eQuator.co.id – Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia. Dengan keutamaan sebagai bulan diturunkannya al-Qur’an dan diyakini sebagai bulan ibadah. Bulan diterimanya doa-doa, bulan penyucian diri (tazlayatun nafs), bulan pertobatan serta bulan permohonan ampun atas segala dosa-dosa yang telah dilakukan.
Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Jabir! Inilah bulan ramadhan. Siapapun yang berpuasa pada siang harinya dan menghabiskan sebagian malamnya dengan menajatkan doa-doa …. maka, dosa-dosanya akan berguguran seiring berlalunya bulan ramadhan.”
Ramadhan juga merupakan bulan yang penting, dan dianggap oleh sebagian kalangan sebagai bulan pendidikan (syahr at-tarbiyah), dimana madrasahnya adalah diri sendiri orang lain dan lingkungan sekitarnya, sistem belajarnya setiap hari, materinya adalah praktik dan pengamalan al-Qur’an dan al-Hadits, ujiannya dilakukan setiap saat, dan ijazahnya adalah pribadi yang dikenal dengan istilah la’allakum tattaqun.
Berangkat dari pandangan tersebut, tidak mengherankan jika ramadhan menjadi bulan yang tepat dengan alokasi waktu maksimal di dalam menanamkan dan mempraktikan nilai-nilai pendidikan karakter sebagaimana diamanatkan dalam UU No 20 Tahun 2003. Suatu nilai luhur pendidikan yang lahir dari karakter kehidupan bangsa, meliputi; kejujuran, tanggungjawab, patriotisme, kepedulian (lingkungan dan sosial), kedisiplinan, religiusitas dan nasionalisme. Dengan demikian maka, pendidikan karakter yang dimaksud dalam tulisan ini adalah pendidikan yang dibangun di atas nilai-nilai agama, budaya serta sosial kemasyarakatan.
Internalisasi pendidikan karakter di bulan ramadhan merupakan suatu keniscayaan, karena pada dasarnya nilai-nilai tersebut telah termanisfestasikan pada karakter generasi yang bersifat Qur’ani, yaitu generasi yang mampu menjadikan al-Qur’an sebagai panutan, pedoman, dan dasar berperilaku, bertindak serta berucap dalam kehidupan sehari-hari. Disini kekuatan iman, hati dan diri pribadi diperlukan serta dukungan juga motivasi dari guru dan orangtua dibutuhkan.Tidak mengherankan, jika puasa seperti yang disebutkan dalam firman Allah SWT dalam surah al-Baqarah (2) : 183, ya ayyuhaladzina amanu, diserukan kepada orang-orang yang beriman bukan perorangan.
Kejujuran (as-shidqu), tanggungjawab, (mas’uliyah), patriotisme (nubul wathan) dan nilai-nilai pendidikan karakter lainnya bukanlah suatu nilai maupun istilah yang asing dalam Islam, melainkan sesuatu yang memang sudah tertanam serta dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana terdapat dalam sikap dan prilaku akhlak mulia (mahmudah).
Inilah saat yang tepat menggesar paradigma bahwa bulan ramadhan hanya sebatas bulan untuk berbagi dengan sesama dan menjadikan pahala berbagi tersebut sebagai alat ukur keberhasilan ibadah puasa. Namun lebih penting dari hal itu adalah memperbaiki dan membentuk diri pribadi yang ulul al-bab, artinya pribadi yang dapat diandalkan dari segala aspek, baik intelektual maupun spiritual.
Dari berbagai penjalasan tersebut, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Ar-Arad (13): 11, yang artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” Semoga puasa ramadhan kita menjadi salah satu puasa yang membawa perubahan ke arah kebaikan pada diri kita serta menjadi ganjaran ibadah yang dapat menghapuskan dosa-dosa kita yang telah lalu. Wallahu a’lam bishawab.
*Dosen FTIK IAIN Pontianak