eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kalimantan Barat masih marak. Terbukti, dalam Operasi PETI Kapuas 2018 selama 14 hari, jajaran Polda Kalbar berhasil mengungkap 96 kasus dengan jumlah tersangka sebanyak 230 orang.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) menyebutkan, aktivitas penambangan tanpa izin setidaknya merusak dua hal, yaitu lingkungan hidup dan kesehatan. Dampak kesehatan ini baik jangka pendek maupun panjang. Oleh karena itu, PETI dilarang oleh negara.
“Ada Undang-Undang yang mengaturnya, bahkan sanksinya cukup tegas, yaitu 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar,” tegas Kapolda Kalbar Irjen Pol Didi Haryono saat press release OPS PETI Kapuas 2018 di Mapolda Kalbar, Rabu (2/5).
Berdasarkan hasil penyelidikan polisi, aktivitas PETI yang dilakukan sejak bertahun-tahun lamanya. Masing-masing kelompok, per hari mendapatkan emas sebanyak 5 – 6 gram. Emas tersebut kemudian dijual kepada pengepul dengan harga Rp380.000 per gramnya.
Didi mengaku paham, bahwa pelaku yang berkerja PETI untuk kebutuhan hidup alias makan. Yang sangat ia sayangkan adalah mereka hanya di imingi-imingi oleh pemodal, cukong atau penadah. Sehingga yang menjadi kaya orang tersebut. Sementara dampak dari aktivitas PETI ini sangat besar.
“Dampaknya sangat berbahaya, penggunaan merkuri sangat berbahaya, setetes saja sangat berbahaya bagi lingkungan dan itu mungkin tidak disadari,” ujarnya.
Dijelaskan Didi, bahwa apa yang ia lakukan merupakan penegakan hukum. Artinya, bukan semata-mata untuk menyengsarakan masyarakat. Tapi untuk mengingatkan kepada seluruh warga khususnya di Kalbar bahwa semuanya ingin hidup yang panjang dan lingkungan bersih.
Dalam press release tersebut, barang bukti dan para tersangka diperlihatkan.Puluhan tersangka yang dihadirkan tidak hanya dari pekerja, melainkan ada juga pemodal ataupun cukongnya. Untuk memberikan penjelasan dan pemahaman serta solusi terkait PETI yang sudah ada sejak lama ini, Kapolda Kalbar juga menghadirkan beberapa Kepala Dinas Kalbar. Yaitu Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (Perkim-LH), lalu Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta Dinas Kesehatan Kalbar.
Kepala Dinas ESDM Kalbar, Ansfridus memberikan apresiasi kepada Kapolda Kalbar yang telah menertibkan PETI untuk menjaga kelestarian lingkungan. Sebab kegiatan PETI banyak menimbulkan kerusakan.
Mengakomodir penambangan emas, saat ini masih menunggu usulan dari kabupaten/kota. “Jadi yang proaktif sampai sekarang, yang mengusulkan adalah Kabupaten Sintang, Melawi, anggota DPRD-nya dalam hal ini Komisi 1,” jelasnya.
Menurutnya, wilayah pertambangan rakyat (WPR) diusulkan Bupati kepada pemerintah provinsi. Nanti akan dilihat apakah ada masuk dalam wilayah pencadangan yang ada di Kementerian ESDM atau tidak. Jika ada, Gubernur akan menetapkannya sebagai WPR.
“Untuk proses izinnya dilakukan di Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dengan nama Surat Izin Pertambangan Rakyat,” ungkapnya.
WPR pastinya ada penanggung jawab untuk lingkungannya. Dalam hal ini harus dikelola satu badan usaha milik daerah atau koperasi. Sehingga untuk kerusakan lingkungan dapat dipertanggungjawabkan dan negara dapat memungut pajaknya.
Sementara Kepala Perkim-LH Kalbar, Adi Yani mengakui, PETI di di provinsi ini sudah sangat marak. Aktivitas ilegal ini sudah terjadi sejak puluh tahun lalu. Untuk itu, pihaknya bekerja sama dengan Polda mengantisipasinya. Pengungkapan yang dilakukan menurutnya hasil dari penanganan yang ada di lapangan. Sebelum ditindak, pihaknya sudah melakukan sosialisasi.
PETI kata dia, hanya dilakukan segelintir orang. Aktivitas ini tidak hanya di darat, tapi sungai. Sehingga air sungai jadi tercemar. Salah satunya sungai yang ada di Mandor jadi berkeruh.
“Sebab dari itu, setelah kami melakukan analisa air di sungai, bahwa kadar merkuri sudah di ambang batas dan ini perlu diantisipasi,” ujarnya.
Tidak mencemari sungai, PETI juga merusak lahan. Jika sebelumnya tanaman bisa tumbuh, kini menjadi padang pasir. Sedangkan untuk mengembalikannya fungsi dari lahan itu tidak cukup waktu 10 tahun.
Dampak lain yang tidak pernah dirasakan yaitu setelah para penambang melakukan pemisahan emas dengan cara pemanasan menggunakan merkuri. Emas akan menggumpal. Saat pemanasan itu merkuri menguap di udara. “Terjadi lah misalnya penguapan, uap merkuri naik ke atas,” jelasnya.
Uap merkuri itu kemudian bergabung dengan awan lalu dibawa angin. Tidak tau ke mana arah angin membawanya. Kemudian hujan turun dengan membawa butiran metil merkuri yang turun bersama hujan. “Kemudian air ditampung masyarakat untuk minum,” tukasnya.
Selanjutnya kata dia, air yang mengandung metal merkuri diminum sehingga masuk ke dalam tubuh. Bayangkan bila yang minum ibu hamil, tentu akan melahirkan anak yang cacat. Kemudian yang dewasa dalam kurun waktu 10 atau 20 tahun akan terjadi penyakit Parkinson, yaitu otak dan gerakan tidak sinkron.
“Untuk mengantisipasi ini Pemda juga sudah membuat Perda Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pengendalian Distribusi dan Penggunaan Merkuri serta bahan sejenisnya,” pungkas Adi.
Sedangkan Kepala Dinkes Kalbar Andy Jap menuturkan, setiap pembangunan pasti ingin menghasilkan manusia yang sehat dan berkualitas. Sementara PETI berdampak yang tidak baik bagi kesehatan. Di Kalbar saja, hampir 60 persen masyarakat mengkonsumsi air yang mengandalkan hujan dan sungai yang terkadang tanpa di olah. Air yang sudah tercemar merkuri, walaupun sudah dimasak maka logam berbahaya itu tidak akan hilang.
“Merkuri jenis logam, bayangkan logam masuk dalam tubuh manusia, mau dimasak suhu berapa derajat pun tidak akan hilang. Sehingga sungai yang tercemar merkuri mau kita olah apapun tetap akan masuk,” jelasnya.
Belum lagi ikan yang juga terkontaminasi, di dalam tubuhnya pasti mengandung merkuri. Lalu dimakan dan akhirnya masuk ke dalam tubuh manusia. Belum lagi tangan yang kontak langsung terhadap merkuri. Sangat mudah merkuri untuk masuk ke dalam tubuh.
“Dampak kesehatan untuk jangka pendek yang paling mudah adalah kulit gatal-gatal, pencernaan, sedangkan jangka panjang yaitu merusak ginjal, jantung bahkan merusak susunan saraf sampai ke otak,” paparnya.
Untuk itu, ia menekankan bahwa semuanya harus memperhatikan anak cucu. “Karena sangat bergantung atas apa yang dilakukan atau dikerjakan sekarang ini,” ucap Andy Jap.
Laporan: Maulidi Murni
Editor: Arman Hairiadi