eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Bahan bakar fosil yang kian krisis, membuat Amin memutar otak. Hingga akhirnya ia Konverter Kit ABG (Amin Ben-Gas).
Amin merupakan warga Kelurahan Bansir Laut Kecamatan Pontianak Tenggara. Pria 48 tahun yang senang bergurau ini lahir dan tumbuh di lingkungan para nelayan. Krisis bahan bakar kapal nelayan inilah yang membuat ide ABG itu akhirnya terwujud.
“Sekitar 75 persen biaya operasional nelayan habis digunakan membeli bahan bakar. Ditambah lagi, pergi melaut dengan mempertaruhkan nyawa, dengan hasil yang tak tentu,” terang Amin, Sabtu (7/4).
Melihat kondisi itu, bapak beranak empat ini menilai, inovasi energi dalam bidang kelautan dan perikanan sangat diperlukan. Untuk menciptakan konverter kit Amin dirinya mengandalkan pengetahuan mengenai kelistrikan dan mesin.
“Karya inovasi energi hasil dari pemikiran nelayan lokal ini adalah generasi ke 9 sejak merakit konverter kit 2010. Alhamdulillah melalui ABG bisa mengubah BBM ke gas bagi nelayan Kubu Raya,” tutur pria bermata sipit itu.
Alat konverter kit ini memiliki cara kerja yang sederhana, sehingga seluruh nelayan bisa menggunakannya dengan mudah. Alat berbentuk persegi dengan ketebalan 5 cm itu disambungkan menggunakan selang dari gas elpiji ke mesin. Selanjutnya, konverter kit akan mengatur jumlah pasokan gas elpiji sehingga seimbang dengan kebutuhan mesin yang kemudian disalurkan menuju ruang pembakaran melalui karborator.
“Saat ini konverter kit sudah bisa digunakan pada perahu nelayan bermesin satu atau dua silinder. Selain itu juga bisa dimanfaatkan pada pembangkit listrik mikro penerangan, pompa air peternakan dan perikanan, atau mesin-mesin produksi pertanian di perdesaan,” jelas Amin.
Berbagai apresiasi dan penghargaan dari dalam maupun luar negeri sudah ia raih. Penghargaan yang ia raih ini lantaran Konverter Kit ABG ciptaannya memiliki kinerja lebih hemat 5,11 kali lipat dibanding dengan BBM. Maret 2013, ciptaannya itu telah dipatenkan dan mendapatkan sertifikat kesesuaian SNI dengan tingkat komponen dalam negeri sebesar 82,64 persen.
“Jika sudah masuk SNI berarti aman digunakan, apalagi 10 ribu alat yang sudah tersebar hampir seluruh Indonesia ini tidak pernah mengalami gangguan,” ungkapnya.
Kini, Amin menjualnya pada pemerintah desa maupun kota sehingga pemerintah bisa membagikannya kepada nelayan. Kreativitas dan kerja kerasnya terbayar dengan respons masyarakat. Terutama nelayan dari berbagai wilayah di Indonesia bahkan luar negeri.
Laporan: Rizka Nanda
Editor: Arman Hairiadi