Seramnya Hantu Registrasi Kartu Seluler Prabayar

Ilustrasi SIM Card, jpp.go.id

eQuator.co.id – COBA cek WhatsApp Group (WAG) Anda beberapa hari terakhir. Kemungkinan ada rekan Anda yang membagikan informasi menyesatkan mengenai registrasi kartu seluler prabayar. Mulai penyalahgunaan registrasi kartu seluler untuk kepentingan Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2019 sampai nomor KTP dan KK Anda akan dipakai imigran asal Tiongkok.

Ya, hantu-hantu penyebar hoax yang beredar terkesan mengajak masyarakat untuk tidak mengikuti instruksi pemerintah. Isinya menakut-nakuti masyarakat dengan kabar menyeramkan. Misalnya, tuduhan penyalahgunaan nomor induk kependudukan (NIK) e-KTP dan nomor kartu keluarga (KK) untuk pemenangan calon dalam pemilihan umum legislatif (pileg) dan pilpres. Informasi ini jelas menyesatkan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun menyebut hal itu sebuah kecurigaan berlebihan.

Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, tuduhan itu pasti dikaitkan dengan penerbitan daftar pemilih tetap (DPT). Menurut Ubaid, selama ini penerbitan DPT dilakukan dengan upaya yang teliti dan hati-hati. DPT merupakan hasil sinkronisasi antara data kependudukan berbasis e-KTP dan DPT pemilu terakhir di setiap provinsi dan kab/kota. ”Selain itu, penetapan DPT telah melalui proses verifikasi lapangan. Petugas KPU akan mendatangi pemilih dari rumah ke rumah. Jadi, sama sekali tidak ada kaitannya dengan registrasi kartu seluler prabayar,” tegasnya.

Seseorang yang tidak masuk DPT juga tidak serta-merta kehilangan hak suara. Mereka masih bisa mencoblos sepanjang memiliki e-KTP atau surat keterangan pengganti e-KTP. DPT milik KPU juga bisa diakses siapa saja melalui sistem informasi data pemilih (sidalih). ”Asal punya HP atau komputer, siapa pun dapat mengecek namanya hanya dengan menulis nama atau NIK untuk mengetahui di TPS mana nanti mencoblos pada hari H,” papar Pram.

Jadi, dengan sidalih, KPU dengan mudah mendeteksi jika terdapat data-data ganda. Baik nama, alamat, NIK, maupun tanggal lahir. Jika NIK dan nomor KK dicurigai akan dimanfaatkan dalam Pilpres 2019, itu tentu akan terdeteksi dengan mudah oleh sidalih. ”Dengan sidalih dan prosedur penyusunan DPT yang ada, isu ini sama sekali tidak masuk akal,” ungkapnya.

Penyebar hoax juga menabur ketakutan dengan memanfaatkan kepanikan masyarakat yang gagal dalam melakukan registrasi kartu prabayar. Katanya, data itu akan dicuri, kemudian disalahgunakan untuk memberikan kartu identitas kepada imigran asal Tiongkok.

Dirjen Penyelenggara Pos dan Informatika (PPI) Kemkominfo Ahmad Ramli mengatakan, kegagalan registrasi mungkin disebabkan kesalahan dalam menginput data. Dia menyarankan masyarakat untuk datang ke gerai masing-masing operator. Dia pun menjamin tidak ada penyalahgunaan data dari pihak operator. ”Operator telah menjamin perlindungan data pelanggan sesuai standar ISO,” ujarnya.

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys juga meminta masyarakat untuk tidak memercayai informasi yang beredar di media sosial. ”Itu kan kata di medsos (kabar data yang dicuri pihak asing, Red). Saya klarifikasi kalau itu tidak benar. Jangan percaya hoax,” imbuhnya.

Sebenarnya, hoax terkait kebijakan registrasi kartu seluler prabayar itu sudah beberapa kali beredar dengan berbagai versi. Yang pernah meresahkan masyarakat ialah adanya informasi bahwa registrasi harus menyertakan nama ibu kandung. Masyarakat khawatir itu menimbulkan penyalahgunaan. Sebab, nama ibu kandung selama ini menjadi verifikasi data rahasia. Pesan tersebut jelas tidak benar. Sebab, yang dibutuhkan dalam registrasi hanyalah NIK di e-KTP dan nomor KK. (Jawa Pos/JPG)

FAKTA: Keamanan data pribadi yang dimasukkan pada saat registrasi nomor kartu telepon seluler prabayar dijamin oleh operator.