat singkat terasa.

Berbicara waktu kedatangannya, terkadang orang awam bertanya kenapa bulan ini datangnya pada bulan yang berbeda hampir setiap tahun Masehinya.

Jawabannya adalah terdapat dua jenis penanggalan yang dikenal dan digunakan secara internasional, yaitu: 1) penanggalan miladiyah (Masehi) dan 2) penanggalan qamariyah (Hijriyah), dimana kita terkadang menemukan perbedaan yang terasa signifikan.

Sadar ataupun tak sadar, secara penanggalan qamariyah, Bulan Ramadhan selalu saja datang setelah Bulan Sya’ban. Namun secara penanggalan miladiyah, bulan ini pernah datang pada Bulan Januari, Februari, Maret, dst. Tahun ini jatuh pada Bulan Mei.

Hal ini terjadi karena penanggalan miladiyah dihitung melalui perputaran bulan bersama bumi mengitari matahari sekali setahun, sedangkan perhitungan penanggalan qamariyah melalui bulan yang mengitari bumi sekali dalam sebulan, walaupun akhirnya bulan bersama matahari mengitari matahari sekali setahun.

Oleh karena itu, baik perhitungan miladiyah maupun qamariyah sama-sama mempunyai 12 bulan dengan nama yang berbeda. Selain itu, perhitungan hari perbulan di antara kedua penanggalan ini berbeda, dimana penanggalan miladiyah jumlah hari perbulannya adalah 28, 29, 30, dan 31, secara tetap pada bulan bersangkutan, sedangkan jumlah hari pada penanggalan qamariyah hanya dua, yaitu 29 atau 30 hari secara tidak tetap setiap bulan, tergantung pada relief atau garis itar yang dilalui oleh bulan dalam mengitari bumi.

Jika bulan yang bersangkutan -misalnya Bulan Ramadhan 1439 H.- bulan mengitari bumi melalui garis itar yang lonjong, maka jumlah harinya 30, jika Bulan Ramadhan 1439 H. nanti melalui garis itarnya yang bulat, maka jumlah harinya hanya 29, jadi bukan kita yang menentukan, tetapi tergantung perputaran planet-planet di antariksa. Subhanallaah

Terlepas dia berada pada bulan apa di penanggalan miladiyah, Ramadhan tetap memiliki arti dan keagungan tersendiri bagi umat muslim. Dari sisi normatif keagamaannya, umat Islam pastilah merasa bergembira dengan kedatangan bulan sucinya, bulan Ramadhan. Karena pada bulan ini orang-orang beriman diperintahkan berpuasa selama sebulan penuh berdasarkan kitab suci Alquran.

Umat Islam berkeyakinan bahwa bulan suci Ramadhan membawa berkah dan kebaikan yang banyak bagi setiap Muslim yang beribadah dengan baik dan benar sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Setiap ibadah dan kebaikan yang dilakukan pada bulan ini berlipat ganda nilainya di sisi Allah swt.

Tiap muslim berusaha beribadah sebaik mungkin. Dan secara ikhlas rela berkorban harta untuk orang lain sesuai kemampuan mereka.

Walaupun Bulan Ramadhan datang sekali setahun, ia datang membawa berkah dan kebaikan yang menyaingi kebaikan seribu bulan. Dimana segala amal perbuatan baik diganjar dengan pahala berlipat-lipat, syaitan dibelenggu, segala pintu kebaikan dan keberkahan dibuka selebar-lebarnya.

Ramadhan selalu dirindu, peluang mendulang pahala dengan segala bentuk ibadahnya (yang wajib rewardnya berlipat-lipat, ibadah sunnah senilai ibadah wajib, bahkan menyantap sahur memperoleh pahala dan keberkahan), serta kebersamaan yang tercipta di dalamnya (kebiasaan berbuka dan sahur bersama yang pada bulan-bulan lain terasa berat dilakukan di era milenial saat ini).

Meskipun bulan ini membuka ruang pahala, namun semuanya harus sesuai dengan tuntunan agama yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, antara lain petunjuk Rasul SAW adalah “Shalat lima waktu ke shalat berikutnya, dan shalat Jumat ke shalat Jumat berikutnya, serta Ramadhan ke Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa di waktu antaranya itu semuanya, selama dosa-dosa besar terhindarkan” (HR. Muslim).

