Pelajar Keluhkan Registrasi SIM Card

Kominfo Pontianak: Negara Lain Sudah Melakukannya

eQuator.co.id–Pontianak-RK. Penetapan registrasi Subscriber Identity Module (SIM) card dengan validasi KTP elektronik plus Kartu Keluarga (KK), untuk pengguna seluler baru maupun lama, dikeluhkan kalangan muda. Sejumlah pelajar di Pontianak merasa hal tersebut menyusahkan.

Di antara mereka, Laksamana Saputra. Murid di salah satu  SMA di Kota Pontianak ini menyebut, kebanyakan pengguna telpon seluler justru pelajar. “Saya sebagai pelajar merasa disusahkan, karena hampir 40 persen pengguna gadget itu adalah pelajar, yang digunakan untuk kepentingan tertentu,” tuturnya menjawab Rakyat Kalbar, Minggu (15/10).

Sehingga, menurut Laksamana, kebijakan yang kurang tepat kalau pengguna SIM card harus melakukan registrasi ulang dengan nomor KTP. Karena, lanjut dia, berarti SIM card hanya digunakan untuk orang yang sudah memiliki KTP.

“Meskipun, mungkin tujuan dari kebijakan tersebut baik,” ujarnya.

Pelajar, ia menjelaskan, menggunakan telpon seluler bukan hanya untuk bersenang-senang. Ia mencontohkan, seluler sebagai sarana komunikasi digunakan dirinya dan pelajar lain untuk koordinasi soal pekerjaan rumah. Belum lagi, kalau mengalami peristiwa tak menyenangkan di jalan, seluler dapat digunakan untuk menelpon orangtua.

“HP (handphone) sudah termasuk atau hampir menjadi hal pokok bagi pelajar,” ungkap Laksamana. “Sedangkan, rata-rata pelajar belum menggunakan KTP, kecuali pelajar kelas 12 SMA. Itupun, tidak semua anak kelas 12 telah memiliki KTP”.

Senada, Muhammad Yapi. Pelajar kelas X di salah satu sekolah di Kota Pontianak ini merasa bingung dengan kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika tersebut. Sebab, ia belum memiliki kartu tanda penduduk.

“Bingung jadinya gimana, sebagai pelajar tidak bisa berbuat banyak. Mau demo juga tak berfaedah, kalau bisa sih jangan dilanjutkan wacana kayak gini,” tukasnya singkat.

Memang, dalam kehidupan manusia setakat ini, berkomunikasi telah sangat mudah. Penggunaan telpon seluler seakan sudah menjadi kebutuhan mendasar dalam hidup. Namun, kemajuan teknologi komunikasi ini di sisi lain memberikan dampak negatif jika tidak bijak dalam penggunaannya.

Psikolog Pontianak, Maria Nofaola menyatakan, jika hanya untuk sekedar berkomunikasi, cukup dengan telpon genggam biasa. Yang cuma bisa mengirim pesan singkat (SMS) atau menelpon saja.

“Jadi memberikan alat komunikasi kepada anak tidak harus smartphone,” tuturnya dihubungi Rakyat Kalbar, Senin (16/10).

Meski begitu, ia mengakui, penggunaan alat komunikasi sekarang ini memang penting. Tapi, akses internetnya harus dibatasi dan dipantau.

“Jadi guru-guru juga jangan terlalu sering menyuruh muridnya mencari tugas di internet,” terang Maria.

Lanjut dia, pembatasan atau  larangan mengakses internet secara bebas di kalangan pelajar tersebut memiliki dasar yang kuat. Salah satunya, dijelaskan Maria, untuk melindungi generasi penerus bangsa ini dari akses pornografi yang dapat  merusak prefrontal cortex (bagian otak) anak.

“Otak bagian depan pada manusia yang sangat penting. Jika otak itu rusak karena pornografi, rusaknya bisa seperti orang yang mengalami kecelakaan,” bebernya.

Di sisi lain, Maria membantah pendapat telepon genggam sebagai hal pokok atau primer bagi pelajar. Tanpa memiliki telepon genggam pun, dikatakannya, mereka bisa meningkatkan akses komunikasi langsung.

Misalnya, jika para pelajar ingin menanyakan tugas atau menelpon temannya, bisa meminjam seluler punya orangtua. Tentu dengan izin terlebih dahulu.

