eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. KPU dan Bawaslu Kalbar melakukan pertemuan dengan Pj. Gubernur Dodi Riyadmadji di Pendopo Gubernur, Jumat (19/1) sore. Pertemuan tersebut diisi penyampaian informasi tentang progres tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Kalbar.
“Kami memberikan informasi tentang tahapan pemilihan di Kalbar, karena Pj. Gubernur ini kan dari luar, dia harus tau progresnya. Responnya fine-fine saja,” ujar Ketua KPU Kalbar Umi Rifdiyawati.
KPU juga menyampaikan informasi bahwa ada empat bakal pasangan calon (Bapaslon) Gubernur-Wakil Gubernur Kalbar. Di antara bakal calon tersebut, saat ini merupakan kepala daerah, baik itu Wali Kota dan Bupati.
Sesuai peraturan dan perundang-undangan, bakal calon yang masih menjabat kepala daerah diikat regulasi tidak boleh mengganti pejabat tanpa persetujuan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Jika hal itu dilakukan, sanksinya berupa pembatalan pendaftaran Pilkada 2018.
“Dan untuk kepala daerah yang masih memiliki masa jabatan harus cuti selama masa kampanye,” jelas Umi.
Aturan lainnya, bagi bakal calon yang berasal dari Aparatur Sipil Negara (ASN) harus memberikan surat pengunduran diri paling lambat 30 hari sebelum hari pemungutan suara. “Untuk ASN, TNI, Polri, pegawai BUMN dan BUMD harus mengundurkan diri,” terangnya.
Ia menegaskan, aturan-aturan tersebut harus menjadi perhatian masing-masing pihak yang menjadi bakal calon. Jika sudah ditetapkan sebagai pasangan calon pada 12 Februari 2018, akan dilanjutkan pencabutan nomor urut tanggal 13 Februari.
“Sedangkan masa kampanye tanggal 15 sampai 23 juni 2018, kemudian masa tenang 24-26 Juni. Terakhir hari pencoblosan 28 Juni 2018,” papar Umi.
Sementara itu, Pejabat Gubernur Dodi Riyadmadji mengingatkan kepada seluruh pihak untuk tidak melakukan tindakan provokatif selama masa tahapan Pilkada ini. “Mari sama-sama untuk menebarkan berita yang tidak menyita waktu banyak untuk berdebat yang tidak penting. Saya harapkan juga bisa membantu pemerintah menyiarkan berita bagus, jangan sampai berita bohong dan kampanye hitam,” lugas Dodi.
Sebelumnya, Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Kalbar Anthony Sebastian Runtu mengaku kondisi media sosial dalam menghadapi Pilkada 2018 mulai memanas. Orang yang berkicau di Medsos tidak hanya yang positif, tapi juga ada negatifnya.
“Saya sudah lihat beberapa situs itu sudah mengarah kepada penyerangan secara individu, itu sudah mulai muncul,” ungkapnya.
Sesuai Tupoksi Kominfo, pihaknya akan mengambil bagian untuk memantau perkembangan Medsos dengan membentuk Tim Satgas. Tim ini berfungsi memonitor semua Medsos secara khusus di lingkup Kalbar.
“Memang tanggapan yang sering masih relatif baik, tapi juga sudah ada yang mengarah ke hal-hal yang negatif, ini hal yang tidak kita inginkan. Dalam kaitan itu kita akan jalani kerja sama dengan pihak terkait,” jelasnya.
Selain itu, Diskominfo Kalbar juga telah memiliki Command Center yang di dalamnya berisikan peralatan serta sistem yang dapat mempermudah pemerintah dalam mengawasi pergerakan situs-situs yang dianggap melakukan provokasi. “Alat-alat itu akan kita maksimalkan dan nanti akan ada tim yang piket di situ. Jadi kita bisa 24 jam memantau melalui sistem,” katanya.
Anthony mengingatkan kepada masyarakat bahwa ada aturan hukum tindak pidana untuk situs yang dianggap membahayakan seperti menebarkan hoax dan mengumbar ujaran kebencian baik melalui akun pribadi maupun situs berkelompok. “Saya berharap masyarakat bisa lebih cerdas ketika menerima berita jangan cepat di share ke orang lain. Diteliti dulu isi beritanya apa,” tuturnya.
Jika masyarakat menemukan berita yang berbau SARA dan berisi provokasi agar jangan di share. Peran masyarakat seperti melapor kepada pihak berwajib jika menemukan berita menyimpang juga sangat diperlukan. “Kalau sudah mengarah ke individu pasti mereka yang merasa di sudutkan juga akan melakukan tindakan, karena memang regulasi mengatur itu. Bisa dituntut jadi pidana,” tukas Anthony.
Anggota KPU Kalbar Kasiono, meminta masyarakat untuk aktif melaporkan pelanggaran yang terjadi dalam Pilkada serentak di Kalbar.
“Pelanggaran masuk dalam ranah Bawaslu, tapi kami di KPU tetap mengimbau agar masyarakat berperan aktif melaporkan pelanggaran,” ujarnya. Kasiono juga mengimbau kepada masyarakat jika merasa dirugikan oleh oknum tak bertanggung jawab bisa melapor kepada pihak berwajib.
Memang, dikutip dari Indopos (Jawa Pos Group), Medsos seperti Facebook, Twitter atau Instagram kini menjadi kebutuhan mendasar bagi kebanyakan orang. Tiga milliar orang, atau sekitar 40 persen populasi dunia, menggunakan media sosial.
Menurut sejumlah laporan, manusia zaman digital ini menghabiskan rata-rata dua jam setiap hari untuk membagikan, menyukai, menulis cuitan, dan memperbaharui perangkat medsos masing-masing. Artinya, sekitar setengah juta cuitan dan foto Snapchat dibagikan setiap menit.
Dari catatan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), terdapat 773 ribu konten negatif, porno, kebencian atau radikal di media sosial yang berhasil diblokir. Apabila informasi hoax atau negatif beredar luas di Medsos, dapat digunakan negara lain untuk menguasai Indonesia dengan cara proxy war melalui media sosial. Hal itu sangat dimungkinkan karena besarnya peran Medsos sebagai sarana sosialisasi.
Executive Director (Acting) ICT Watch Indonesia Widuri mengatakan, isu dan konten di Medsos perlu mendapat kritisi dari penggunanya. ”Kemunculan konten hoax atau mengandung unsur kebohongan sering terdapat di Medsos,” jelas Widuri.
Salah satu alasan mengapa hoax begitu subur adalah adanya anggapan bila tidak membagikan informasi tersebut maka akan dianggap tidak update atau ketinggalan informasi. Bahkan tidak sedikit netizen yang membagikan informasi hanya membaca judulnya saja tanpa repot mengetahui isinya.
Sementara itu, Guru Besar Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Prof. Dr. Ibnu Hamad, M.Si menyarankan, pola yang dapat digunakan untuk mengatasi info negatif atau hoax ini adalah dengan mengembangkan science communications. ”Saat ini masyarakat mengalami gelisah dengan kabar bohong, hoax atau post truth yang bebas beredar di Medsos. Ini banyak digunakan mereka yang berkuasa atau punya uang untuk berebut pengaruh,” kata Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Persada Indonesia YAI itu, belum lama ini.
Setakat ini beberapa forum anti hoax telah didirikan. Antara lain Forum Anti Fitnah Hasut dan Hoax (FAFHH), Fanpage dan Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.
Laporan: Rizka Nanda, Indopos/JPG
Editor: Arman Hairiadi