Benarkah Nirigi Sebut Bawa Bom?

Kepanikan Dalam Pesawat Lion Air, Sebelas Penumpang Jadi Korban

KLARIFIKASI. Frantinus Nirigi dan dua pramugari Lion Air saat dimintai klarifikasi di ruangan ADO Bandara Internasional Supadio Kubu Raya, Senin (28/5) malam—Humas for RK
KLARIFIKASI. Frantinus Nirigi dan dua pramugari Lion Air saat dimintai klarifikasi di ruangan ADO Bandara Internasional Supadio Kubu Raya, Senin (28/5) malam—Humas for RK

eQuator.co.id – Sungai Raya-RK. “Astagfirullah, ya Allah”. Seperti itulah ucapan disertai tangisan para penumpang dalam rekaman video amatir yang beredar.

Kegaduhan luar biasa itu terjadi di Bandar Udara Internasional Supadio Kubu Raya, Senin (28/5) malam. Betapa tidak, disaat 95 persen dari 189 penumpang yang sudah naik ke pesawat Lion Air rute Pontianak-Jakarta itu dihebohkan dengan kabar ada yang membawa bom dalam pesawat.

Rasa ketakutan dan kepanikan itu membuat semua penumpang berhamburan menyelamatkan diri. Saking tak sabarnya untuk mencapai pintu keluar, ada penumpang yang nekat tanpa instruksi membuka paksa kedua jendela darurat (emergency exit window) sebelah sayap kanan. Setidaknya sebelas penumpang yang menjadi korban setelah melompat ke apron dari pintu darurat itu.

Usut punya usut, seorang penumpang bernama Frantinus Nirigi, dikabarkan menyebut membawa bom. Entah benar atau tidak dia mengucapkan membawa bom? Yang pasti saat ini pria lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak tersebut masih diperiksa polisi.

Ditemui di ruangan ADO Bandara Supadio, Manager Operasional PT Angkasa Pura (AP) II Bandara Internasional Supadio Kubu Raya, Bernard Munthe menyatakan, isu bom di bandara merupakan candaan dari penumpang.

Kepada sejumlah wartawan, ia menerangkan pada Senin (28/5) pukul 18.40 Wib, petugas Avsec bernama Rino Setiadi menerima laporan bahwa ada gurauan atau ancaman bom dari salah satu penumpang pesawat Lion Air nomor penerbangan JT 687.

“Yang bersangkutan ini (Nirigi), menyampaikan ketika tasnya akan diperiksa pramugari, mungkin barang kali beliau tidak senang, entah bagaimana caranya untuk penempatan bagasinya itu, sehingga muncul kata-kata bom,” kata Bernard.

Itu pun, lanjut dia, sesuai keterangan penumpang. Sementara ini, kata dia, masih dalam proses klarifikasi. “Saat mendengar ada ancaman bom, pramugari memberikan briefing untuk menyampaikan ke kapten (pilot), dan kapten memberikan pemberitahuan dalam pesawat,” jelas Bernard.

Setelah adanya pemberitahuan dari kapten, pramugari menyampaikan ke semua penumpang untuk keluar perlahan-lahan dan tenang. “Karena ada kata-kata ancaman itu, sehingga mungkin penumpang-penumpang ini merasa panik,” katanya.

Saat kepanikan memuncak, semua penumpang berhamburan. Pihak keamanan bandara bersama TNI dan Polri bergegas menjemput Nirigi dan dua pramugari untuk diminta memberikan klarifikasi. Di ruangan ADO, Nigiri dan dua pramugari itu memberikan penjelasan. Dan, pemeriksaaan berlanjut di Polresta Pontianak.

Bernard mengatakan, hasil konfirmasi pihaknya, penumpang yang panik tidak mengindahkan instruksi pramugari dan membuka paksa pintu/jendela darurat. Penumpang kemudian nekat melompat melalui jendela darurat itu.

“Bukanya pintu darurat ini bukan atas instruksi pramugari. Tapi inisiatif dari penumpang. Sehingga beberapa penumpang ini nekat melompat dari pintu darurat dan menimbulkan masalah,” ujar Bernard.

Dari data yang diterima pihaknya, penumpang yang luka-luka hanya sekitar tujuh orang. Korban kemudian langsung dibawa ke Rumah Sakit Angkatan Udara (RSAU) dr Mohammad Sutomo, Lanud Supadio.

“Informasi terakhir, tiga korban sudah keluar dari rumah sakit. Tidak fatal. Hanya butuh perawatan saja. Patah kaki tidak ada. Mereka hanya trauma,” tegasnya.

