eQuator.co.id – Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) telah banyak berubah. Jika sebelumnya UN identik dengan lembar jawaban yang harus diisi menggunakan pensil, saat ini sistem tersebut mulai banyak ditinggalkan. Sekolah sudah beralih ke sistem komputer atau biasa disebut Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK).
Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dari 8,1 juta peserta didik, sebanyak 78 persen di tahun 2018 ini telah siap mengikuti UNBK. Sisanya masih menggunakan sistem lama.
Setelah ditelisik lebih mendalam, sistem UN lama dengan sistem UNBK memiliki selisih cukup signifikan dalam segi anggaran yang dihabiskan.
Sekretaris Bidang Peneliti dan Pengembangan Kemendikbud, Dadang Sudiyarto mengatakan bahwa sistem lama UN menghabiskan dana hingga Rp135 miliar. Anggaran paling banyak dihabiskan untuk penggandaan soal yang akan didistribusikan.
“Dari ujian kertas ke UNBK, banyak pengaruh, pertama dipenggandaan naskah ujian, kedua distribusi, pada waktu belum ada UNBK itu Rp 135 miliar anggaran kita sediakan untuk penggandaan dan distribusi,” ungkap Dadang di Gedung Kemendikbud, Jalan Jenderal Sudirman, Rabu (14/3).
Angka tersebut turun signifikan ketika 78 persen peserta UN telah beralih ke UNBK. Untuk UN tahun 2018, Kemendikbud hanya membutuhkan anggaran Rp 35 miliar.
“Sekarang dengan UNBK 78 persen, itu kita menyediakan anggaran sekitar Rp 35 miliar turun 70 persen,” tegas Dadang.
Sementara itu dalam segi pengawas saat ujian berlangsung juga turut mengalami perubahan. Jika sistem UN kertas mengandalkan 2 orang guru pengawas, pada ujian UNBK hanya dihadiri 1 pengawas dan 1 proktor (pengendali server).
“Pengawas itu tetap. UN kertas 2 orang, UNBK 1 pengawas dan 1 proktor,” pungkas Dadang. (JawaPos.com/JPG)