“Ini justru baik. Ada keterbukaan antara  anak dan orang tua, melatih mereka untuk berkomunikasi langsung,” tutup Maria.

Seperti diketahui, registrasi ulang ini merupakan upaya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mencegah penyalahgunaan nomor pelanggan. Terutama pelanggan prabayar, sebagai komitmen melindungi konsumen dan kepentingan national single identity (satu identitas secara nasional).

“Pada tanggal 31 Oktober, semua sudah harus mulai melakukan registrasi,” ucap Kepala Dinas Kominfo Kota Pontianak, Uray Indra Mulya, Senin (16/10).

Tujuan kebijakan tersebut, dijelaskannya, untuk security atau jaminan keamanan bagi warga. Menyusul ragam peristiwa penipuan yang dialami masyarakat Indonesia.

Dikatakan Indra, dengan registrasi, maka akan diketahui siapa pemilik nomor yang mencoba atau telah melakukan upaya penipuan. “Kalau sekarang itu kan orang sering mendapatkan hadiah atau telepon dari orang melalui SMS yang tak jelas pengirimnya, bahkan ada yang sampai mengancam juga,” ujarnya.

Menurut dia, negara lain seperti Malaysia, sudah melakukannya. Caranya, lanjut Indra, pemakaian SIM card harus diregistrasi dengan paspor.

“Kalau mereka kan dengan kartu identitas mereka. Jadi mereka tidak bisa bohong lagi,” terangnya.

Untuk yang belum mempunyai KTP elektronik, ia menerangkan, bisa registrasi menggunakan KTP orangtua atau nomor induk kependudukan (NIK). Indra menyakini, anak kecil yang baru lahir pun pasti sudah mempunyai NIK.

“Karena di KK semua NIK disebutkan di situ. Dari itu bisa di monitor. Di tempat kita, data tentang KTP elektronik tersendiri, data KK juga ada,” sebut dia.

Seandainya tidak meregistrasi ulang SIM card menggunakan KTP elektronik, apakah ada sanksinya? Indra menjawab, kemungkinan SIM card-nya otomatis mati, tidak bisa digunakan.

Sejauh ini, banyak masyarakat menggunakan lebih dari satu SIM card. Menurut Indra, hal itu tidak masalah. Yang penting identitas dan alamat pemilik nomor-nomor tersebut jelas dan terdata. Untuk sementara ini, belum ada batasan jumlah kartu yang boleh dipakai warga Negara.

“Kita tunggu saja, nanti pasti ada edaran, regulasi yang dibuat,” sambung dia.

Soal gonta-ganti SIM card dengan tujuan pemakaian kuota internet murah, dijelaskannya, pun tidak masalah jika si pengguna harus melakukan registrasi. “Toh kartu itu kalau tidak digunakan, kan otomatis mati sendiri,” tukas Indra.

Ia berharap, data pemilik SIM card ini bisa jadi database seperti halnya KTP elektronik. Sebab, Indra menjelaskan, Pemerintah Kota Pontianak telah memiliki aplikasi khusus untuk menerima laporan atau keluhan warga, yakni Gencil.

“Mereka upload aplikasi itu menggunakan KTP, itu yang membuat kita bisa melacak siapa yang memberi laporan. Kalau laporan yang tidak tentu rudu (asal) kan bisa dilacak,” paparnya.

Soal privasi, ia berpendapat, tak akan terganggu. Justru membantu mengatasi tindak kriminal seperti penipuan dan segala macamnya. “Polisi mau mencari orang pun juga bisa melalui itu. Jadi keamanan dan kenyamanan pelanggan tetap terjamin. Kecuali ada masalah, baru (data) itu dibuka, kalau tidak ada masalah, tidak dibuka lah,” pungkas Indra.

Senada, Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kota Pontianak, Suparma. Ia menjelaskan, tidak masalah jika tidak ada kartu elektronik karena di KK sudah tercantum NIK. NIK itu tidak ada bedanya dengan yang di KTP elektronik.

“Otomatis sesuai dengan domain,” tuturnya.

Ia menyatakan, pihaknya mendukung kebijakan dari Kemenkominfo. “Kalau pihak berwenang sudah punya data penting by name by address, jika terjadi apa-apa, misalnya persoalan atau masalah berkaitan dengan kejahatan, maka akan mudah dilacak,” tandas Suparma.

Laporan: Rizka Nanda, Ambrosius Junius, Maulidi Murni

Editor: Mohamad iQbaL