eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kalbar memusnahkan 5 kilogram sabu dan 4.629 butir ekstasi, Jumat (11/5). Barang haram tersebut dibakar menggunakan incinerator di halaman kantor BNNP Kalbar, Jalan Parit H Husen 2, Pontianak.
Sabu merupakan hasil pengungkapan di Kabupaten Sambas, Rabu (25/4). Sedangkan ekstasi pengungkapan di Sanggau Ledo Kabupaten Bengkayang pada hari yang sama. Dalam kasus ini ada empat tersangka.
Sebelumnya, BNNP menetapkan tiga tersangka. Namun hasil pengembangan, terdapat tersangka baru berinisial D yang berperan sebagai pengendali dari dalam Lapas Kelas 2 Pontianak. Dari dua lokasi penangkapan barang haram tersebut merupakan satu jaringan. “Sudah dua kasus yang diungkap di Kalbar dengan melibatkan dua orang tersangka sebagai pengendali dari Lapas,” ujar Plt. BNNP Kalbar M. Ekasurya Agus.
Dijelaskannya, pelaku berinisial D yang mendekam di Lapas menjalani hukuman dengan kasus yang sama. Ia di vonis 19 tahun penjara dan sudah di kasasi, sehingga hukumannya akan bertambah berat. “Dulunya dia ikut bermain, sekarang mengendalikan lagi, yang baru kita ungkap yang ini,” ujarnya.
Dengan pengungkapan kasus baru ini kemungkinan D akan lebih mendapatkan hukuman lebih berat. Bahkan bisa di vonis mati.
“Di Lapas dia masih bisa menjadi pengendali. Dialah otaknya pengendali di kasus lima kilo ini,” katanya.
Ekasurya menuturkan, ada terpidana narkotika yang sedang menjalani hukuman tetapi masih bermain. Mereka tidak jera, karena tetap mengendalikan bisnis barang haram tersebut. “Harus ada hukuman tambahan yang berlipat bagi mereka yang sudah terlibat dan melakukan kembali kejahatan narkotika,” tegasnya.
Berdasarkan data BNN, lebih dari 80 persen jaringan narkotika dikendalikan dari dalam Lapas. Fakta ini hasil pengungkapan tahun 2018. “Ini tentu saja menjadi PR (pekerjaan rumah) bersama,” ucapnya.
Mungkin kedepan kata dia, mesti ada Lapas khusus narkotika di Kalbar. Sehingga bisa memantau, melihat, mengendalikan orang yang masuk dan datang ke dalam lapas. Kewenangan itu, ada pada Kemenkumham, tepatnya Divisi Pemasyarakatan.
“Tapi kalau kita punya lembaga khusus yang menangani penjahat narkotika mungkin kita lebih berperan. Mungkin BNN, Polri dan TNI bisa ikut masuk, kita awasi bersama,” ujarnya.
“Kita mengapresiasi sinergitas TNI, Kejaksaan, Kemenkumham yang sudah mensupport. Dan di ketahui juga ada pengungkapan kasus yang dilakukan oleh TNI di Entikong,” timpal Ekasurya.
beberapa kasus yang diungkap, barang haram masuk dari Malaysia. Dia mengaku tidak mengerti bagaimana pengawasan di Malaysia, sehingga narkoba bisa masuk ke Indonesia. “Kita harapkan upaya pencegahan bisa juga dilakukan pada level desa. Mungkin perlu payung hukum,” sebutnya.
Mudah-mudahan sinergitas yang sudah terjalin baik dapat ditingkatkan. Sehingga pencegahan, pemberantasan dan peredaran narkotika bisa dilakukan secara maksimal. Diharapkan pula peran pemerintah daerah, khususnya yang berbatasan langsung dengan negeri jiran.
Ekasurya menyampaikan untuk melaksanakan tugas secara maksimal, BNNP Kalbar setidaknya memerlukan sekitar 700 personel. Namun personel yang ada saat ini 500 lebih. Sehingga menjadi kendala dalam melaksanakan tugas untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan di Kalbar.
Secara geografis Kalbar sangat luas. Di daerah perbatasan, banyak jalan setapak atau jalan tikus yang berpotensi menjadi jalur penyeludupan narkoba. Kemudian ada 300 lebih desa yang berbatasan langsung dengan wilayah Malaysia. “Tidak menutup kemungkinan itu juga berpotensi untuk masuknya peredaran narkotika,” ungkapnya.
Dia berharap ke depan pemenuhan SDM bisa segera terlaksana. Memang selama ini SDM yang ada di BNNP mendapat bantuan dari Polda, Kejaksaan dan Pemda. Tapi untuk kekuatan organik sangat sedikit. Karena sangat jauh dari kebutuhan. Belum sarana dan prasarana yang dimiliki terbatas.
“Anggota kita sarana dan prasarana terbatas juga, kita harus mobile dengan kekuatan beberapa orang untuk mem-backup seluruh wilayah Kalbar, wilayahnya luas, jangkauannya jauh, itu kendala kita,” demikian Ekasurya.
Laporan: Maulidi Murni
Editor: Arman Hairiadi