eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. KPU Kalbar mengingatkan rambu-rambu yang harus dipatuhi oleh pasangan calon (paslon) maupun timnya. Sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Seperti kampanye melalui media sosial (Medsos) dinilai menjadi alternatif kampanye para calon kepala daerah yang berkontestasi dalam Pilkada Serentak ini. Selain murah dan dapat menekan ongkos tinggi kampanye, jangkauan dunia digital lebih luas dibandingkan metode kampanye gaya konvensional serta mobilisasi massa.
“Larangan termuat dalam Pasal 68. Ini tidak hanya berlaku pada kampanye konvensional saja, tapi juga kampanye melalui Medsos.Terlebih, masyarakat selaku pemilih atau calon pemilih tidak terlepas dengan gadget dalam keseharian,” ungkap Komisioner KPU Kalbar Misrawi, Senin (26/2).
Dia memaparkan, saat kampanye, Paslon dilarang mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tidak dibenarkan menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur, Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati, Pasangan Calon Walikota dan Wakil Wali Kota dan/atau Partai Politik.
“Jangan melakukan kampanye melalui upaya menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai Politik, perseorangan dan/atau kelompok masyarakat,” terangnya.
Saat kampanye, tidak boleh gunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau Partai Politik.
“Kampanye tidak boleh mengganggu keamanan, ketentraman, dan ketertiban umum. Tidak boleh mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang sah,” paparnya.
Paslon juga dilarang merusak dan/atau menghilangkan Alat Peraga Kampanye (APK), menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah dan pemerintah daerah, melakukan kegiatan Kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan, serta melakukan pawai yang dilakukan dengan berjalan kaki dan/atau dengan kendaraan di jalan raya.
“Semua hal itu harus ditaati baik saat kampanye konvensional maupun melalui medsos. Sanksi bagi paslon melanggar terdapat dalam Pasal 74. Dikategorikan sebagai tindak pidana dan dikenai sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan. Bisa juga diskualifikasi,” tegasnya.
Khusus Medsos sebagai sarana berkampanye, paslon wajib mendaftarkan akunnya ke KPU. Paling lama satu hari sebelum pelaksanaan masa kampanye mulai 15 Februari-23 Juni 2018.
“KPU membatasi hanya lima akun setiap platform akun Medsos yang didaftarkan. Ketentuan lainnya, Paslon dan tim kampanye wajib menutup akun Medsosnya satu hari sebelum masa tenang pada 24-26 Juni 2018,” tandasnya.
Di sisi lain, pengawasan ketat terhadap proses Pilkada serentak 2018 bakal dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tidak tanggung-tanggung, pengawasan itu akan dilakukan hingga tahap akhir pelantikan kepala daerah definitif hasil Pilkada tersebut di 171 daerah.
“Pemantauan sedang berjalan sampai dengan terpilih (definitif),” kata Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif, dilansir Jawa Pos, kemarin (26/2).
Laode menjelaskan, secara umum, pemantauan Pilkada oleh KPK yang bekerja sama dengan KPU dan Polri sudah dilakukan sebelum penetapan calon. Saat itu, pengawasan difokuskan terhadap praktik mahar politik para calon kepala daerah (cakada) untuk mendapatkan dukungan partai politik (parpol).
“Mahar politik sudah lewat,” terangnya usai menerima kunjungan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo.
Nah, saat ini, pengawasan yang sedang dilakukan terkait dengan kinerja lembaga penyelenggara pilkada. Seperti dilakukan Polri di Garut yang menangkap oknum anggota KPU setempat. Berikutnya, pengawasan KPK bakal fokus pada tahapan pencoblosan di tempat pemungutan suara (TPS).
“Kalau sudah menang, (pengawasan di) mereka yang gugat menggugat di Mahkamah Konstitusi (MK),” imbuh dia.
Mendagri Tjahjo Kumolo menambahkan, pihaknya kemarin sengaja memperkenalkan 4 pelaksana tugas (Plt) gubernur kepada KPK. Mereka adalah Plt Gubernur Papua, Sulawesi Tenggara (Sultra), Kalimantan Barat (Kalbar), dan Lampung. Selain Plt. Gubernur Kalbar Doddy Riyadmadji yang sudah diketahui publik, tiga pejabat pelaksana tugas lainnya enggan dibeberkan oleh Tjahjo.
“Yang jelas kami ingin membantu pemerintahan yang bersih,” tuturnya.
