eQuator.co.id – Pontianak-RK. Keterangan para saksi dalam sidang lanjutan Rabu (15/11), terkesan meringankan terdakwa kasus korupsi meubelair di lingkungan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, Rektor Hamka Siregar. Alhasil, Jaksa Penuntut Umum (JPU) kurang puas.
Bahkan, JPU Juliantoro menduga para saksi, yang rata-rata merupakan terpidana dan tersangka kasus yang sama, tersebut terindikasi berbohong. “Seperti yang dilihat dan didengar, bahwa ketiga saksi-saksi cenderung melempar tanggung jawab itu kepada diri sendiri, atau orang lain, dan bukan kepada terdakwa,” ujarnya setelah persidangan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Uray Bawadi, Pontianak.
Padahal, sudah diketahui, lanjut dia, para saksi-saksi tersebut memiliki sertifikasi pengadaan barang dan jasa. Artinya, seharusnya tahu apa yang harus dikerjakan, tidak hanya menerima surat keputusan (SK)menjadi panitia pengadaan meubelair rumah susun mahasiswa (Rusunawa) tahun anggaran 2012 itu saja. Ketentuan mengenai hal tersebut sudah jelas ada di Perpres 54 tahun 2010 dan perubahan-perubahannya.
“Tidak cukup hanya sekedar tau dia sebagai apa, karena di SK-kan. Tapi dia harus, mau ngak mau, memahami aturan. Apalagi dia berspesifikasi (bisa melakukan,red) pengadaan barang dan jasa,” timpal Juliantoro.
Menurut dia, pihaknya kurang sreg dengan keterangan para saksi di depan hakim tersebut karena mereka rata-rata menyatakan tidak tahu. Padahal, lanjut Juliantoro, seseorang yang mempunyai sertifikasi pengadaan barang dan jasa tidak mungkin tidak mengetahui alur proyek tersebut.
Ia juga menilai ada kecenderungan saksi berusaha menyelamatkan terdakwa dari tanggungjawabnya sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk membentuk Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) proyek pengadaan meubelair tersebut. “Ada dugaan kebohongan (dilakukan para saksi,red), saya melihatnya seperti itu, berusaha untuk melarikan tanggung jawab dari terdakwa,” analisa Juliantoro.
Pada sidang berikutnya, ia akan menghadirkan tiga saksi. Yaitu panitia barang dan jasa dari lingkungan kampus, yang dulunya bernama Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pontianak.
“Kita berharap, mudah-mudahan dapat memberikan keterangan lebih baik daripada saksi-saksi hari ini,” pungkasnya.
Tiga saksi yang hadir kemarin antara lain Ketua Panitia Lelang Pengadaan Meubelair Rusunawa IAIN Pontianak tahun 2012, Fahrizandi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Dulhadi, dan tersangka baru yang merupakan Sekretaris proyek tersebut, Helmi Hardik. Sebagai informasi, Fahrizandi dan Dulhadi, terhitung Jumat (7/7) telah menjalani vonis setahun penjara karena terbukti melakukan korupsi dalam proyek tersebut.
Sidang, seperti biasa, molor dari waktu yang dijadwalkan. Dimulai sekitar pukul 14.00 WIB, para saksi bersumpah di bawah kitab suci masing-masing sebelum memberikan keterangan.
Satu persatu dicecar pertanyaan. Dari majelis hakim, JPU dan kuasa hukum terdakwa Hamka Siregar. Tanya dilontarkan seputar proyek tersebut. Seperti pembentukan panitia, proses pemeriksaan dan penerimaan barang, anggaran, tidak dibentuknya PPHP, hingga apakah ada unsur kesengajaan dari KPA tidak membentuk PPHP. Jawaban tiga saksi adalah tidak mengetahui terkait tidak dibentuknya PPHP itu.
PPK proyek tersebut, Dulhadi, mengatakan tidak mengetahui apakah barang yang masuk ke pihaknya dari pihak ketiga sesuai kontrak atau tidak. Sebab, dia menyatakan hanya menerima laporan dari panitia.
“Saya percaya apa yang telah disampaikan oleh panitia,” ujarnya.
Dia juga mengatakan, proses penerimaan barang tidak pernah diberitahukan kepada Hamka Siregar selaku KPA. “Penerimaan barang, yang menandatangani berita acara itu panitia dan saya,” ucap Dulhadi.
Ketua Panitia Lelang proyek tersebut, Fahrizandi mengaku hanya berinisiatif menjadi PPHP, bersama panitia lainnya, untuk menerima barang dari pihak ketiga. Pria yang telah memiliki sertikat pengadaan barang dan jasa ini beralasan, saat itu tidak mengetahui batasan antara panitia pengadaan barang dan PPHP.
“Yang jelas, pembentukan PPHP kewenangannya KPA. Apa alasan PPHP tidak dibentuk, saya tidak tahu,” ucapnya.
Sementara itu, kuasa hukum Hamka Siregar, Syafruddin Nasution menyebut, keterangan tiga saksi dalam persidangan tersebut sangat meringankan kliennya. Sebab tidak ada satu pun pengakuan saksi yang mengarah kepada keterlibatan kliennya dalam korupsi pengadaan meubelair itu.
“Tentunya keterangan para saksi sangat meringankan, bahwa Hamka Siregar, tidak ada dia menerima, tidak untuk memperkaya diri,” ujarnya.
Terkait pengadaan barang yang tidak sesuai dengan kontrak, alias ada perbedaan merek, menurut dia, tidak ada tanggung jawab yang melekat pada kliennya. Sebab, itu merupakan kerja dan wewenang panitia pengadaan barang dan jasa.
“(Proses) pengadaan barang cukup sampai dengan PPK. KPA tidak mengurus soal pengadaan barang, hanya mengetahui saja,” ucap pria yang karib disapa Kabang itu.
Ditegaskannya, dari keterangan saksi, terbuka bahwa memang kliennya tidak mengetahui apa-apa tentang proses pengadaan barang dan jasa, yang kemudian pada pelaksanaannya ditemukan tidak sesuai dengan kontrak. “Tentang temuan-temuan itu, klien saya tidak tahu. Ada melapor kepada KPA, KPA telah memberikan teguran secara tertulis soal barang tidak sesuai,” pungkasnya.
Laporan: Ambrosius Junius
Editor: Mohamad iQbaL