eQuator – Nilai keislaman di dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terlihat memudar, berkat konflik elitnya antara pengurus Romahurmuziy (Romi) dengan Djan Faridz yang tidak kunjung usai.
“PPP partai tua yang sebetulnya diharapkan umat Islam untuk jadi pioner, tapi kelola konfliknya tidak usai. Kalau masih ngotot-ngototan, PPP rugi sendiri ditinggalkan pemilihnya,” ujar Suparji Achmad, Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia kepada wartawan di Jakarta, Minggu (8/11).
Menurutnya, PPP kubu Romi harus menghormati putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan kasasi PPP kubu Djan Faridz. Namun, kubu Romi atau pengurus hasil Muktamar VIII Surabaya justru membentuk tim 7 penyelamat PPP yang sebenarnya sebagai bentuk perlawanan atas putusan MA.
“Ini Romi sama saja melawan hukum dan memelihara konflik PPP. Lebih baik PPP duduk bersama, cari solusi terbaik,” jelas Suparji.
Dia menambahkan, konflik kepengurusan PPP hanya dapat diselesaikan dengan kesadaran dari kubu Romi dan Djan Faridz sendiri, untuk bersatu membangun partai Kabah.
“Jadi, putusan MA dihormati dan Djan Faridz harus rangkul kubu Romi,” kata Suparji.
Dia juga mengakui bahwa konflik internal PPP menjadi potret buruk dunia politik di Indonesia.
“Prinsipnya demokrasi tidak ada. Ini jadi catatan pemilih,” pungkas Suparji yang juga ahli hukum tata negara. (rmol)