Hal yang pasti menjadi icon kerinduan akan Ramadhan yakni terdapat satu malam di akhirnya yang jika seorang Muslim beramal secara sungguh-sungguh dan ikhlas, maka lebih baik daripada 1000 bulan. Selain itu, janji Allah dan Rasul-Nya melalui sabda Beliau.

“Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan yang didorong oleh rasa keimanan yang sungguh-sungguh dan mengharap keridhaan Allah semata, maka dijamin dosa-dosanya (dosa-dosa kecil) yang lalu akan terhapus/diampunkan oleh Allah swt.” (HR. Ahmad).

Banyaknya privilege atau keistimewaan yang diberikan Allah pada umat muslim selama Ramadhan membuat setiap muslim merindukan kedatangan Bulan Ramadhan serta berharap masih dapat berjumpa dengannya di tahun-tahun berikutnya.

Karena setiap Muslim berkeyakinan bahwa keselamatan kehidupan akhirat sana, tergantung pada kehidupan mereka sekarang di dunia. Padahal kehidupan manusia sekarang ini banyak kelalaian dan kealpaan baik yang tidak disengaja maupun yang terang-terangan, sehingga jika tidak ada ampunan Allah, maka pasti kesengsaraan yang tiada batas di akhirat kelak.

Ampunan Allah tidak datang dengan sedirinya, tetapi harus melalui usaha dan jalan yang ditempuh sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Nah, Bulan Ramadhanlah salah satu kesempatan untuk memperbaiki diri.

Kenyataan lain yang tampak ketika bulan Ramadhan datang adalah sirkulasi dan kegairahan ekonomi rakyat bersemangat tinggi, peredaran uang sangat lancar, sebagai efek samping kedatangan bulan Ramadhan.

Kerinduan akan Ramadhan bukan hanya tentang janji-janji Allah mengenai keutamaan beribadahnya, tetapi keadaan dan situasi di dalamnya yang bahkan dinikmati oleh umat nonmuslim.

Tidak hanya masjid yang penuh dengan orang yang beribadah, panti asuhan, pemukiman kumuh, lokasi bencana, bahkan sudut lampu merah menyuguhkan pemandangan yang menyejukkan hati dimana setiap orang saling berlomba untuk memanen pahala, baik dengan menyumbang, raise money for charity ataupun membagi-bagikan ta’jil dan sahur.

Pasar dengan segala metode penjualannya memberikan iklim yang berbeda bagi konsumennya selama Ramdhan, seperti backsong dan dekorasinya yang tentu saja menyejukkan bagi umat muslim. Terlebih jajanan pasar menyambut buka puasa dengan segala jenis kue yang hanya kita jumpai di bulan suci ini. Ramadhan memang bulan penyemai rindu dimana setiap Muslim yang taat merasakan sangat dekat dengan Allah, karena ketaqwaan dan keimanannya dirasakan bertambah.

Hal ini pula yang disebutkan oleh Rasul saw bahwa; “Iman itu adalah ucapan dan pengalamalan, dapat bertambah dan berkurang” (HR. Bukhari).

Oleh sebab itu, iman seseorang mendorong untuk beramal dan amalan-amalan yang baik dan banyak menyuburkan keimanan seseorang, terlebih lagi amalan-amalan pada bulan Ramadhan yang demikian suci dan agung itu. Kenikmatan menjalani setiap ibadah dan kegiatan di bulan ini telah mampu memberikan kerinduan, bahkan sebelum bulan ini beranjak pergi.

Hanya saja sangat disayangkan, karena antara emosional keagamaan masyarakat kita belum seimbang atau tidak berjalan lurus dengan pengetahuan keislamannya. Oleh sebab itu, kadang-kadang kita menemukan pengalamalan keislaman seseorang tidak sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, dan sekaligus tidak rasional.

Hal ini menjadikan kita semua bertanggung jawab dalam hal dakwah amar makruf dan nahi munkar serta melakukan pendidikan dan pencerahan secara terus-menerus sehingga Ramadhan sebagai Bulan Rindu Tak Berkesudahan dapat dinikmati oleh semua umat muslim tanpa terkecuali. Wallahualam..

 

*Dosen FUAD IAIN Pontianak