Wanita Sosok yang Mulia, Maka Muliakanlah!

Oleh: Muyessaroh*

Muyessaroh
Muyessaroh

eQuator.co.id – Berbicara tentang perempuan, tidak pernah lepas dari kata cantik dan seksi. Ya, dua kata tersebut selalu diidentikkan dengan perempuan. Kecantikan dan keseksian selalu menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum perempuan. Apalagi jika perempuan tersebut seorang perempuan karir, maka hal tersebut bisa menjadi nilai plus bagi dirinya. Dari berbagai sudut melihat keeksistensian perempuan sebagai makhluk yang dapat diberdayakan. Namun terlepas dari itu semua, tak jarang pula kaum perempuan zaman now merasa dirinya tertindas dan didiskriminasi.

Di lansir dari cnnindonesia.com (7/3). Memperingati Hari Perempuan Sedunia yang jatuh pada 8 Maret lalu, Parade Juang Perempuan Indonesia mengagendakan sebuah aksi bersama. Dalam aksi tersebut, mereka juga akan menyuarakan 8 tuntutan dengan harapan suara mereka akan didengar oleh para wakil rakyat, presiden juga masyarakat. “Kami mengambil tema ‘Perempuan Indonesia Bergerak Bersama: Hentikan Diskriminasi, Kekerasan, Intoleransi, dan Pemiskinan’. Kenapa? Ada persoalan nyata, terus berlangsung dan belum ada perhatian. Ada kebijakan yang tidak pro kesetaraan,” kata Mutiara Ika, mewakili Parade Juang Perempuan Indonesia, Selasa (6/3).

Para kaum perempuan tersebut menginginkan keadilan, menginginkan kesetaraan dengan kaum laki-laki. Mereka ingin di lindungi hak-haknya, mereka juga berkeinginan untuk menunjukkan prestasi, potensi dan sebagainya. Lalu keadilan dan perlindungan seperti apa yang mereka inginkan?

Di zaman yang bersistem kapitalis seperti saat ini, perempuan hanya menjadi bahan eksploitasi, salah satu bentuk eksploitasi tersebut adalah menampakkan sensualitas dan keindahan tubuh perempuan untuk kepentingan bisnis. Tidak hanya eksploitasi fisik, penderitaan perempuan diperparah dengan eksploitasi seksual. Sering terjadi pemerkosaan dan kekerasan terhadap perempuan (TKI).

Realitas yang dihimpun Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) pada 2011 menunjukkan, terjadi 2.209 pelecehan/ kekerasan seksual pada perempuan pekerja migran. Bahkan 535 orang yang kembali ke tanah air dalam keadaan hamil. Sebuah penelitian di sejumlah negara Asia Pasifik mencatat tingkat pelecehan seksual terhadap para pekerja/buruh perempuan mencapai 30%-40% dari seluruh masalah ketenagakerjaan yang ada.

Kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan merupakan buah dari kerusakan liberalisme sistem sekuler. Dimana tuntutan perlindungan terhadap perempuan, dan penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dalam sistem demokrasi hanyalah fatamorgana.

Jika sistem kapitalis demokrasi telah gagal melindungi dan menjaga martabat kaum perempuan sudah saatnya negara meninggalkan sistem tersebut. Dalam sebuah hadist di sebutkan, “Tidak dapat memuliakan derajat kaum wanita kecuali orang yang mulia, dan tidak dapat merendahkan derajat kaum perempuan kecuali orang yang jahat budi pekertinya.” (HR Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Asakir dari Ali ra). “Sesungguhnya Allah berwasiat kepada kamu sekalian untuk berbakti kepada ibumu, kepada ibumu, kepada ibumu, lalu kepada ayahmu baru kemudian kepada orang yang lebih dekat dan seterusnya.” (HR Bukhari, Ahmad dan Ibnu Majah). Kemudian hadist lain dari Anas ra, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: “Surga berada di bawah telapak kaki ibu.” (HR Al-khatib)

Hadist-hadist di atas mencerminkan betapa Islam sangat memuliakan perempuan, dalam Alquran seperti Qs. Annur ayat 31 dan Qs. Al Ahzab ayat 59 yang memerintahkan kaum perempuan untuk menutup aurat dan memakai pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya. Hal tersebut karena Islam sangat melindungi dan menjaga kehormatan perempuan sehingga terhindar dari orang-orang yang akan mengganggu atau menyakitinya.

Dalam sejarah telah dicatat, bahwa pada masa Khalifah Al Mu’tashim Billah berkaitan dengan pembelaan terhadap kehormatan perempuan. Ketika seorang perempuan menjerit di negeri Amuria karena dianiaya dan dia memanggil nama Al Mu’tashim, jeritannya didengar dan diperhatikan. Dengan serta merta Khalifah Al Mu’tashim Billah mengirim surat untuk Raja Amuria. “Dari Al Mu’tashim Billah kepada Raja Amuria, lepaskan wanita itu atau kamu akan berhadapan dengan pasukam yang kepalanya sudah di tempatmu sedang ekornya masih di negeriku. Mereka mencintai mati syahid seperti kalian menyukai khamar”. Singgasana Raja Amuria bergetar ketika membaca surat itu. Lalu perempuan itu pun segera dibebaskan. Kemudian Amuria ditaklukkan oleh tentara kaum muslim. Begitulah, menjaga kehormatan perempuan bahkan seluruh umat akan terjamin. Wallahu’alam bi ash-shawab.

 

* Karyawan swasta, warga Desa Kuala Mandor A , Kecamatan Kuala Mandor B, Kubu Raya