Sang surya masih terlelap di peraduan, tumpukan sampah sudah menanti di jalanan. Berbekal sapu, sekop dan karung, pasukan kuning siap bertempur membersihkan Kota Pontianak. Gaji kecil, resiko besar bukan jadi halangan, asalkan asap dapur mengepul, anak bisa sekolah dan kuliah.
Riko Saputra, Pontianak
eQuator.co.id – Sebelum ayam berkokok, Ibrahim sudah harus siap-siap berangkat kerja. Mengenakan seragam serba kuning, pria 45 tahun ini langsung tancap gas sepeda motornya dari Batu Layang Pontianak Utara menuju pusat Kota Pontianak.
Setiap hari Ibrahim menyapu jalan di sepanjang Jalan Ayani Pontianak Selatan. Sejak pukul 04.00 wib dia sudah meninggalkan istri dan anak-anaknya. Bahkan anak-anaknya tidak mengetahui kalau ayahnya sudah tidak lagi berada di rumah, karena masih terlelap tidur.
“Berangkat dari rumah sebelum subuh. Salat subuh di Masjid TVRI. Usai salat subuh, saya mulai membersihakan jalan,” ujar ayah dua anak ini ditemui Rakyat Kalbar, Sabtu (16/9) pagi lalu.
Sapu, karung dan sekop selalu melekat di tangan Ibrahim. Peralatan itulah yang menjadi sarana untuk mengais rezeki. Sudah lima tahun dia bergelut dengan debu dan sampah jalanan. “Banyak suka duka yang dirasakan. Senang bekerja karena bisa menjaga lingkungan tetap bersih, sedih ketika hujan di pagi hari dan gaji yang diperoleh tidak seberapa,” jelas Ibrahim.
Suasana dingin dan hujan merupakan hal yang tidak disukai Ibrahim. Ketika aspal basah, sampah dedaunan, pasir dan lainnya sulit dibersihkan atau disapu. Apalagi ruas Jalan Ayani paling banyak sampah.
“Lokasi tempat saya bertugas di Jalan Ayani ini paling banyak sampahnya. Lihatlah pohonnya tinggi-tinggi-kayak ini, sampahnya paling banyak. Dari puntung rokok hingga dedaunan dan pasir,” tuturnya sambil memungut puntung rokok yang dibuang sembaranagan.
Pukul 05.00 wib hingga 08.00 pagi Ibrahim tak beranjak dari Jalan Ayani. Rentang waktu itu merupakan jam sibuk warga Kota Pontianak. Tentu saja jalan protokol tersebut dipadati pengendara yang mengundang resiko bagi pasukan kuning yang menyapu jalan. Dia mengaku kesal ketika menemui pengendara yang tidak peduli berkendara. Kebut-kebutan, baik sepeda motor maupun mobil yang membahayakan orang lain. Karena itu Ibrahim tampak hati-hati saat bekerja. “Kita harus berhati-hati. Karena kalau kita sakit gaji tidak dibayar,” kata pekerja lepas Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Pontianak.
Ibrahim mengharapkan adanya penambahan upah. Gaji yang dia diterima Rp1.015.000 per bulan, dibayar dua kali dalam sebulan. Tentu saja uang segitu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan biaya sekolah anaknya. Menambah penghasilannya, setelah menyapu jalan, Ibrahim memotong rumput di halaman TVRI Pontianak, Jalan Ayani. Di stasiun televise milik pemerintah itu dia bekerja sebagai pegawai honorer. “Gaji satu hari Rp50 ribu saja mana cukup. Belum lagi mengurus anak. Makanya saya butuh pekerjaan sampingan,” terangnya.
Meski hanya tiga jam dalam sehari, bekerja sebagai sapu jalan menurut Ibrahim luamayan berat. Karena sampah di jalanan tidak pernah habis. Di lokasi yang telah disapu, kembali ditemukan sampah dari pengendara maupun pejalan kaki. “Saya berpesan agar masyarakat tidak membuang sampah sembaranagn di jalanan. Meskipun ini tugas kami, setidaknya kita semua memiliki tanggungjawab untuk menjaga kebersihan di kota ini,” tegasnya.
Di Jalan Gusti Sulung Lelanang terlihat seorang pria berumur 49 tahun sedang menyapu sampah yang berserakan di jalan. Dia adalah Syahreni. Ayah dua anak yang sudah tiga tahun bekerja menjadi penyapu jalan sangat cekatan membersihkan sampah. Dia begitu teliti, sehingga tidak satupun sampah yang tersisa. Sambil menyapu jalan, Syahreni bercerita sangat senang dengan pekerjaannya saat ini. Menurutnya selain bisa berolaraga pagi, hasil dari pekerjaannya juga bisa membuat masyarakat nyaman ketika melintas.
“Masyarakat yang tinggal di sini kebanyakan anggota TNI. Mereka sangat rajin membersihkan sendiri kawasan tempat tinggalnya. Kita tinggal memasukkan sampah dalam karung. Jadi sampah yang disapu di jalanan tidak terlalu banyak,” kata Syahreni.
