Hujjatul Islam merupakan pelukis yang kaya akan gagasan unik dan kreatif. Pemuda Lombok Utara itu telah mengumpulkan ribuan wajah manusia dalam kertas lukisnya. Itulah sebabnya ia dikenal sebagai si Pemburu Kepala. Mengerikan bukan?
Fatih Kudus Jaelani, Lombok Utara
eQuator.co.id – Di ujung sore yang hujan, klinik dokter rupa Hujjatul Islam masih terbuka. Beberapa pasien terlihat duduk di ruang antrean memegang kartu tunggunya masing-masing. Dari sebuah pengeras suara, satu persatu pasien yang menunggu dipanggil.
“Pasien nomer 53 harap memasuki ruangan,” bunyi suara panggilan tersebut.
Bunyi panggilan itu benar-benar membuat kesan serius yang menimbulkan tawa pada setiap pasien yang datang. Bagaimana tidak tertawa, dokter spesialis rupa yang membuka praktek itu bukan dokter betulan. Melainkan seorang pelukis yang sedang mengadakan sebuah pameran.
Namanya pameran dokter rupa. Konsepnya sederhana. Setiap pasien yang datang akan mencurahkan persoalan kehidupannya. Kemudian sang dokter memberikan resep lengkap dengan catatan diagnosa. Tidak selesai di sana, klinik rupa tersebut ternyata punya apotek juga. Tapi bukan obat-obatan kimia, melainkan cat, kuas dan kanvas.
“Dari diagnosa dan resep tersebut, saya nanti akan menggambar wajah pasien,” kata dokter rupa yang akrab disapa Jatul.
Di dalam ruangan prakteknya, sang dokter rupa menyambut pasiennya dengan hangat. Persis seperti dokter spesialis di klinik-klinik kesehatan. Jatul mengatakan banyak teman-temannya yang tak bisa menahan tawa ketika mendapat respons sang dokter yang persis seperti dokter pada umumnya.
Bedanya, jika dokter di klinik betulan menanyakan penyakit yang dirasakan pasien, Jatul justru menanyakan kehidupan sehari-hari pasiennya. Di hari pertamanya membuka praktek rupa, kebanyakan pasien yang datang merupakan pemain sepak bola. Ia pun memberi resep sesuai dengan kegelisahan yang diungkapkan pasien kepadanya.
“Kemarin ada yang mengatakan sedih karena tidak mempunyai pelatih. Saya buatkan resep untuknya, agar latihan sendiri dan tidak bertumpu pada pelatih,” kata Jatul kepada Lombok Post (Jawa Pos Group). Walaupun bukan dokter betulan, pameran klinik dokter rupa itu ditata persis seperti sebuah klinik kesehatan.
Jatul sendiri merupakan pemuda yang telah menekuni dunia seni rupa sejak duduk di bangku SMA. Dalam perjalanannya, ia menemukan ciri khas karya dalam bentuk sketsa wajah. Dalam perjalanannya, pada tahun 2016 lalu, ia menjadi salah satu seniman residensi di program Bangsal Menggawe yang merupakan program tahunan Yayasan Pasir Putih Lombok Utara.
Dalam program tersebut, ia membuat sebuah gebrakan dengan menyensus penduduk menggunakan sket wajah. “Waktu itu saya menyeket 500 wajah penduduk,” kata Jatul. Ditambah dengan sebelum dan sesudah program itu, tercatat sudah ribuan wajah yang telah disketnya.
Selain itu, seniman yang kini berusia 32 tahun tersebut juga pernah terlibat dalam kegiatan Makassar Biennale 2017. Dalam kegiatan internasional tersebut, Jatul memajang sebanyak 60 karya sket yang bercerita tentang kehidupan masyarakat pesisir di Lombok Utara dan beberapa tempat lainnya di Lombok.
60 karya tersebut ia bungkus dengan tema Montase Air. “Pameran dokter rupa ini merupakan respons atau lanjutan dari sensus penduduk yang saya lakukan tahun 2016 lalu,” terang Jatul.