Sementara penumpang lainnya tetap diberangkatkan. Namun harus menunggu kru pesawat yang dari Jakarta. “Karena dua pramugari tetap dibawa penyidik untuk dimintai keterangan,” tuturnya.

Bernard juga sempat berbincang dengan Nirigi. Pemuda itu merupakan alumni Untan. Nigiri baru saja lulus kuliah program sarjana pada Mei tadi. Rencananya dia akan pulang ke Wamena transit Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten (CGK).

“Dia adalah mahasiswa yang sudah selesai kuliah dan wisuda. Dia berencana akan balik ke kampung halamannya di Wamena,” terang Bernard.

Pengamatan yang dilakukan pihak PT AP II, pesawat Lion Air JT 687 itu tidak mengalami masalah pasca kegaduhan. “Tapi sesuai dengan SOP, bahwa seluruh kabin dan bagasi penumpang kita periksa ulang untuk memastikan apakah ada indikasi bom,” kata Bernard.

Secara spesifik, lanjutnya, barang bawaan Nirigi telah diperiksa bersama aparat keamanan. Tidak ada ditemukan barang terkait bom. Secara global, sesuai SOP semua barang penumpang juga diperiksa ulang. Juga melalui x-ray. “Tidak ada juga ditemukan barang berkaitan dengan bom,” ujarnya.

Kembali Bernard menerangkan, mungkin cara Nirigi menyampaikan kekesalannya tidak tepat dan salah. Sedangkan pramugari menangkap ucapan Nirigi menjadi suatu ancaman. “Tapi ini lagi dalam penyelidikan. Detailnya seperti apa, nanti mungkin kita akan dipanggil (kepolisian) untuk membahas masalah ini,” katanya.

Pasca diterpa isu penumpang bawa bom, pengamanan di Bandara Supadio diperketat. Walaupun tanpa ada kejadian itu, pihaknya selalu memperketat pengamanan. Karena bandara merupakan salah satu objek vital. “Kami selalu berupaya meningkatkan pengamanan dan selalu waspada. Apalagi terkait dengan situasi saat ini,” terangnya.

Selama menjabat kurang lebih lima bulan ini, kata Bernard, candaan bawa bom baru kali pertama terjadi. “Candaan bom seperti ini saya kira baru sekali terjadi di Pontianak ya. Saya juga baru bertugas di sini,” pungkasnya.

 

Batal Pulang Kampung

Nirigi, batal pulang kampung. Kepulangan tertunda setelah menyelesaikan pendidikan di Untan ini, karena ada tuduhan candaan bom kepadanya. Akibatnya, alumni Fisip Untan yang disebut angkatan 2009/2010 ini terpaksa berurusan dengan polisi.

Hingga Senin malam pukul 23.30 Wib, Nirigi tampak masih diperiksa di ruangan penyidik Kanit Resum, Sat Reskrim Polresta Pontianak. Dari balik jendela kaca, ia terlihat tengah menjelaskan kejadian sebenarnya.

“Yang bersangkutan sudah diamankan dan masih diperiksa. Dia bisa dikenakan sanksi delapan tahun (penjara). Itu maksimal ya,” tegas Kapolresta Pontianak, AKBP Wawan Kristyanto usai melihat pemeriksaan terhadap Nigiri, Senin (28/5) sekira pukul 22.50 Wib.

Sanksi tersebut sesuai Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 437 ayat 1 dan 2. “Saat ini kita masih proses lanjut. Untuk motif masih kita kembangkan,” ujarnya.

Hasil pemeriksaan sementara, kata Wawan, tujuan Nirigi akan pulang kampung ke Jayapura transit di Jakarta. “Yang bersangkutan adalah salah satu mahasiswa perguruan tinggi yang ada di Pontianak. Sudah wisuda. Dia mau kembali ke kampung halamannya dengan barang yang banyak,” jelas Wawan.

Lebih jauh dia menjelaskan, dalam perjalanan pulang ke kampung halamannya, Nirigi menumpang pesawat Lion Air, Boeing 737-800NG (B378) registrasi PK-LOJ yang dijadwalkan lepas landas pukul 18.40 Wib.

“Dia ini ditanya pramugari, tasnya berisi barang apa. Dia bilang tasnya berisi bom. Dia ini istilahnya joke bom,” terang Wawan.

Lajunya pemberitaan dan media sosial terkait kegaduhan di bandara, membuat Nirigi mejadi sorotan. Bahkan beredar viral bahwa Nirigi sebenarnya tidak pernah menyebutkan kata ‘bom’. “Masih kita dalami,” ungkap Wawan ketika ditanya terkait motif Nigiri.

Pemeriksaan terhadap yang bersangkutan, kata Wawan, masih terus dilakukan. Termasuk mendalami motif Nigiri menyebutkan adanya bom di dalam tasnya. Wawan juga memastikan pihaknya tetap proposional dan menyelidiki semua kemungkinan dalam kasus ini.