Sebaliknya, kata dia, masyarakat yang mengendarai kendaraan, khususnya mobil di Jalan Gusti Sulung Lelanang, main lempar saja. Terutama puntungrokok di buang sembarangan. “Kita berharap masyarakat bisa bekerjasama untuk menjaga kebersihan,” tuturnya.
Dia mengaku, saat membersihkan jalan harus cepat diselesaikan. Karena jika terlalu siang, maka makin banyak pengendara yang lewat dan tentunya berbahaya bagi keselamatan dirinya. “Resiko kerja kita sangat besar, makanya harus hati-hati dan tepat waktu,” kata pasukan kuning yang juga bekerja sebagai tukang bersih rumah keliling ini.
Syahreni mengaku gaji yang dia dapatkan Rp1.015.000 per bulan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Apalagi seorang anaknya sudah duduk di bangku kuliah. “Sekarang anak saya semester lima kuliah di Untan. Saya berharap pengasilan kita ditambah. Kalau pun tidak, ada bantuan dari pemerintah untuk anak saya kuliah. Gaji saya sejuta lebih sebulan, anak saya kuliah per semester Rp2 juta lebih. Kami orang kecil ini juga punya harapan besar untuk mewujudkan impian anak-anak kami,” ucapnya penuh harap.
Dikonfirmasi, Kepala BLH Kota Pontianak, Sri Sujiarti mengatakan, kesejahteraan pasukan kuning sudah cukup terjamin. Upahnya per hari Rp20.500 ditambah uang minum Rp6.600 jadi total Rp27.000 per hari. Selian itu petugas mendapatkan uang beras sebesar Rp90.000 dan uang ketahanan tubuh Rp100 ribi per bulan. Selain itu mendapatkan fasilitas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
“Kita kemarin melihatnya dari Upah Minimun Regional (UMR). Sementara UMR itu kan bekerja selama delapan jam satu hari. Setiap tahun UMR kan naik. Nanti untuk tahun ini dan tahun depan kita belum bisa naikkan, tetapi ada dalam pengajuan anggran kita, mereka nanti akan ada tambahan penghasilan. Jadi seperti upah di bulan ke-13,” jelas Sri, Minggu (17/9) lalu.
Dia menjelaskan, tahun ini petugas pasukan kuning menerima upah dua kali dalam sebulan. Karena ada upah 13, maka 2018 mendatang gajinya di tambah satu kali penerimaan. Artinya, total gaji dalam satu bulan terdapat tiga kali pencairan upah petugas.
“Untuk sementara belum direalisasikan dan di tahun 2018 akan dianggarkan. Kita akan menyampaikan analisa upah yang wajar berdasarakan resiko dan kesulitan pekerjaannya. Nanti kita akan bikin kajian dan berargumentasi di depan DPRD maupun di depan tim anggaran,” papar Sri.
Dia mengaku, pasukan kuning bagian sapu jalan di Kota Pontinak saat ini ada 314 petugas. Sedangkan petugas angkuatan dan petugas di Tempat Pembuanagn Akhir (TPA) sebanyak 270 petugas. Total petugas kebersihan Kota Pontianak sebanyak 640 orang. Dia memaparkan pekerjaan petugas bersih jalan dimulai dari pukul 05.00 hinga 08.00 pagi dan harus di absen kehadirannya. Sementara ruas jalan yang disapu sekitar 102 ruas jalan dari 490 ruas jalan yang ada di Kota Pontianak.
“Nah ada jalan-jalan besar yang yang belum disapu, kita lemburkan untuk dibersihkan seminggu sekali atau sebulan sekali,” terangnya.
Sri menegaskan, hingga tahun 2018 tidak akan ada penabahan tukang sapu. Pihkanya ingin menggunakan teknologi. Dia mengatakan terdapat jalan-jalan yang rawan, nantinya tidak menggunakan tenaga manusia.
“Hari ini penyapu kita ditabrak kendaraan, minggu lalu juga ada yang ditabrak. Data 2016 terdapat dua kejadian dan tahun 2017 minggu lalu di Jalan Hasanudin. Bahkan belum lama ini tukang sapu kita tertabrak di Jalan Ayani,” tegas Sri.
Mengindari kecelakaan kerja, BLH sudah lama menerapkan pasukan kuning perempuan di tempatkan di jalan yang agak masuk ke dalam, seperti Jalan K.S Tubun. Sri mengaku, perekrutan tenaga perempuan sejak 2016 hinga sekarang tidak dilaksanakan. Mereka yang bertugas saat ini merupakan pekerja yang sudah lama bekerja. Sementara pemangkasan karyawan juga tidak bisa dilakukan sembarangan. “Kita tidak bisa memberhentikan, ketika petugas kita kinerjanya baik hingga batas umur 60 tahun,” tutupnya.
Editor: Hamka Saptono