Terlibat Kampanye Bisa Dipecat

Pilkada, ASN Harus Netral

Khairil Anwar

PONTIANAK-RK. Aparatur Sipil Negara (ASN) mesti netral saat diselenggarakannya Pilkada serentak 2018. Mengingat tahun ini ada 17 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten se Indonesia menggelar Pilkada serentak.

Mengantisipasi itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengeluarkan surat edaran Nomor B/71/M.SM.00.00/2017 tentang Pelaksanaan Netralitas Bagi Aparatur Sipil Negara pada penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018, Pemilihan Legislatif tahun 2019, dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019. Terkait itu, Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Pontianak sudah melakukan sosialisasi pada jajaran ASN. “Dari Kemenpan sudah ada edaran, kemudian dari Kemendagri juga sudah ada imbauan terkait netralitas ASN, kami sudah melakukan sosialisasi pada jajaran ASN,” ucap Kepala BKPSDM Kota Pontianak Khairil Anwar, Kamis (4/1).

Dalam aturan tersebut kata dia, sudah jelas dan tegas bahwa ASN tidak boleh terlibat saat Pilkada, tapi harus netral. Dari Pemkot Pontianak sendiri, edaran sudah dibuat dan disampaikan. Tapi dengan adanya aturan baru yang dikeluarkan Kemenpan RB ini, maka pihaknya akan menegaskan kembali dalam waktu dekat. “Untuk sanksi di Undang-undang ASN pun sudah sangat tegas,” sebutnya.

ASN yang secara nyata atau terbukti terlibat dalam Parpol maupun Pilkada dapat dipecat. Tidak hanya tertuang dalam UU tentang ASN, tapi juga PP Nomor 11 Tahun 2017 dan PP Nomor  53 Tahun 2010. “Jadi ASN yang terlibat dalam Pilkada akan ditindak tegas sampai pada pemberhentian,” jelas dia.
Berdasarkan pengalaman pada Pilwako Pontianak  2012, sudah banyak ASN yang diberikan sanksi karena terbukti terlibat kampanye.
Bahkan sampai ada yang melepaskan jabatan. “Pada saat 2012 lalu ada 3 orang yang melepaskan jabatan dan 20 orang di mutasi karena mereka terbukti terlibat politik,” jelasnya.

Guna memastikan ASN netral, pihaknya sudah punya tim monitoring. Tim ini tentunya akan bekerja sama dengan KPU dan Panwaslu, untuk meminta waktu-waktunya agar bisa dimonitoring. “Dari Pemkot Pontianak maupun Wali Kota sudah selalu mengimbau, agar semua ASN tidak terlibat politik dan terlibat kampanye,” pungkasnya.

Pengawasan melalui media sosial juga dilakukan. Pasalnya, ASN yang menyebarkan secara nyata melalui media sosial menyampaikan kepada orang lain dan mengajak, termasuk pelanggaran. “Tapi kami dari Pemkot jauh-jauh hari sudah melarangnya. Jangan sampai  ada yang terlibat,” ucapnya.
Dijelaskan dia, pihaknya hanya menegakkan aturan. Di sisi lain, pihaknya terus menerus memberikan imbauan. “Kalau ada yang terlibat, maka jangan salahkan kami kalau diberikan tindakan tegas,” tegas Khairil.

Terpisah, Ketua Pengawas Pemilihan Umum (Pawaslu) Kota Pontianak Budhari menuturkan, pihaknya akan mengawasi jika ada ASN atau TNI-Polri masuk dalam Surat Keputusan tim pemenangan saat Pilkada. Begitu pun ketika hanya menjadi simpatisan, meski tidak ada SK tapi ikut kampanye terbuka menyampaikan orasi, bisa ditindak. “Walaupun tidak tercantum dalam SK, tetapi mereka ada bikin kampanye di lapangan terbuka dia menjadi oratornya itu bisa dibekukan, karena itu jelas mendukung bisa ditindak,” jelasnya.

ASN atau TNI-Polri harus netral, tidak boleh memihak pada salah satu pasangan calon. Untuk menindak ASN yang membagikan atau menyebarluaskan dukungan melalui akun media sosial pribadinya, pihaknya masih menunggu edaran dari Bawaslu. “Kami tunggu arahan dari Bawaslu RI seperti apa kalau ada kampanye ASN dan TNI-Polri yang kampanye di Medsos,” tukasnya.
Di dalam UU kata dia, bentuknya spesifik. Misalnya masuk dalam tim pemenangan yang dibuktikan dengan SK dan ikut orasi di lapangan.
Pun demikian jika melakukan penindakan, perlu bukti seperti foto dan rekaman isi yang disampaikan kepada orang lain untuk memilih calon tertentu.

“Jika ASN yang ada SK menjadi tim kemenangan, misalnya ada kepala dinas seperi itu, sepanjang tidak ada SK dan tidak ada di ruang terbuka tidak apa-apa, kecuali ada bukti foto dan rekaman dia ngomong seperti itu ke orang. Pilihlah pasangan kita begini begini, itu bisa jadi temuan,” ungkapnya memberikan contoh.

Terkait jika adanya incumbent yang menggunakan fasilitas negara, memanfaatkan jabatan secara tidak langsung untuk Pilkada. Ditegaskan Budhari itu tidak diperbolehkan. Ketika pasangan sudah ditetapkan menjadi pasangan calon incumbent mau menjadi calon dia harus melepaskan segala bentuk jabatannya. “Tidak boleh menggunakan fasilitas yang dimiliki saat menjabat. Kalau itu ada boleh masyarakat menyampaikan ke kami. Misal menggunakan mobil dinas saat kampanye dan lain-lain,” ucap dia.

Bila saja ada kebijakan yang menguntungkan incumbent dengan cara memanfaatkan jabatan kepada bawahan. Menurut dia, biasanya rencana kebijakan itu sudah dibuat setahun sebelumnya. Semuanya sudah terprogram sebelum penetapan calon.
“Calon menjalankan program itu boleh saja. Yang tidak boleh ketika membawa jabatan saat kampanye. Kalau program itu sudah dibuat jauh sebelumnya, itu tidak,” jelas Budhari.
Kepala Kementerian Agama Kota Pontianak Azharuddin Nawawi mengatakan, pihaknya akan netral dalam pesta demokrasi mendatang. “Apalagi kita plat merah, kita mencoba selaku ASN, semaksimal mungkin netral dalam masalah itu,” katanya.

Siapapun yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, baik di kota atau provinsi akan didukung semua ketika terpilih. Kolaborasi juga akan dilakukan dengan semua stakeholder baik dari Pemerintah Kota, maupun dari organisasi lain yang sama-sama bisa mengembangkan tugas pokok dan fungsi.
Berkaitan dengan tokoh agama yang ikut kampanye, kata dia itu sifatnya pribadi. Mereka memiliki kekebasan melakukannya, karena merupakan hak pilih masyarakat.
“Mereka menyampaikan aspirasi dan segala macamnya, tapi untuk ASN tentu kita harus bersikap netral. Siapa pun dia, berkiblat ke mana, kita serahkan semua,” pungkasnya.

 

Laporan: Maulidi Murni

Editor: Arman Hairiadi