Narkotika Menginfeksi Jiwa-Raga Pelajar

Antisipasi, BNNK Pontianak Bentuk KOPAN

ilustrasi.

Narkotika memang sulit untuk diberantas, siapa pun bisa menjadi bagian dari pengguna, pengedar, hingga bandar. Pelajar SMP, SMA, mahasiswa di perguruan tinggi terpapar. Anak SD pun tak luput dari cengkeraman barang haram itu.

Achmad Mundzirin, Pontianak

eQuator.co.id – Ekstasi. Alias ineks. Alias Metilendioksimetamfetamina. Senyawa kimia tersebut merupakan narkotika pertama yang menginfeksi jiwa dan raga seorang pelajar di Kota Pontianak. Sebut saja dia John.

“Narkoba yang mula-mula saya kenal itu adalah ineks,” ungkapnya ketika dikunjungi Rakyat Kalbar di Rumah Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (RBM) Bumi Khatulistiwa, Kalimantan Barat, belum lama ini.

Saat perdana mengecap ineks, John baru berusia sekitar 12 tahun. Kelas 6 sekolah dasar (SD). Kini, ia telah berusia 15 tahun.

Ineks didapatnya dari seorang teman. Namanya anak umur segitu, rasa keingintahuan luar biasa besar. Awalnya coba-coba. Efek nge-fly yang dirasakan setelah mengkonsumsi ineks membuat John pengin dan pengin lagi.

“Kemudian ketagihan. Awalnya biasa sama teman, kadang sendiri pun jadi untuk mencari pil itu,” bebernya. “Seminggu itu satu kali, dari kelas enam SD saya mengonsumsinya,” sambung John.

Bosan dengan efek fly-nya ineks, sabu-sabu pun dijajaki. “Jadi semuanya itu coba-coba, dan ketagihan,” bebernya.

Ia mengakui ada perubahan kepribadian setelah rutin memakai ineks dan sabu-sabu. Sifat kanak-kanak, yang jamak didominasi kemanjaan, perlahan namun pasti menguap. John jadi seperti orang dewasa. Gampang curiga, sensi (sensitif tingkat dewa), serta gampang naik spanning (emosi tinggi).

“Saya juga sering sakit jika tidak pakai (narkotika,red). Utamanya pusing. Mau tak mau ya cari lagi barang itu,” tukas dia.

Transformasi lain yang dialaminya adalah mencari lingkungan baru. Dunia gemerlap atau Dugem. Dibanding main game online, robot-robotan atau sejenisnya yang sering dilakukan anak seusianya, John malah kerap berkunjung ke tempat hiburan malam. Night club dan karaoke.

“Makai barangnya di luar, terus pergi ke room karaoke. Hampir semua tempat, tidak ada ditanya KTP, palingan ketika tahu saya di bawah umur, diminta pelayannya supaya tak keluar-masuk room,” paparnya.

Menginjak tahun ketiga duduk di SMP, akhirnya dia “tercyduk”. Ketahuan orangtua. Sang Ayah curiga berat, lantaran John marah-marah ketika tak dikasih duit.

Seluler John diperiksa. Dia dibawa orangtuanya ke Polda. “Semua chat saya terbongkar, jual-beli ineks dan sabu-sabu dengan kawan ketahuan,” terangnya.

Baru duduk di kelas tiga SMP, dia pun diminta menyelesaikan sekolah terlebih dahulu. Tanggung, kata orangtuanya. Barulah dia direhabilitasi ketika lulus SMP.

“Saya terus dengan aktivitas saya seperti itu. Sampai SMA. Ketahuan lagi, kemudian langsung direhabkan di tempat rehab ini (RBM Bumi Khatulistiwa). Saya sudah dua bulan, alhamdulillah rasanya saya semakin membaik, rasa ketergantungan sudah mulai hilang,” ucap John.

Ketika ditemui, dia tak sendiri. Penanggung jawab di RBM menemani. John mengaku kini lebih taat beribadah. Ia merasa kepribadiannya semakin membaik.

Tapi, dia enggan berjanji kepada orangtuanya. Ia ingin membuktikan bahwa dia bisa menghilangkan ketagihan narkotika.

“Saya menyesal, semua terbengkalai, terutama pendidikan, saya dirugikan. Semuanya gara-gara narkoba,” sesalnya.

Melalui koran ini, ia berpesan agar teman-teman maupun anak seumurannya tidak menyentuh narkotika. Meskipun hanya mencoba.

“Hidup sehat tanpa narkoba itu lebih baik, narkoba merusak semuanya,” pesan John.

Berdasarkan catatan pengelola RBM Bumi Khatulistiwa, sedikitnya dari tahun 2015-2017, sebanyak 158 pecandu narkoba direhabilitasi inap. Sebanyak 274 pecandu narkoba direhabilitasi jalan (rawat jalan).

Yang bikin jantung deg deg plas, dari tahun 2015-2017 pelajar SD, SMP, SMA, serta mahasiswa di perguruan tinggi menjadi pecandu narkotika dengan jumlah lumayan. Barangnya ineks maupun sabu-sabu.

RBM Bumi Khatulistiwa sempat merehabilitasi pelajar SD sebanyak 35 orang, SMP 42 orang, SMA 72 orang, dan mahasiswa 5 orang. Anak putus sekolah pun ada. Empat orang.

“Ini baru yang tercatat di kita yang melakukan rehabilitasi. Belum lagi di luar sana yang belum diketahui dan belum sampai ke kita,” ungkap Muhammad Zaini Yahya, Ketua RBM Bumi Khatulistiwa.

