Nama Pulau Kucing belakangan menyeruak di antara tujuan wisata di Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara. Lokasi wisata bahari yang dikelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) itu juga sukses mendatangkan pendapatan untuk desa. Boleh dibilang, Pulau Kucing menjadi contoh sukses pengelolaan dana desa.
Suhardiman Suherman, Sanana
eQuator.co.id – Letaknya di Desa Fukweu, Kecamatan Sanana Utara. Dari Kota Sanana ke Fukweu dapat ditempuh melalui jalur darat selama satu jam lebih. Begitu tiba di Fukweu, pengunjung akan diantar menyeberang menggunakan //katinting// yang sudah disiapkan pengelola Pulau Kucing.
”Cuma 2 menit sudah sampai pulau,” kata Subandi Duwila, salah satu pengelola Pulau Kucing, sebelum Malut Post (Jawa Pos Group) diantar ke pulau, Minggu (4/2).
Biaya penyeberangan itu perorang Rp 5 ribu. Sedangkan karcis masuk sebesar Rp 10 ribu per orang. Uang-uang ini semuanya masuk ke BUMDes selaku pengelola lokasi wisata.
”Dicatat untuk pendapatan desa dan pengembangan lokasi wisata itu sendiri,” sambung Subandi yang juga Ketua BUMDes Fukweu.
Pulau Kucing sendiri merupakan jejeran tiga pulau mungil yang berhadapan langsung dengan Pulau Mangoli, pulau terbesar di Kepsul. Dinamai Pulau Kucing lantaran dulunya pulau-pulau itu merupakan tempat pembuangan kucing liar. Warga yang tak menginginkan kucing liar biasanya mengasingkan kucing ke pulau.
”Sampai sekarang masih banyak kucing liar di pulau. Warga sering kasih makan ikan jika ke pulau,” kata Kepala Desa Fukweu, Muhammad Nuh Buamona.
Pada 2017, warga mulai melihat potensi pariwisata Pulau Kucing. Sebagian dana desa digunakan untuk pengembangan pulau-pulau yang dikelilingi mangrove itu.
”Rp 200 juta lebih dana desa digunakan untuk pengembangan awal Pulau Kucing. Fasilitas dibangun oleh pemuda dan warga setempat. Setelah itu baru pengelolaannya diserahkan ke BUMDes,” ungkap Nuh.
Dengan dana tersebut, dibangunlah enam buah gazebo, pengadaan wahan permainan sepeda air, dan fasilitas karaoke keluarga. Warga setempat juga menyediakan kuliner tradisional seperti pisang goreng, kelapa muda, dan ikan bakar untuk dijual.
”Dari tiga pulau, baru setengah pulau yang bisa kami kelola. Mudah-mudahan ke depan makin besar pemasukan yang bisa kami gunakan untuk pengembangan ke areal yang lebih luas,” ujar Subandi.
Awalnya, Pulau Kucing hanya dibuka pada akhir pekan dan hari libur. Namun animo pengunjung yang begitu besar membuat tempat wisata ini akhirnya dibuka tiap hari.
”Pada Tahun Baru 2018 kemarin saja pengunjung kami tercatat mencapai 1.000 orang. Pada weekend pengunjung di atas 100,” tutur Subandi.
Membeludaknya tamu membuat pemasukan dari Pulau Kucing terbilang wow. Tiga bulan terakhir pada 2017 lalu, Pulau Kucing mendatangkan Rp 400 juta untuk desa. Dari pendapatan tersebut, pengelola kemudian memesan tambahan tiga wahana sepeda air.
”Ada tiga sektor yang dikelola dan memberikan pemasukan yakni karcis masuk, sepeda air dan tempat karaoke. Jika ada penambahan fasilitas lain akan menunjang pendapatan lebih besar lagi,” ujar Subandi yang bekerja dibantu 11 anggota BUMDes.
Subandi sendiri bermimpi Pulau Kucing bisa dikembamkan dengan lebih wah lagi. Seperti pembangunan resort dan pengadaan jetski.
”Lebih lengkap lagi ketika dikelilingi jembatan gantung yang menyatukan ketiga pulau,” imbuhnya.
Bupati Kepsul, Hendrata Thes, sudah berjanji akan memberikan wahana banana boat. Sedangkan Kapolda Maluku Utara Brigjen (Pol) Achmat Juri saat berkunjung ke Kepsul beberapa waktu lalu juga memberikan sumbangan sebesar Rp 10 juta. Sumbangan itu dimaksudkan untuk pembangunan tangga ke puncak pulau.
”Karena itu kami sangat berterima kasih kepada Bapak Kapolda. Jika pembangunannya sudah selesai nanti, kami ingin Bapak Kapolda dan Bapak Bupati yang meresmikannya,” sambung Subandi.
Muhammad Nuh, Subandi, maupun warga Fukweu sepakat dana desa 2018 akan dimanfaatkan sebagian untuk pengembangan Pulau Kucing juga. Pulau yang dulu dikenal sebagai tempat pembuangan hewan itu telah menjelma sebagai ikon wisata yang mengantarkan nama Fukweu keluar Kepsul.
”Bahkan kini ada idiom; jangan mengaku sudah ke Kepsul jika belum mampir Pulau Kucing. Kami berharap idiom itu juga makin menarik wisatawan datang ke sini,” tandas Subandi. (Malut Post/JPG)