Anom Tulus: Ahmadiyah Tak Pernah Dilarang

Anom Tulus, Mubaligh Ahmadiyah Kalbar

eQuator.co.id – Sanggau-RK. Menjawab pernyataan Ketua Forum Umat Muslim Perbatasan (FUMPE) Kecamatan Entikong, Raden Nurdin,  Mubaligh Ahmadiyah Kalimantan Barat, Anom Tulus menyampaikan bahwa Jemaat Islam Ahmadiyah sampai saat ini tidak pernah dilarang dan tidak terlarang di seluruh Indonesia.  Jemaat Islam Ahmadiyah Indonesia telah memiliki badan hukum No.JA.5/23/13 tanggal 13 Maret 1953.

Menurut Anom, Ahmadiyah juga diakui oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dari tahun 1978, diakui juga Direktorat Jendral Sosial Politik Departemen Dalam Nageri tahun 1985 sebagai ormas. “Bahkan Jemaat Ahmadiyah Indonesia diakui keberadaanya oleh Depdagri RI Direktorat Kesbang dengan Nomor Inventarisasi dengan sifat Kekhususan kesamaan agama Islam tanggal 5 Juni 2003 Nomor 75/D.I/VI/2003,” terang Anom dalam rilisnya kepada Rakyat Kalbar, Jumat (24/11).

Ditegaskannya, sampai saat ini badan hukum Ahmadiyah masih aktif dan tidak dicabut. Jadi, berlandaskan badan hukum tersebut Ahmadiyah bisa melakukan kegiatan dimanapun tanpa mendapatkan kecurigaan. Karena salah satu unsur dari negara hukum adalah adanya pengakuan terhadap hak-hak asasi.

“Ahmadiyah 100 persen meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir dan itu adalah keyakinan mutlak bagi Ahmadiyah. Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang membawa syariat atau ajaran terakhir untuk semua manusia tidak akan datang lagi nabi yang membawa syariat seperti beliau,” tegasnya.

Lanjut Anom, umat Islam meyakini berdasarkan nubuat Nabi Muhammad SAW akan datangnya Imam Mahdi (pemimpin yang mendapat petunjuk dari Allah) di akhir jaman. Pendiri Ahmadiyah Hz. Mirza Ghulam Ahmad mendakwakan dirinya sebagai Imam Mahdi tersebut.

“Jadi kenabian tersebut bukan untuk menandingi atau menyamai kenabian Nabi Muhammad SAW, melainkan berkat dari nubuatan dari sabda Nabi Muhammad SAW saja,” jelasnya.

Mengenai Jemaat Ahmadiyah di Entikong, dijelaskan Anom, sejak 2013 mengajak orang-orang untuk mengenal Allah Taala melalui syariat Islam pada umumnya. Beberapa pengikut Ahmadiyah tersebut kini telah rutin melaksanakan ibadah Salat fardu lima waktu dan ibadah-ibadah sunah lainnya yang dahulu mereka abaikan. Mubaligh Ahmadiyah membimbing mereka untuk meninggalkan perkara maksiat lalu kembali pada jalan Allah.

Ahmadiyah di Entikong, saat ini sedang membangun rumah dua lantai untuk tempat tinggal mubaligh beserta keluarganya, karena selama ini selalu mengontrak rumah. Rencananya, di lantai bawah dipergunakan untuk sarana pembinaan. Hal ini yang akhir-akhir ini menjadi permasalahan, dan kiranya permasalahan ini bisa dikomunikasikan dengan baik.

Untuk Ahmadiyah di seluruh Kalbar, Anom mengaku kesemuanya berjalan dengan aman, aktif dan tidak ada pembekuan. Begitupun dengan Ahmadiyah di Entikong.

“Masyarakat diharapkan tidak terprovokasi, dan adapun pihak-pihak yang merasa tidak berkenan diharapkan tetap mengedepankan hukum. Hukum seyogyanya merupakan panglima tertinggi serta menjunjung tinggi HAM menjadi jalan terbaik untuk mengakhiri permasalahan,” pesannya.

SKB 3 Menteri sendiri tidak mencabut badan hukum Ahmadiyah. SKB adalah upaya pemerintah untuk memelihara keamanan dan ketertiban di masyarakat akibat adanya pertentangan yang mencuat.

Mengenai permintaan mediasi yang akan dilaksanakan Muspika Kabupaten Sanggau dengan syarat harus dihadiri Mubaligh Ahmadiyah di Entikong saat ini berada di Medan menemani istrinya yang melahirkan. Baru kembali ke Entikong pada 29 November 2017.

“Kemungkinan mediasi akan dilaksanakan setelah tanggal itu. Beberapa tahun lalu Ahmadiyah pernah mediasi di kantor Kepala Desa Semanget, saat itu Ahmadiyah mengusulkan diadakannya dialog. Namun hal itu tidak terlaksana,” ujarnya.

Anom menilai persoalan yang kerap muncul di masyarakat lantaran banyaknya isu negatif tentang Jemaat Ahmadiyah, yang membuat masyarakat menanggap Ahmadiyah bukan bagian dari Islam.

“Kewajiban kami untuk menjelaskan hal tersebut kepada masyarakat. Itu sudah dilakukan, namun isu itu selalu hilang-timbul. Ketika isu itu timbul kami terus-menerus menjelaskan. Misal, di Desa Semanget, Ahmadiyah pernah dimediasi oleh kepala desa. Kami sudah menjelaskannya, kini isu itu muncul kembali,” katanya.

Alih-alih berprasangka buruk, Anom menduga munculnya isu-isu negatif tentang Ahmadiyah lebih lantaran ketidaktahuan masyarakat.

Laporan: Kiram Akbar