Bedanya, pada sensus penduduk, ia datang ke rumah-rumah warga. Sementara dalam program dokter rupa ini, giliran warga yang mendatanginya. Persamaannya adalah, baik sensus penduduk maupun dokter rupa, menurutnya mempunyai tujuan agar ia bisa berinteraksi dengan masyarakat yang akan disketnya.
Selama berada di ruangan prakteknya, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menginterview pasien tidak terlalu lama. Jatul mengatakan bisa 5 sampai 10 menit.
“Tergantung. Kalau pasiennya perempuan dan cantik, mungkin bisa lebih lagi,” canda pelukis yang belum menikah tersebut.
Melihat pameran rupa yang unik dan kreatif tersebut, menurut Jatul tak ada yang ingin dicapai selain mencari kepuasan dalam berkarya. Menurutnya, kesenangan yang ia dapatkan tak ternilai harganya. Apalagi ketika para pasien yang telah disket wajahnya menampilkan hasil karya tersebut sebagai foto profil di sosial medianya masing-masing.
Hal itu masuk akal, melihat selama 7 hari pameran dokter rupa, ia tak memungut sepeser pun biaya dari pasien. “Untuk 7 hari ini semua pasien ditanggung BPJS Kesehatan,” candanya. Ditanya mengenai biaya untuk membeli alat sket dan kertas, ia mengaku tidak terlalu butuh banyak biaya untuk itu. Cukup satu botol tinta produk China untuk ratusan wajah.
Menambah candaannya, Jatul mengatakan, salah satu tujuan dari pameran dokter rupa yang dilakukannya adalah untuk mencari jodoh. Dokter rupa yang satu ini memang suka bercanda. Pada saat praktek pun, ia menceritakan bagaimana teman-temannya tak bisa menahan tawa ketika melihat gayanya yang tak ubahnya seperti seorang dokter betulan.
Kurator pameran dokter rupa, Ahmad Rosidi mengatakan, program pameran tersebut memang dibuat sedemikian rupa untuk menyuguhkan sebuah peristiwa menarik bagi masyarakat. Menurutnya, semua yang terkesan lucu tersebut digarap dengan seserius mungkin. Karena dalam peristiwa tersebutlah, pameran seni rupa yang bertajuk dokter rupa itu menjadi berbeda.
“Setelah ini, orang akan semakin banyak yang mengenal Jatul sebagai si Pemburu Kepala,” kata Ahmad Rosidi yang akrab disapa Doom.
Sementara itu, direktur Yayayasan Pasir Putih Lombok Utara, Muhammad Gozali, mengatakan kalau biaya tidak pernah menjadi persoalan penting dalam berkarya. Semua yang dikerjakan selalu dengan modal ‘bantingan’ dengan dukungan kerja bersama.
“Di sini kita berbagi peran,” terang Gozali.
Pameran dokter rupa Jatul telah berlangsung sejak tanggal 1 Februari lalu. Pameran yang bertempat di Kantor Yayasan Pasir Putih, Pemenang, Lombok Utara tersebut akan berakhir pada tanggal 7 Februari mendatang.
Pada tanggal 7 Februari tersebut, semua pasien yang sudah berkunjung ke dokter rupa akan mendapat sketsnya masing-masing. Semua sket didapatkan Jatul dari proses wawancara yang selalu direkam.
“Kami menyebut rekaman tersebut sebagai rontgen. Hasilnya, nanti akan dibagikan pada akhir kegiatan,” terang Jatul.
Ditanya mengenai prosesnya memburu kepala, Jatul mengatakan sampai saat ini masih ingin terus melatih diri untuk mendalami gambar wajah manusia. Bila merasa sudah cukup, barulah ia akan beralih ke bagian tubuh manusia lainnya.
“Kenapa wajah, ya mungkin saya belum bisa menggambar tangan,” canda pemuda berambut panjang tersebut.
Jika anda penasaran dengan praktek dokter rupa yang kabarnya sedang mencari jodoh ini, ada baiknya datang sendiri ke pameran seni rupa ‘dokter rupa’. Jangan lupa bawa kartu “BPJS”. Tapi jika Anda perempuan dan berwajah anggun dalam pandangan Jatul, bisa jadi Anda akan membawa pulang kartu nikah. Selamat mencoba! (Lombok Pos/JPG)