eQuator.co.id – RAKYAT KALBAR. Saat yang ditunggu masyarakat tersaji tadi malam. Fenomena gerhana bulan bersamaan dengan bulan pertama alias Super Blue Blood Moon bisa dinikmati sebagian masyarakat.
Sebagian? Yap, tidak semua. .Salah satu kabupaten di Kalbar yang warganya kurang bisa menikmati “Si Bulan Merah Darah” itu adalah Sekadau. Pasalnya, cuaca di Sekadau ketika fenomena langka itu terjadi, kurang bersahabat.
“Kurang terlalu nampak, karena tertutup awan,” tutur Ray, salah seorang warga Sekadau, dijumpai Rakyat Kalbar saat berupaya menikmati Super Blue Blood Moon di kawasan Terminal Lawang Kuari, tadi malam.
Pantauan di lapangan, sejumlah warga memang tampak penasaran dengan fenomena gerhana ini. Mereka mencoba mengabadikan suasana gerhana dengan kamera ponsel maupun kamera konvensional.
“Tak terlalu terlihat dan hanya beberapa saat saja,” sambung Ray.
Syahrul, warga lainnya juga kecewa tidak bisa menyaksikan suasana gerhana dengan jelas. “Padahal ini fenomena langka,” tuturnya.
Sementara itu, muslim se Indonesia melakukan Salat Gerhana. Di Kabupaten Sekadau, Salat Gerhana berlangsung di sejumlah masjid dan musala di Kota Sekadau dan sekitarnya. Di masjid Al-Mutmainnah, komplek Pondok Pesantren Al-Rahmah, Jalan Sekadau-Sintang (Merdeka Timur) KM 7, Desa Mungguk, Sekadau Hilir, lebih dari 100 warga muslim menggelar ibadah sunnah tersebut.
Salat dipimpin pengasuh Pondok Pesantren Al-Rahmah yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sekadau, Kyai Mudhlar. “Berdasarkan sabda Baginda Rasulullah SAW, setiap kali gerhana, kita disunahkan untuk melakukan salat gerhana,” ujar Kyai Mudhlar, sesaat sebelum pelaksanaan salat.
Pelaksanaan salat gerhana itu sendiri dilakukan saat puncak gerhana terjadi. Sekitar pukul 19.52 WIB. Dipaparkan Kyai Mudhlar, pelaksaan salat gerhana itu dilakukan juga menindaklanjuti instruksi dari PBNU, Muhammadiyah, dan MUI. Tujuannya tak lain, untuk mendekatkan diri dengan Allah SWT.
“Harapannya, fenomena gerhana ini bisa mengetuk hati kita untuk selalu mengingat kekuasaan Allah yang mengatur alam ini,” ulasnya.
Selain di Pondok Pesantren Al-Rahmah, salat gerhana juga dilakukan para pelajar SMK N 1 Sekadau. “Selain salat, kita juga disunahkan untuk memperbanyak sedekah dan amal-amal lainnya,” tambah Kyai Mudhlar.
Tak hanya bagi umat Islam, bagi umat Kristen, gerhana juga memiki makna tersendiri. “Ini merupakan bukti kuasa dari Tuhan,” ucap Pendeta Obernalius, pemuka umat Kristen Protestan Sekadau.
Diakui Obernalius, memang tidak ada kebaktian khusus yang mereka lakukan. Tapi sekali lagi, fenomena gerhana ini menjadi bukti kehadiran Tuhan.
Di Pontianak, hasil pengamatan yang dilakukan oleh Lembaga Antariksa dan Penerbangan (LAPAN) Pontianak, Super Blue Blood Moon terlihat jelas pada pukul 20.44 WIB. “Kita mendapatkannya, sebenarnya puncaknya di 20.30 tapi tidak terlalu terang, pengaruh awan. Tapi pukul 20.44 mulai hilang dan terlihat,” tutur Kepala Lapan Pontianak, Muzirwan.
Hasil pengamatan tersebut sama dengan prediksi awal yang disampaikannya. Hanya saja terpengaruh awan yang menutupi.