Menurut dia, berbagai macam latar belakang membuat anak-anak ini sampai bisa mengonsumsi narkoba. Yang dominan adalah pengaruh lingkungan dan teman-teman sehari-sehari.

“Anak-anak ini adalah korban dari gencarnya peredaran narkoba,” tegasnya.

Konsumsi sabu-sabu, ia menerangkan, akibat rasa ingin tahu anak-anak tersebut. “Dari lem, kemudian ganja, ekstasi, dan naik ke sabu,” beber Zaini.

Sejauh ini, rehabilitasi yang dilakukan terhadap anak-anak ini merupakan rujukan dari pihak keluarga, kepolisian, maupun BNN (Badan Narkotika Nasional). “Ada permintaan, kemudian kita akan datang ke rumah calon yang akan direhab, kemudian kita jelaskan perlunya untuk direhab agar selamat dari bahaya narkoba,” jelasnya.

Rehabilitasi yang dilakukan pihaknya secara perlahan-lahan. Paling cepat memakan waktu dua bulan untuk mengembalikan anak-anak itu ke posisi awal tak ketergantungan narkotika.

“Semuanya kita ubah pola keseharian mereka, terutama tingkat religiusnya yang kita tingkatkan. Selanjutnya ada tahapan-tahapan lainnya dari konselor, agar mereka bebas dari narkoba,” papar Zaini.

Ketika pertama kali direhab, menurut dia, pemberontakan dari anak-anak itu pasti terjadi. Sehingga pihaknya lebih mengutamakan pendekatan dan edukasi, kemudian mempelajari karakter anak-anak tersebut.

“Anak-anak ini harus dimengerti dan dipahami. Berkaitan dengan rehab, tidak ada menggunakan obat-obatan segala macam, melainkan lebih ke natural. Ini kita lakukan sampai mereka bersih dari narkoba,” tukasnya.

Bagi pelajar yang masih bersekolah, lanjut dia, pihaknya selalu meminta kepada orangtua atau pihak keluarga untuk izin kepada pihak sekolah dulu. Cuti belajar selama beberapa bulan.

“Kita tidak putuskan sekolah mereka. Sampai benar-benar kondisi kembali normal, baru kita sampaikan perkembangan ini dan mereka pun kembali bersekolah,” tandas Zaini.

SEKOLAH SASARAN

UTAMA P4GN

Secara terpisah, BNN Kota Pontianak menyatakan pihaknya telah mengambil langkah konkret. Untuk mengantisipasi pemakaian narkotika oleh pelajar.

Kepala Seksi Pencegahan BNNK Pontianak, Nuryakin, mengatakan bahwa penyalahgunaan narkotika di kalangan pelajar disebabkan berbagai faktor. Seperti ingin coba-coba, karena ajakan teman, serta bisa juga ingin diterima dalam kelompok atau komunitas. Kemudian, kurangnya pemahaman tentang bahaya narkoba yang bisa menyebabkan menjadi ketergantungan.

“Penggunaan narkoba di kalangan pelajar ini, yakni dimulai dari merokok, kemudian merambah ke lain-lainnya,” jelas Nuryakin kepada Rakyat Kalbar, Senin (5/3).

Lanjut dia, penggunaan narkoba di kalangan pelajar akhirnya membuat mereka menjadi pelajar yang bermasalah dengan pendidikannya. “Karena dampak buruk dari narkoba itu sendiri, yaitu ketergantungan, menjadikan pecandu, lebih tertarik untuk menggunakan narkoba daripada melakukan kegiatan lainnya,” terangnya.

Hal ini, ia menegaskan, tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Semua pihak harus melakukan pengawasan terhadap pelajar yang cenderung menjadi penyalahguna narkoba.

“Keluarga, guru di sekolah, serta semua pihak memiliki tanggung jawab ini. Pengendalian lingkungan yang sehat untuk bermain harus dilakukan, sehingga mereka tidak mudah terjerumus ke dalam pergaulan yang salah,” tegas Nuryakin.

BNNK Pontianak, dikatakannya, menjadikan lingkungan pendidikan sebagai sasaran strategis program P4GN (Pencegahan,Pemberantasan,Penyalahgunaan,dan Peredaran Gelap Narkoba) di sekolah. Dalam hal ini, BNNK Pontianak telah bekerja sama yang baik dengan dukungan kebijakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat untuk melaksanakan gerakan anti narkoba di sekolah.

“Di tahun ini, kita melaksanakan program pemberdayaan siswa dengan membentuk Komunitas Pelajar Anti Narkoba (KOPAN) di kalangan SMPN. Dimana pemberdayaan siswa dengan membentuk KOPAN bertujuan membentuk dukungan dan komitmen pelajar untuk tidak terlibat dalam penyalahgunaan narkoba,” tukasnya.

KOPAN membuat siswa terlibat aktif untuk selalu mencari informasi baru tentang bahaya narkoba. Selain itu, anggota KOPAN yang telah diberikan pelatihan terlebih dahulu juga diharapkan dapat menyampaikan informasi ini kepada teman lainnya.

“Anggota KOPAN juga menjadi fasilitator dalam upaya penanggulangan bahaya narkoba, yaitu upaya rehabilitasi. Pemberdayaan siswa dengan membentuk komunitas pelajar antinarkoba dianggap paling efektif karena melibatkan banyak siswa  dan komunikasi efektif antara siswa, guru, sekolah, dan BNN kota Pontianak sebagai pembina,” pungkas Nuryakin. (*)

 

Editor: Mohamad iQbaL