Kejadian ini, diharapkan Wawan merupakan terakhir kalinya. Maka ia mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam berucap. “Jadi, dalam lingkungan bandara, pesawat apalagi, itu tidak boleh bercanda tentang bom,” imbaunya.

Informasi yang dikumpulkan di lapangan, Nirigi duduk di seat 2 C. Sebelum kegaduhan, pramugari-pramugari tengah merapikan barang bawaan atau tas di cabin.

“Nah saat itu Frantinus (Nirigi) bilang begini ‘dalam tas saya ada tiga buah laptop Bu’. Sekali lagi Frantinus bilangnya ‘Bu‘. Mungkin karena logat bicara orang Papua cepat, Si mbak pramugarinya sudah rest time jadi salah dengar. Kata ‘Bu’ dikira ‘bom’,” ujar sumber yang enggan namanya disebutkan.

Setelah kejadian itu, lanjut sumber mengatakan, pihak ground handling Lion Air memanggil Nirigi untuk keluar. “Teman Si mbak pramugarinya sudah announce bahwa pesawat ada bom. Panik lah semua penumpang,” terang dia.

Padahal saat itu, sambung sumber, Nirigi sedang berada di garbarata pesawat. Dia lagi diinterogasi singkat oleh petugas. “Lalu karena di dalam pesawat panik, penumpang ada yang buka pintu jendela darurat di sayap kanan (lurusan dengan co-pilot). Pada loncat tuh dari sayap kanan turun ke apron,” paparnya.

Di media sosial maupun aplikasi pesan yang kemudian menjadi viral, juga banyak percakapan bahwa Nigiri hanya menjawab di dalam tasnya terdapat tiga buah laptop, ketika ditanya pramugari. “Hati-hati Bu, ada laptop.” Seperti itu jawaban Nirigi.

Dialek timur Nigiri yang berbicara cepat, diperkirakan terdengar berbeda oleh beberapa penumpang dan pramugari, sehingga terjadi kegaduhan. Maka seorang penumpang bahkan membuka pintu darurat atas inisiatif sendiri, karena kepanikan itu.

Hingga Selasa (29/5) masyarakat masih bertanya-tanya, apa benar Nigiri menyebut bom? Akun instagram yang memposting foto yang menggambarkan penumpang pesawar Lion Air JT-687 berhamburan keluar sampai ada yang berdiri di atas sayap pesawat. Postingan itu pun menuai berbagai komentar dari netizen.“Menurut informasi yg di dapat, kejadian ini terjadi hanya karna kesalah pengertian akan pemahaman yg di trima pramugari bro.., dia itu orang timor yg notabene nya buat kita susah untuk dengan aksen2 nya, dia cuma bilang ama mbak2 pramugari saat mau bantu naikin tas nya ke cabin, ade laptop 3 biji, jadi dia bilang “AWAS BU.., HATI2” dan penumpang yg duduk di sebelah dia juga dengarnya dia bilang “AWAS BU” bukan nya “AWAS BOM”,” ujar akun @Zarkis_azran mencoba membagi informasi yang dia dapatkan.

“Rata2 komentarnya bully semua, belom tau kronologis sebenarnya udah asal tuduh, mencaci, nuduh org tindakan pidana jg lho, bagus menyimak jk, dripada komentar negatif buat dosa aja,” tulis @hendrikus_suyatno.

Beredar pula video pramugari Lion Air yang tengah memberikan penjelasan kepada Bernard Munthe, Manager Operasional PT AP II Bandara Internasional Supadio Kubu Raya.

Dari video, pramugari itu menyebutkan, keadaan panik dan penumpang tidak bisa ditenangkan. Para pramugari sedang tidak berada di posisi dekat pintu darurat, sehingga tidak bisa mencegah pintu tersebut dibuka. “Saya sudah menjelaskan dengan pengeras suara agar keluar dari pintu,” ujarnya.

Pengamat Komunikasi Untan, Dewi Utami menilai masyarakat tidak perlu gegabah dalam beropini. “Bukannya tidak boleh, tapi sebaiknya tahan jari untuk tidak membahasnya di media sosial,” ungkap Tami kepada Rakyat Kalbar melalu pesan WhatsApp, Selasa (29/5).

Tami mengatakan berita ini belum diketahui pasti kebenarannya. Kalau mau jeli kata dia, sampai sore ini (kemarin, red), masyarakat belum melihat berita berimbang dari kedua belah pihak. Apakah benar yang bersangkutan mengakui membawa bom?

