eQuator.co.id – Pontianak-RK. Perkara sejumlah remaja yang berani tampil ke publik Pontianak, mengenakan kaus bergambar porno bertuliskan “Ikeh”, direspons cepat sejumlah instansi terkait. Mulai dari otoritas pendidikan setempat hingga kepolisian.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pontianak, Mulyadi menyatakan, menjadi tantangan bagi pihaknya dalam memberikan pendidikan karakter kepada para anak didik. Namun, yang paling penting, setiap orang yang melihat penyimpangan pada perilaku anak-anak muda harus ikut peduli.
“Karena mereka harapan kita ke depan. Mungkin mereka menganggapnya main-main. Tapi itu (memakai kaos bergambar pornografi,red) bukan permainan,” tegasnya kepada Rakyat Kalbar, Selasa (26/9).
Pihaknya sudah melakukan pengecekan ke sekolah-sekolah. Sementara ini sedang menunggu laporan dari kepala sekolah.
“Sampai sekarang, sekolah negeri satupun tidak ada laporan ke saya, tinggal mengecek ke sekolah swasta. Bisa saja itu gabungan pelajar dan ada yang bukan berstatus pelajar, kalau kita lihat model dari gaya remaja itu,” ujar Mulyadi.
Seandainya mereka memang pelajar, pihaknya akan memberikan pembinaan. “Sekolah tidak boleh keluarkan anak itu, tetapi harus dibina,” tegasnya.
Yang lebih penting, lanjut dia, orangtua harus lebih memperhatikan tindak-tanduk anaknya. “Ini yang utama, kalau orangtua sudah peduli dengan persoalan itu, insya Allah tidak ada kejadian yang seperti ini,” terang Mulyadi.
Ia menampik “komunitas” pemakai kaos “Ikeh” tersebut terbentuk di sekolah. Mulyadi yakin komunitas yang ada di sekolah akan diketahui para guru. Artinya, tidak mungkin ada kelompok aneh di kawasan sekolah.
“Bisa saja terbentuk di lingkungan luar sekolah, sekarang kan banyak anak suka ngumpul. Di sekolah, saya yakin tidak ada komunitas itu. Komunitas di sekolah rata-rata yang positif karena sekolah tidak mungkin mengajarkan anak hal yang negatif,” pungkasnya.
Di sisi lain, Direktur Yayasan Nanda Dian Nusantara (YNDN), Devi Tiomana menyebut, remaja pemakai kaos bergambar pornografi tersebut hanya lah iseng. Meski begitu, ia yakin anak seusia itu sudah tahu arti dari gambar yang terpajang di pakaiannya.
“Bentuk-bentuk gambar pornografi, di usia itu sudah mengerti, bukan tidak mengerti. Tapi mungkin perilaku nyeleneh atau pencarian identitas yang kebablasan,” tuturnya, Selasa (26/9).
Lebih kurang senada dengan Mulyadi, Devi menyebut, dengan digunakannya kaos bergambar ponografi tersebut di tempat umum, orangtua para remaja itu harus mendalami perilaku anaknya. Bahkan serius menangani kondisi psikis anak masing-masing.
“Jadi orangtuanya jangan berpikir, sesudah menangis-nangis lalu selesai. Karena ada proses yang harus didalami orangtua,” tegas dia.
Ia beranggapan, bisa jadi ada gejala gangguan psikis serius pada anak-anak itu. Yang menganggap sesuatu yang melanggar aturan maupun kepatutan sebagai hal yang nyeleneh. Sebab, pemerhati anak dan perempuan Kalbar ini memastikan, orang yang tidak mengalami gangguan psikis tidak akan berani memakai baju itu di depan publik.
Ditambahkannya, gangguan psikis yang dia maksud bukanlah gila. Melainkan gangguan pemahaman terhadap kepatutan.
Devi juga menyesalkan ketidakpedulian masyarakat di lokasi anak-anak itu memakai kaos “Ikeh”. Kata dia, seharusnya warga yang melihat menegur anak-anak tersebut.
“Jika ada rasa kepedulian, tarik anak itu lalu bawa ke aparat. Kepedulian itu yang kurang, sehingga sampai diposting ke media sosial. Yang akhirnya semua orang memandang dan tahu,” sesalnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Adat Budaya Tionghoa (MABT) Kubu Raya, Lim Tau Hong, angkat bicara terkait anak-anak pemakai kaos “Ikeh”. Semua anak tersebut, menurut dia, sudah di Polda Kalbar. Sebelumnya, mereka telah berkoordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kalbar.
“Sekarang (anak-anak pemakai kaos “Ikeh”, red) lagi di Polda (Kalbar),” tutur Tau Hong dihubungi via seluler, Selasa (26/9) malam.
Dari penjelasan anak-anak itu, baju dicetak di kawasan sekitar Jalan Podomoro atau Jalan Sentosa. Mereka, kata Tau Hong, memang hendak mencetak baju. Tapi tidak menginginkan gambar seperti di kaos yang mereka kenakan saat Car Free Day (CFD) tersebut. Mereka hanya meminta gambar yang jarang digunakan di Kalbar.
“Jadi ditunjukkan sama pencetaknya, bahwa tidak pernah dipakai orang. Ditawari dan disepakati. Dicetak enam lembar, kemudian temannya datang dan mengatakan bagus, akhirnya ditambah menjadi tiga lembar. Begitu ceritanya,” bebernya.
Sebelum pemakaian di area publik saat CFD, anak-anak tersebut pernah mencoba kaos “Ikeh” itu usai dicetak. “Kurang lebih semingguan, tetapi di dalam gang, mungkin pada malam hari atau bagaimana, jadi mungkin tidak jadi perhatian,” ungkap Tau Hong.
Setelah itu, sambung dia, pada hari Minggu ketika mereka difoto itu lah mereka keluar jalan-jalan. “Ada empat orang, kalau tidak salah. Karena saya di MABT, saya panggil dia ke kantor, saya interogasi. Makanya saya tahu,” jelasnya.
Ketika dihubungi, Lim Tau Hong kebetulan berada di kediaman salah satu orangtua dari anak pemakai kaos “Ikeh”. Ia menyatakan tidak bertindak sebagai pendamping, tetapi sebagai Ketua MABT yang prihatin dengan sejumlah warganya yang sembrono.
“Daripada nanti diambil pihak yang berwajib, lebih baik saya ambil tindakan sendiri. Tetapi (kalau ada,red) proses hukum tetap jalan,” sebut dia. Imbuh Tau Hong, “Saya bukan mendampingi, tetapi memantau, sehingga kedepannya mereka tidak memakai baju yang tidak enak dipandang mata”.
Ketika Rakyat Kalbar meminta izin untuk berbicara dengan salah seorang anak pemakai kaos “Ikeh”, Tau Hong menganjurkan besok saja/hari ini. Sebab, kalaupun kembali ke rumah tadi malam, mungkin lima anak yang dipanggil itu sudah kemalaman sampai ke kediaman masing-masing.
“Sekarang tidak ada di rumah, tetapi di Polda. Sekitar jam tujuh (malam) tadi pergi ke Polda,” pungkasnya.
Laporan: Maulidi Murni
Editor: Mohamad iQbaL