eQuator.co.id – Sebut saja acara hari Sabtu (17/3) itu Silaturahmi Solar Power I (SSP I). Saya yang bertugas menjadi pelaksana pertemuan, belum menemukan nama lain yang lebih baik.
Mau disebut diskusi, sebenarnya terlalu formal. Sebab hanya kumpul-kumpul biasa. Hanya saja, pesertanya memang cukup komplit. Dan beragam. Mewakili berbagai latar belakang industri. Semua hadir atas nama diri sendiri. Tidak membawa institusi.
Ada satu orang dari principal solar panel Norwegia yang berkantor di Singapura. Dua orang dari ATPM perusahaan Norwegia di Indonesia. Ada dua direktur dua bank swasta syariah, satu orang dari pabrik semen dan satu orang dari lembaga percepatan penanggungalan kemiskinan.
Yang dibahas memang soal pemanfaatan solar panel sebagai energi alternatif. Yang bisa meningkatkan saving masyarakat miskin. Dengan mengurangi biaya listrik PLN.
Sasaran utamanya memang masyarakat kecil, karena biaya listrik bisa menjadi beban besar. Dibandingkan pendapatannya.
Acara kumpul-kumpul itu juga bukan di ruang seminar. Hanya di lingkungan pesantren.
Kebetulan, pesantren tahfidz yang berlokasi di Bintaro Jaya itu akan memasang solar power. Agar bisa menurunkan biaya bulanan ke PLN.
Maklum, dengan tagihan yang sekarang, pesantren itu merasa berat. Mau bayar susah. Tidak bayar lebih susah. Jalan keluarnya adalah mengadakan ‘’genset matahari’’ yang tidak bergantung bensin.
Genset hijau itu nantinya akan dipasang secara off grid. Artinya, menjadi penghasil setrum yang terpisah dari sistem PLN.
Saat siang, genset hijau bekerja otomatis. Listrik PLN diistirahatkan. Bila malam, giliran listrik PLN yang digunakan. Genset hijau ditidurkan.
Off grid system lebih murah investasinya. Karena tidak ada sistem penghubung dengan sistem PLN (on grid).
Mengapa sistem tidak dilengkapi dengan baterai? Bisa saja sistem diberi baterai. Bisa juga tidak.
Karena baterai adalah sistem yang berdiri sendiri. Bisa disatukan. Bisa ditiadakan.
Jadi, baterai dalam sistem off grid hanya pilihan. Kalau tanpa baterai, sistem bekerja siang hari saja. Kalau ada baterai, malam hari sistem tetap bekerja karena mengambil listrik yang tersimpan pada baterai itu.
Nah, semua orang yang saya sebut di atas kebetulan punya tujuan yang sama. Semua ingin mengetahui lebih dekat, seperti apa pola genset hijau yang akan dipasang di pesantren itu.
Mereka ingin melihat modelnya. Ingin mempelajarinya. Kelak mungkin akan diimplementasikan pada masing-masing industrinya. Atau mungkin di rumah dan lingkungannya. Atau mungkin CSR-nya.
Sabtu sebenarnya hari keluarga. Tapi bos-bos itu merasa perlu datang ke pesantren. Untuk belajar listrik tenaga surya. Yang memang belum ada pusat kursusnya.(jto/bersambung)
Admin disway.id, blogger
Note: berbagai artikel terkait energi solar saya kumpulkan di sini: juragansolarpanel.blogspot.co.id