Warga Perumnas IV Demo Kantor Gubernur dan DPRD Kalbar

Dampak Tak Tuntasnya Proses Pemekaran Wilayah

uluhan warga Perumnas IV menggelar unjukrasa di Kantor Gubernur dan DPRD Kalbar
DEMO. Puluhan warga Perumnas IV menggelar unjukrasa di Kantor Gubernur dan DPRD Kalbar, Rabu (27/9). RIZKA NANDA

eQuator.co.id –Pontianak-RK. Menjelang Pilwako Pontianak dan Pilkada Kubu Raya yang digelar serentak 2018 mendatang, status wilayah Perumnas IV kembali dipertanyakan warga. Wilayah tersebut merupakan perbatasan antara Kecamatan Pontianak Timur (Kota Pontianak) dan Kecamatan Sungai Raya (Kabupaten Kubu Raya).

Puluhan warga Perumnas IV menggelar demonstrasi di Kantor Gubernur dan DPRD Kalbar, Rabu (27/9). Berbekalkan spanduk mereka menuntut kejelasan status dan menginginkan Perumnas IV menjadi bagian wilayah Kota Pontianak.

Warga menolak menjadi warga Kubu Raya. Alasannya fasilitas umum yang dinikmati mereka, seperti PDAM dari Kota Pontianak. Bahkan warga memiliki KTP Kota Pontianak. Namun urusan administrasi negara, seperti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) masih di Kubu Raya. “Kota Pontianak yes, Kubu Raya no,” teriak demonstran.

Puluhan warga ini diterima Biro Pemerintahan Setda Kalbar. Mereka dipersilahkan menyampaikan aspirasinya melalui para ketua RT, RW dan koordinator lapangan (Korlap) demonstrasi.

Korlap demonstrasi, Erwan Irawan mengatakan, persoalan tapal batas Perumnas IV sudah terjadi sejak tahun 2000 silam. Namun hingga kini belum ada kejelasan status hukum letak tanah masyarakat. Warga yang menghuni Perumnas IV (lihat grafis) belum mendapatkan kejelasan status lahan yang mereka tempati.

“Kami sudah ber-KTP Pontianak, tapi tidak ada kepastian hukum letak tanah. Untuk PBB saja kami masih membayar di Kubu Raya,” kata Erwan.

Dia mengaku masyarakat kerap mendapatkan janji untuk penyelesaian kasus ini. Hingga akhirnya keluar Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 307/PEM/2010 tertanggal 22 Juni 2010. Dalam SK itu tertuang, Perumnas IV masuk wilayah Kota Pontianak. Pemkab Pontianak saat ini menjadi Kabupaten Mempawah (sebelum Kabupaten Kubu Raya terbentuk, red) menyerahkan sepenuhnya wilayah Perumnas IV kepada Kota Pontianak. “Ini SK yang berbicara dan keluar dari tahun 2010, tapi kenapa SK ini seperti tidak digubris,” sesal Erwan.

Selain SK Gubernur Kalbar, juga diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Kubu Raya, menyatakan berdasarkan peta lokasi, Perumnas IV tidak masuk wilayah Kabupaten Kubu Raya. “Kami datang ingin masalah diluruskan, apakah Undang-Undang Nomor 35 tahun 2007 itu dipakai atau tidak. Kalau tidak dipakai,” tegas Erwan.

Warga yang menggelar aksi ini, ungkap Erwan, meminta agar tidak lagi diturunkan tim untuk melakukan pengecekan kembali tapal batas yang disengketakan. “Itu saja permohonan kami dan harapannya bisa selesai sebelum Pilkada/Pilwako. Kami minta Undang-Undang Nomor 35 tahun 2007 itu dijalankan dan SK Gubernur Kalbar juga belum dibatalkan,” ujar Erwan.

Kepala Biro Pemerintahan Setda Kalbar, Yohanes Budiman mengatakan, saat ini pihaknya masih bekerja keras untuk menyelesaikan tapal batas di Kalbar. Termasuk kasus yang dianggap menjadi prioritas, sengketa tapal batas di Perumnas IV. “Kami mengejar agar tahun ini kasus Perumnas IV bisa selesai,” katanya.

Saat ini tim sedang turun ke lapangan, melibatkan kedua belah pihak, baik Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya. Turun tim ini pun juga memperjelas SK yang dikeluarkan gubernur, kenapa hingga saat tidak berjalan dengan baik. Kemudian tim yang turun ke lapangan melakukan pemetaan menggunakan kecanggihan teknologi. “Melihat batas wilayah menggunakan titik koordinat,” jelasnya.