“Itu semua versi dari pihak selain yang bersangkutan. Karena justru saya mendengar versi berbeda dari saksi yang meyakini itu hanya salah paham orang-orang karena logat dia. Menyebut “hati-hati bu” terdengar seperti “hati-hati bom” jelasnya.

Dosen Fakultas Fisip Untan ini juga menilai sikap latah masyarakat dalam menyebarluaskan identitas yang bersangkutan. Dapat berpotensi merusak nama baik seseorang, keluarganya dan institusi pendidikan sesuai kartu identitasnya.

“Menyebarluaskan identitas pribadi seseorang tidak dapat dibenarkan tanpa alasan yang kuat. Yang paham hukum pasti tahu hal ini. Penyebarluasan kabar yang masih tak pasti bisa jadi artinya kita ikut menyebarkan fitnah. Astaghfirullah,” ungkap Tami.

Tami menuturkan kasus ini kembali menunjukkan adanya salah satu fenomena komunikasi. Yakni sekali disampaikan, tak bisa ditarik kembali. Demikian pula masyarakat yang begitu cepatnya melempar opini yang telah menimbulkan semacam kegaduhan sosial.

Ia pun menyarankan kepada seluruh masyarakat sebelum menyebarkan informasi. Harus tanya dulu pada diri sendiri, apa manfaatnya menyebarkan informasi ini kepada orang lain? Lalu, apakah ada pihak-pihak yang dirugikan atau justru diuntungkan dengan kita menyebarkan informasi tersebut? “Sedikit merenung dan berpikir akan menjadikan kita pengguna media sosial yang cerdas,” pungkas Tami.

Dekan Fisip Untan, Drs. Sukamto, M. Si menuturkan, selama menjadi mahasiswa Nirigi selalu bersikap baik. Tidak pernah bertingkah aneh. Walau dari sisi akademi dia tidak menonjol. “Itu yang saya tahu. Ini bukan membela dia, tapi memang itu kenyataannya selama ia jadi mahasiswa,” katanya kepada Rakyat Kalbar, Selasa (29/5).

Maka dari itu, Sukamto meminta kepolisian harus bijak menangani kasus ini. Harus menyimpulkan dari dua sisi. Baik dari pramugari dan Nirigi.

“Jangan hanya melihat dari satu sisi saja. Ini lebih kepada masalah miskomunikasi, bila saya melihat berita yang beredar,” kata dia. Dialek orang Timur memang berbeda dengan dialek kita jadi terasa asing. Terutama karena kita ini juga lagi dirundung kekhawatiran akibat bom beberapa waktu lalu,” ujarnya.

Lalu karena Nirigi sudah berstatus alumni, maka pihak Fisip tidak mempunyai tanggung jawab apa-apa terhadapnya. “Kecuali bila dia masih mahasiswa. Jadi jangan jadikan kasus ini diarahkan pada lembaga. Jadi, lebih bijaksana lah dalam melihat kasus ini,” pintanya.

Kalau memang Nirigi salah, tetapkan salah. Bila ia benar, tetapkan akan menjadi benar. “Berimbanglah dalam melihat kasus,” ucapnya.

Terlepas benar dan tidaknya Nirigi menyebut bawa bom, Sukamto tetap mengimbau masyarakat untuk tidak sembarangan bercanda. Harus lihat situasi dan kondisi. “Apalagi belum lama ini kita diteror bom, sehingga ngucap bom dikit aja udah bikin khawatir sekali,” terangnya.

Terpisah, Pardi, seorang doktor di Fisip Untan menyebutkan, bahwa Nirigi memang logat bicaranya cepat. “Saya saja selalu minta dia mengulang kalimat jika ada yang tidak jelas. Jadi mungkin saja salah dengar,” ujarnya.

Nirigi adalah mahasiswa penerima beasiswa dari Pemerintah Provinsi Papua. Dia asal Wamena. Selama menempuh kuliah di Kalbar, belum pernah dia pulang ke kampungnya. “Biayanya mahal. Dia cerita bisa sampai Rp10 juta kalau mau pulang,” ungkap Pardi yang juga dosen pembimbing Nirigi.

Bahkan dikabarkan dia pernah menjadi kuli bangunan untuk menambah biaya hidup dan kuliah di Bumi Khatulistiwa ini. “Makanya dia bertahan. Dari Jayapura ke tempat asalnya harus menempuh waktu empat jam perjalanan lagi,” sambung Pardi.

Ia juga tidak menampik kemungkinan ada stigma dalam melihat penampilan Nirigi. “Kesannya keras. Padahal tidak kok. Semoga apa yang dituduhkan tidak benar,” harapnya.

 

Laporan: Ocsya Ade CP, Bangun Subekti, Rizka Nanda

Editor: Arman Hairiadi