eQuator.co.id-Jakarta-RK. Pemerintah Indonesia menggangap kasus skimming, yang terjadi pada bank, murni tindakan kriminal biasa. Karena pelaku mengerti kelemahan sistem dari bank yang dibobol, bank harus memperkuat sistem keamanan dan bertanggung jawab kepada nasabahnya.
”Sangat kriminal murni,” ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) di kantornya, Jakarta, kemarin (20/3).
Selain meminta bank membenahi system keamanannya, JK juga ingin polisi segera menangkap para pelaku-pelaku pembobolan yang meresahkan masyarakat tersebut. ”Kalau ada kelemahan begitu tentu tanggung jawab bank masing-masing. Karena itu berarti ada kelemahan di sistem yang harus diperbaiki,” tegasnya.
Terkait bank pelat merah, BRI dan Bank Mandiri, yang jadi korban aksi skimming, ia menyatakan, potensi skimming bukan hanya terjadi pada dua bank tersebut. Tapi, bisa terjadi pada bank-bank lainnya bahkan juga bank di negara lain.
”Ada 64 bank menurut polisi kan, bukan hanya bank di Indonesia tapi di luar negeri juga,” tambah JK.
Sementara itu, terkait aksi skimming di Surabaya dan Jogja, pihak Bank Mandiri menyebut ada empat mesin ATM nya yang terkena skimming, yakni dua unit di Surabaya dan dua unit di Jogjakarta. Pelaku melakukan penarikan di Malaysia. Teridentifikasi 141 kartu nasabah yang terkena skimming dengan total nilai sekitar Rp 265 jutaan.
“Yang Rp 260 jutaan itu Bank Mandiri saja. Tapi sampai detik ini pengungkapan kasus skimming masih terus berlangsung. Bukan hanya satu bank tapi berbagai bank,” ujar Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Slamet Edy Purnomo ketika dikonfirmasi kemarin sore.
Corporate Secretary PT Bank Mandiri Tbk Rohan Hafa membenarkan hal tersebut. Jaringan skimmer di Jogjakarta itu satu komplotan dengan yang sudah dirilis Polda Metro Jaya di Jakarta pada Sabtu (17/3). Mereka mengincar 13 bank di Indonesia.
“Pengungkapan bermula dari satpam Bank Mandiri yang berani. Dia melihat ada perilaku yang mencurigakan di ATM, lalu mengejar orang yang berusaha memasang skimmer itu,” katanya. Bank Mandiri telah mengganti semua uang nasabah yang dicuri.
Terpisah, Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara mengatakan, pihaknya terus mengawasi upaya perbaikan yang dilakukan oleh bank. Berdasarkan laporan, sejumlah upaya itu sudah dilakukan oleh bank yang bersangkutan.
“Sudah patroli ke mana-mana, jadi setiap saat ATM-nya akan dilihat diperiksa lagi. Yang lain pemantaun secara tidak langsung dr CCTV, dari segela macam sudah dipantau,” ujarnya kepada Jawa Pos, di Kantor Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta, kemarin (20/3).
Saat disinggung soal perlu tidaknya bank meningkatkan investasi di sektor pengamanannya, dia enggan mengomentari lebih lanjut. Namun saat ditanya apakah pengamanan bank sudah baik, dia juga tidak bisa memastikan. “Kami selalu kaji manajemen resikonya,” imbuhnya.
Sementara itu, di tempat yang sama, Deputi Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara enggan berkomentar terkait banyaknya kasus Skimming ATM yang merugikan banyak nasabah. “Saya tadi tidak rapat soal itu,” ujarnya berkali-kali.
Direktur Digital Banking & Technology Bank Mandiri Rico Usthavia Frans mengatakan, pihaknya sudah menaruh komitmen pada keamanan. Namun memang belanja modal untuk IT dan keamanan Bank Mandiri tidak banyak berubah dari tahun lalu. “Capex (capital expanditure) untuk IT USD 120 juta (Rp 1,65 triliun). Untuk security ya bagian dari itu, USD 15 juta sampai USD 20 juta (Rp 206 miliar sampai Rp 275 miliar),” ujarnya.
Jumlah tersebut sangat kecil jika dibandingkan laba bersih yang diraih Bank Mandiri. Tahun lalu bank pelat merah itu mencatat laba bersih yang tumbuh 49,5 persen menjadi Rp 20,6 triliun. Rico menjelaskan, Bank Mandiri banyak terfokus untuk pengembangan infrastruktur dan jaringan telekomunikasi. Untuk meningkatkan keamanan dan jaringan digital, Bank Mandiri akan membangun pusat data di Surabaya.
Sementara PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) menganggarkan investasi untuk IT sebesar Rp 2,9 triliun, dan untuk keamanan sebesar Rp 300 miliar. Jumlah tersebut juga sangat kecil jika dibanding laba bersih BRI yang sebesar Rp 29,04 triliun.
Direktur Digital Banking & Technology BRI Indra Utoyo mengatakan, peningkatan keamanan sudah tentu harus terus diupayakan oleh perseroan. “Perhatian khusus terkait masalah skimming tentu dilakukan, baik dari dari aspek kebijakan maupun teknologi. Jika nanti diperlukan peningkatan investasi tentu akan ditempuh,” ujarnya.
Peneliti The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, belanja modal untuk keamanan baik dari sisi sistem IT maupun pengecekan di lapangan masih kurang. “Seharusnya investasi untuk sistem keamanan lebih besar,” ungkapnya.
Dalam hal ini, perbankan seharusnya lebih memperhatikan CCTV di mesin automated teller machine (ATM) secara rutin. Selama ini pemeriksaan CCTV kurang maksimal sehingga bank tidak sadar ketika ada orang memasang skimmer. Selain itu jumlah personel yang melakukan patroli di ATM juga kurang.
Bank seringkali mempercayakan pemeriksaan ATM kepada vendor. Pengecekan mesin electronic data capture (EDC) di lapangan juga kurang teliti. Pihak yang mengoperasikan EDC juga kurang diedukasi mengenai kemungkinan kejahatan yang timbul dari mesin EDC itu. “Upaya preventifnya menunggu ada kejadian dulu baru ada evaluasi,” tuturnya. (Jawa Pos/JPG)