eQuator.co.id-Minggu ini amat bersejarah bagi Tiongkok: mencabut konstitusi yang membatasi masa jabatan presiden. Batasan dua periode tidak berlaku lagi. “MPR”-nya Tiongkok bersidang sejak Senin lalu. Itu sidang pleno lima tahunan. Seperti kita dulu punya Sidang Umum MPR.
Di forum itulah apa saja yang sudah dilakukan Presiden selama lima tahun terakhir dilaporkan. Lalu dibahas pula isu-isu mendasar. Yang sudah disiapkan pemerintah. Untuk disetujui atau diubah. Salah satunya tentang pencabutan konstitusi pembatasan masa jabatan presiden.
Pengamat sedunia begitu kagum. Dalam lima tahun saja Presiden Xi Jinping mampu mengkonsolidasikan kekuasaannya begitu kokoh. Keberanian berinisiatif mengubah konstitusi ini pertanda posisi Presiden Xi begitu kuat. Begitu yakin tidak akan ada yang berani menentang.
Perubahan konstitusi itu membuat Presiden Xi bisa menjabat tiga pereode atau bahkan seumur hidup. Oktober tahun lalu, dalam Kongres Partai Komunis Tiongkok ke 19, Presiden Xi Jinping sudah disetujui untuk diangkat lagi menjadi presiden untuk masa jabatan kedua. Sampai tahun 2022. Dan kini menjadi sangat mungkin untuk masa jabatan berikutnya. Begitu kuatnya kepemimpinan Presiden Xi.
Gambaran kekuatan joss itu sebenarnya sudah muncul sejak dua tahun lalu. Lebih jelas lagi terjadi tahun lalu. Yakni ketika politbiro partai diubah. Tidak ada tanda-tanda siapa generasi baru yang masuk politbiro. Berarti tidak ada generasi penerus yang disiapkan sebagai calon pemimpin di tahun 2022.
Tahun lalu ada lima dari tujuh anggota politbiro central partai komunis yang pensiun. Dua orang pengganti di antara lima itu biasanya dari generasi baru. Yang umurnya sekitar 50 tahun. Yang prestasinya luar biasa. Terutama saat menjabat sebagai gubernur di suatu propinsi penting. Bahkan saat masih menjadi bupati atau walikota. Yang biasanya juga ketua partai setempat.
Begitulah rute menuju puncak kekuasaan di Tiongkok. Rute deperti itu juga yang dilalui Xi Jinping dulu: menjadi walikota di Xiamen, gubernur di Fujian, gubernur di Zhijiang, sekjen partai di Shanghai, anggota politbiro, wakil presiden dan kemudian presiden.
Saat menjadi gubernur Fujian prestasinya amat mengagumkan: pertumbuhan ekonomi propinsi itu 16 persen setahun selama 10 tahun berturut-turut. Tidak ada yang mengalahkannya. Bahkan saat menjabat gubernur di propinsi yang lebih besar, Zhijiang, pertumbuhan ekonomnya gila-gilaan: 20 persen pertahun selama 10 tahun terus menerus.
Tanpa melihat latar belakang keluarganya pun Xi Jinping menjadi paling layak mendapat promosi. Apalagi dia anak dari orang yang pernah menolong Mao Zedong. Di saat Mao dalam posisi sulit. Saat Mao tiba di sekitar Xian dari longmarch yang menewaskan lebih dari separo tentaranya. Ayah Xi Jinpinglah yang menyambut rombongan Mao. Dan bergabung membangun kembali kekuatan tentara merah. Sampai partai komunis berhasil menguasai Tiongkok.
Dengan prestasi luar biasa, ditambah latar belakang keluarga yang seperti itu, Presiden Xi memang dikagumi. Apalagi gerakan-gerakannya begitu besar. Tahun pertama dia canangkan program besar “Tiongkok yang Diimpikan” (中国梦想). Tahun kedua dia geber pemberantasan korupsi. Tahun ketiga dia canangkan one belt one road. Tahun keempat orientasi baru ekonomi. Tahun kelima sudah berani mengubah konstitusi.
Tahun lalu, tahun kelima itu, lima kursi di politbiro kosong. Pejabatnya pensiun. Harus diisi. Saat melihat siapa wajah baru di politbiro itulah orang kaget. Usia yang mengisinya di atas 65 tahun. Hampir seumur dengan Xi Jinping. Bahkan ada yang lebih. Nama gubernur Guangdong yang semula dispekulasikan sebagai calon pemimpin masa depan tidak muncul di politbiro. Bahkan nama gubernur Chongqing yang juga diunggulkan masuk dalam daftar tersangka.
Sejak itulah pengamat sulit memprediksi siapa calon pengganti Xi Jinping di tahun 2022. Kok tidak disiapkan. Dari situlah muncul spekulasi apakah Xi Jinping ingin memperpanjang kekuasaannya. Tapi kan tidak mungkin. Konstitusi membatasinya.
Ternyata konstitusinya yang diubah. Apakah MPR Tiongkok mau mengubahnya? Tidak mungkin tidak. Di inilah bukti bahwa kekuasaan Xi Jinping luar biasa. Lebih separo dari 3000 anggota ‘MPR’ saat ini adalah anggota baru. Seorang analis mengatakan anggota baru MPR biasanya ikut saja konsep yang sudah dirancang. Pengetahuan mereka atas arena kongres pun belum siap. Apalagi menguasai materi agendanya. Apalagi kalau kehadiran mereka memang sudah dirancang.
Maka muluslah agenda pencabutan ketentuan masa jabatan itu. Tapi apa di balik semua ini? Mengapa masa jabatan dua periode dianggap kurang? Mengapa pembatasan masa jabatan dianggap tidak baik? Adakah murni ambisi kekuasaan? Atau ada tujuan nasionalnya? (dis/bersambung)