eQuator.co.id – DEPOK–RK. Bulan lalu, Kongres Partai Komunis Tiongkok memutuskan satu target penting untuk rakyat negeri Panda. Pada 2021, tidak ada lagi kemiskinan di Tiongkok. Tidak hanya memutuskan target, namun kongres juga merumuskan strategi detail untuk mewujudkan visi tersebut. Bagaimana dengan Indonesia di 2045?
Itulah yang disampaikan mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan, saat berbicara dalam talkshow pendidikan di Fakultas Teknik Universitas Indonesia, kemarin (24/11). Talkshow yang dihadiri para mahasiswa lintasfakultas itu membawa tema besar, yakni mewujudkan tenaga muda berkualitas dalam mewujudkan generasi emas 2045.
Dahlan mengingatkan, saat ini semua negara sedang saling berkejaran. “Dulu Tiongkok itu jauh di belakang kita,’’ ujar Dahlan.
Tiga puluh tahun silam, angka kemiskinan di Tiongkok mencapai 800 juta jiwa. Saat ini, jumlah warga miskin tinggal sekitar 60 juta jiwa. Road map-nya jelas dalam hal mengatasi kemiskinan. Karena itu, tidak heran bila Tiongkok punya visi pada 2021 negara tersebut bebas dari orang miskin.
“2021 itu nggak lama lho, tinggal 4-5 tahun lagi,” lanjutnya.
Dahlan pun balik bertanya, apa yang diharapkan terjadi pada Indonesia pada 2045 mendatang. Sebab, 2045 itu masih lama. Masih banyak yang bisa terjadi dalam 5, 10, 15, dan 20 tahun mendatang, karena perkembangan dunia sudah sangat luar biasa.
Dia mengingatkan, masa depan sudah tidak lagi bisa diprediksi seperti dulu. bila 30 tahun lalu, statistik bisa mengukur apa yang akan terjadi pada 5, 10, atau bahkan 30 tahun berikutnya, maka saat ini tidak bisa demikian. Untuk memprediksi apa yang terjadi lima tahun mendatang saja sudah sangat sulit.
“Tiongkok saja, yang negara komunis itu, dalam waktu enam bulan perubahannya sudah luar biasa,’’ ucap Dahlan.
Contoh kecil, nyaris tidak ada lagi pembayaran dengan uang tunai. Orang lebih suka menggunakan uang elektronik macam alipay, bahkan untuk berbelanja di pasar tradisional.
Ketua Umum BEM FT UI, Hardiansyah, yang menjadi moderator pun mempertanyakan parameter kemajuan yang bisa dicapai Indonesia pada 2045 mendatang. “Tidak hanya dari sisi ekonomi, tapi juga dari sektor lainnya,’’ ucap Hardiansyah.
Mendapat pertanyaan tersebut, Dahlan memastikan tolok ukur utama tetap ekonomi. “Harus ada ketetapan, pertumbuhan ekonomi paling tidak 6,5 persen,’’ tuturnya.
Kemudian, harus dijabarkan, bagaimana cara untuk mencapai pertumbuhan tersebut. Misalnya ekspor berperan sekian, industri sekian, infrastruktur sekian. Sehingga menjadi jelas mana yang harus digenjot.
Dari sisi SDM, untuk memajukan suatu negara tidak perlu menggunakan semua penduduk. Cukup 10 persen dari tiap-tiap struktur yang ada, yang memang benar-benar layak menjadi pelopor. 10 persen itu harus memiliki inisiatif, kegigihan, cara, dan tujuan yang baik. Pada akhirnya, 10 persen itu akan punya kekuatan untuk menggerakkan struktur lainnya sehingga dicapailah kemajuan secara menyeluruh.
Lantas, apa yang bisa dilakukan generasi saat ini? Menurut Dahlan, generasi sekarang memiliki keunggulan lebih banyak ketimbang generasi terdahulu. Penggunaan teknologi pun semakin massif. Seharusnya, teknologi bisa menjadi alat untuk memajukan sektor-sektor yang dianggap masih tertinggal. Misalnya pertanian.
Dahlan lalu menantang sejumlah peserta yang tergabung dalam kelompok Satria Pengajar untuk menerapkan teknologi untuk memajukan warga binaan kelompok tersebut. ’’Anda jangan memosisikan diri membina mereka, namun anda belajar bersama mereka. Tumbuhkan kepercayaan diri mereka,’’ pesan pria yang berulang tahun setiap 17 Agustus itu.
Dahlan menambahkan, yang bisa dilakukan generasi sekarang adalah mengerjakan segala sesuatu secara maksimal. “Lakukan apapun yang ingin Anda lakukan. Dengarkan nasehat dan jangan banyak meminta,’’ tutupnya. (Jawa Pos/JPG)