Apakah Plt. lainnya itu berasal dari jenderal polisi aktif ? Politikus PDI Perjuangan (PDIP) itu juga enggan berkomentar. Menurut dia, siapapun yang ditunjuk sebagai Plt. merupakan orang yang mampu memimpin daerah untuk sementara.
“Kami tidak ingin kejebak pada dikotomi itu ya (jenderal jadi penjabat gubernur), itu saja,” ucapnya. Para Plt. itu menggantikan sementara pimpinan provinsi yang kosong.
Menurut Tjahjo, pihaknya bakal mempersiapkan semua kepala daerah untuk memaksimalkan pemerintahan yang bersih. Salah satunya mengundang KPK untuk memberikan pendampingan terkait koordinasi, supervisi dan pencegahan (korsupgah) korupsi. Hal itu dimaksudkan untuk meminimalisir terjadinya korupsi. Terutama di area rawan, seperti perjalanan dinas, pengadaan barang/jasa, hibah dan bansos serta promosi/mutasi jabatan.
Sementara itu, dua penyelenggara Pemilu di Garut yang diduga menerima suap Rp110 juta dan sebuah mobil terus diselidiki oleh Satgas Money Politic Bareskrim Polri. Selain dua tersangka dari penyelenggara pemilu, ada juga seorang swasta berinisial DD.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divhumas Polri Kombespol Martinus Sitompul menjelaskan, setelah penangkapan Sabtu lalu untuk dua tersangka, kasus tersebut dikembangkan dan hasilnya ada seorang swasta berinisial DD yang menjadi tersangka. ”DD dan dua penyelenggara inisial HHB dan AS (Ade Sudrajat,red) ini bertemu di KPUD,” jelasnya.
Dalam pertemuan itu, DD telah memberikan uang secara bertahap kepada keduanya. Total untuk AS sebagai anggota KPUD Garut Rp100 juta dan sebuah mobil Daihatsu Sigra. Jumlah itu jauh lebih banyak dari yang diberikan kepada Ketua Panwaslu HHB yang hanya senilai Rp10 juta.
Apakah DD terhubung dengan salah satu paslon? Martinus menjelaskan bahwa sedang didalami kemungkinan DD ini merupakan anggota tim dari pasangan calon berinisial SS dan UN.
”Diduga DD ini memberikan suap agar paslon lolos,” ungkapnya.
Ada sejumlah barang bukti yang didapatkan petugas, diantaranya sebuah kwitansi, buku tabungan, dua handphone nokia dan sebuah surat salinan KPU RI perihal melampaui batas akhir. Menurutnya, ketiga tersangka akan terus diperiksa untuk melihat kemungkinan lainnya.
”Kita lihat ya,” ujarnya.
KPU RI merespons cepat kasus penangkapan anggota KPU dan Ketua Panwaslu Kabupaten Garut. Komisioner KPU, Ilham Saputra mengatakan, pihaknya sudah memberhentikan sementara Ade Sudrajat dari tugasnya sebagai penyelenggara pemilihan di daerah tersebut.
Selain itu, kata Ilham, komisinya juga memproses pelaporan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). “Untuk segera disidangkan dan mendapatkan sanksi tegas,” terangnya.
Langkah berikutnya, lanjut dia, KPU akan meminta jajaran KPUD hingga panitia pemungutan suara (TPS) untuk tetap menjaga integritas dan idependensinya dalam melaksanakan tugas. “Kami memastikan pelaksanaan pemilihan Bupati Garut tidak terganggu dengan peristiwa itu,” ungkap Ilham.
Terpisah, Ketua Bawaslu RI, Abhan mengatakan, pihaknya mendukung langkah penegak hukum untuk memproses kasus suap itu secara tuntas, sehingga orang yang memberikan suap juga harus ditindak secara tegas dan tanpa pandang bulu. Bawaslu RI sudah menindaklanjuti kasus itu dengan memberhentikan sementara Ketua Panwaslu Garut.
“Sambil menunggu penetapan DKPP,” ujarnya.
Mantan Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Tengah itu mengatakan, pihaknya sudah mengirim tim untuk melakukan supervisi ke Garut. Langkah itu merupakan bentuk respon cepat Bawaslu RI terhadap peristiwa tersebut.
Laporan: Rizka Nanda, Jawa Pos/JPG
Editor: Arman Hairiadi