Saat fenomena langka itu terjadi, LAPAN Pontianak juga memfasilitasi dan memberikan ruang kepada masyarakat untuk bersama-sama menyaksikan. Antusiasnya masyarakat, kata Muzirwan, luar biasa, yang hadir di kantor Lapan diperkirakan sekitar 500 orang.
“Di Lapan menyiapkan dua teropong, Dua buah infocus untuk edukasi penyampaian tentang hal-hal gerhana, apa itu Lapan dan apa yang dikerjakan Lapan dan prasarana yang ada,” paparnya. Ia menambahkan, fenomena serupa akan terjadi pada tahun 2036.
Sementara itu, di Jakarta, pada saat puncak gerhana, bulan memang terlihat berwarna merah dan cenderung gelap. Tidak seperti cahaya bulan purnama biasanya yang kuning terang.
Kepala Lapan RI, Thomas Djamaluddin, mengatakan ada beberapa pertanyaan yang masuk ke dirinya saat gerhana muncul. “Ada yang bertanya kok gak kelihatan bulan merahnya?” tuturnya kepada Jawa Pos.
Thomas lantas menjelaskan bahwa terlihatnya efek “merah darah” saat gerhana bulan banyak dipengaruhi beberapa faktor. Diantaranya adalah kondisi cuaca di mana pengamatan gerhana bulan dilakukan. Dia menjelaskan, dalam kondisi sangat cerah, terlihat warna merahnya.
Warna merah darah yang muncul itu, lanjut Thomas, merupakan hasil pembiasan sinar matahari. Meskipun saat gerhana posisi bulan-bumi-matahari sejajar, bukan berarti bulan tidak menerima cahaya matahari. Ketika gerhana terjadi, gelombang cahaya merah dari matahari dibiaskan oleh bumi ke bulan. Dengan teleskop yang canggih, masyarakat bisa mengamati merembetnya cahaya di daratan bulan serta mengawasi kawah-kawah di bulan.
Ketika diamati lebih jauh, saat puncak gerhana, bagian bawah dari bulan terlihat lebih gelap. Menurut Thomas, itu menunjukkan bahwa bagian bawah bulan merupakan bagian yang terdekat dengan bumi. Dia mengatakan pada fase gerhana total, bagian bawah bulan memang terlihat lebih gelap.
“Karena bagian itu adalah bagian dekat inti bayangan bumi,” pungkasnya.
SEMPAT-SEMPATNYA
HOAX MENGIRINGI
Yang sangat disayangkan adalah fenomena Super Blue Blood Moon yang terjadi semalam tak luput dari kabar hoax. Ironisnya, hoax itu dikaitkan dengan agama. Maksudnya sih baik, mengajak orang untuk berdoa, bertobat, dan bermunajat. Tapi, menjadi tidak baik karena kebaikan tersebut dibalut dengan kebohongan.
Pesan itu menyebutkan, pukul 03.25 (tadi malam, Red), bulan akan mengelilingi Kakbah dan langit akan berwarna biru muda. Kalimat itulah yang sebenarnya hoax. Menurut Aviva Yamani, komunikator astronomi dari komunitas Langit Selatan, pada pukul 03.25, hanya ada bulan purnama. Bulan tidak mengelilingi Kakbah. Yang dikelilingi itu bumi.
Ternyata, pesan tersebut menyebar setiap tahun. Di Facebook, banyak akun yang mem-posting status serupa pada akhir Desember 2017. Kepala Lapan RI Thomas Djamaluddin menyatakan, informasi terkait bulan yang mengelilingi Kakbah adalah hoax lama yang masih beredar.
’’Logika sederhana saja, tidak mungkin bulan mengitari Kakbah,’’ katanya. Dia menegaskan bahwa bulan mengitari bumi secara keseluruhan.
Thomas juga memberikan penjelasan soal langit malam yang berubah menjadi biru. Menurut dia, kondisi atau warna langit malam hanya hitam kelam. ’’Kecuali ada polusi cahaya,’’ tuturnya. Khusus hal itu, warnanya tergantung warna lampu yang memicu polusi cahaya.
Laporan: Maulidi Murni, Abdu Syukri, Jawa Pos/JPG
Editor: Mohamad iQbaL