Menurut Budiman, mencuat kasus ini akibat tidak tuntasnya pemekaran wilayah. Proses pemekaran, tim atau pihak terkait, mulai dari daerah hingga pusat tidak turun ke lapangan untuk melihat batas wilayah. Ketika dilakukan pengecekan dengan sistem koordinat terjadi tumpang tindih lahan. “Dampaknya seperti ini. Jadi sebaiknya tata dulu batasnya, baru lakukan pemekaran,” tegas Budiman.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Kalbar, H. Subhan Noor mengaku akan memanggil pihak terkait, khususnya Pemkab Kubu Raya, Pemkot Pontianak serta Pemprov untuk memediasi penyelesaian malasah tapal batas. Menurut dia, ini merupakan aspek politis dan teknis. “Nantinya kita akan mengkaji tuntutan mereka (warga Perumnas IV, red). Banmus (Badan Musyawarah) akan kita minta menjadwalkan pertemuan untuk menyelesaikan permasalahan ini,” jelas Subhan.

“Sepanjang ada solusi yang baik demi kepentingan warga, kenapa tidak! Makanya kita di DPRD akan memediasi. Bisa saja kita akan mengeluarkan rekomendasi sesuai dengan aturan yang ada,” sambung legislator Partai Nasdem ini.

Politisi asal Kabupaten Sambas ini mengatakan, mestinya tugas gubernur untuk memanggil Bupati Kubu Raya dan Wali Kota Pontianak. “Karena gubernur ini merupakan wakil pemerintah pusat, itu wewenang beliau. Sepanjang ini kepentingan rakyat, tidak bermasalah dari sisi aturan, maka tetap kita dorong penyelesaiannya,” ucap Suhban.

Anggota DPRD Kalbar lainnya, H. Miftah mengatakan, penyelesaian Perumnas IV tinggal dieksekusi, mengacu pada SK Gubernur Nomor 307 tahun 2010. “Bahwasanya Perumnas IV itu masuk wilayah Kota Pontianak, maka harus cepat dieksekusi,” ungkapnya.

Pertimbangan segera dieksekusi, menyangkut infrastruktur dan pelayanan publik. “Kasihan warga Perumnas IV. Saya dapat informasi hampir 2 Km jalan rusak. Mereka juga masyarakat yang punya hak mendapatkan perhatian pemerintah. Bukan hanya memikirkan daerah-daerah tertentu saja. Mereka juga harus mendapatkan perhatian, infrastruktur harus diperbaiki yang 2 Km itu,” tegas Miftah.

Tapal Batas Bermasalah

Polemik batas wilayah Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya bukan hanya terjadi di Perumnas IV saja. Tetapi juga batas wilayah Kecamatan Pontianak Tenggara dengan Desa Punggur, Kecamatan Sungai Kakap (Kubu Raya).

Lurah Bansir Darat Pontianak Tenggara, Patricia Stevania mengaku selama September 2017, dia bersama tim dari Pemkot Pontianak, Kubu Raya dan Pemprov menyelesaikan masalah batas wilayah di wilayahnya. Mencari patok batas wilayah antara Kota Pontianak dan Kubu Raya.

“Memang jika dilihat undang-undangnya, ada selisih (tapal batas). Tetapi penyelesaian selisih itu merupakan kewenangan provinsi,” kata Patricia, Rabu (27/9).

Minggu lalu, kata Patricia, pihaknya sudah mencari titik tapal batas hingga masuk ke hutan. Hasilnya akan dibahas di Pemprov.

“Kalau dilihat dari undang-undang, itu tidak masuk wilayah Kubu Raya. Namun menurut Pemkot, hanya sebagian yang masuk wilayah Kota Pontianak. Jadi ada sebagian yang merupakan ranah provinsi untuk menentukan mana batas Kota Pontianak dan Kubu Raya,” jelas dia.

Dampak yang dirasakan warga, akibat buramnya tapal batas ini, diantaranya berkaitan dengan pelayanan, administrasi pendudukan, kesehatan dan pendidikan. Termasuk penerbitan sertifikat lahan yang membingungkan.

“Masalah ini harus segera dibereskan pemerintah. Selama ini, karena satu kampung, secara de facto, batas antara Desa Punggur dengan Kelurahan Bansir Darat adalah Parit Maksum. Warga sebenarnya sudah disiplin. Ternyata setelah diukur kemarin, ada kemungkinan wilayahnya masuk Kota Pontianak,” ungkap Patricia.

Laporan: Rizka Nanda, Zainuddin, Maulidi Murni

Editor: Hamka Saptono