Pemilik Ruko: Ganti Ruginya Harus Sesuai

Bulan Ini Jembatan Paralel Landak Dibangun

BATAS LAHAN. Amin Lohendro Akwe, 57, menunjukan tanda batas lahan yang akan dibebaskan di halaman ruko miliknya, Senin (28/8) lalu. RIKO SAPUTRA

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Jembatan paralel Landak di Jalan Sultan Hamid II yang menghubungkan Kecamatan Pontianak Timur dan Pontianak Utara dibangun bulan ini.

“September sudah mulai pengerjaan jembatan tersebut. Tender proyek juga sudah ada yang menang dan megang,” kata Wakil Wali Kota Pontianak Ir. H. Edi Rusdi Kamtono, MT usai musyawarah Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Pontianak di Hotel Avara, Rabu (30/8) lalu.

Dia mengatakan, kontrak pembangunan jembatan paralel Landak sudah disetujui. Ganti rugi lahan warga yang masuk dalam kawasan pembangunan jembatan juga sudah disiapkan dananya. Anggarannya dari APBD Kota Pontianak untuk ganti rugi 62 hingga 72 rumah toko (ruko) yang posisinya di samping jembatan Landak. Saat ini Pemkot Pontianak melakukan musyawarah dengan warga atau pemilik ruko untuk menyepakati biaya ganti rugi. Kesepakatan antara pemerintah dan warga dilakukan, agar sama-sama tidak ada yang dirugikan.

“Musyawarah sudah dilakukan, warga sudah diundang. Sebagian besar mereka (warga) bersedia dan tidak ada masalah,” ungkap Edi yang juga Ketua PMI Kota Pontianak.

Namun ketika Rakyat Kalbar menemui warga yang bangunan ruko dan lahannya masuk dalam kawasan pembangunan jembatan, mereka mengaku terdapat beberapa warga yang belum pernah mengikuti musyawarah. Apalagi membahas besaran biaya ganti rugi yang akan mereka terima.

Pemilik Toko Barokah Jati, Sri Suarni, 47, mengaku memiliki empat ruko. Dia mengatakan belum mengetahui nominal ganti rugi. Bahkan sampai sekarang belum ada panggilan untuk rapat atau musyawarah. Sementara halaman dari empat ruko dia yang akan dibebaskan oleh pemerintah selebar empat meter per ruko dengan panjang delapan meter dari batas tanah negara.

“Kemarin janji minta fotocopy sertifikat. Kalau memang mau dimulai (pembangunan jembatan, red) katanya mau diadakan rapat untuk ganti rugi. Cuma kita sampai saat ini belum ada pemberitahuan dari pihak kelurahan,” kata Sri.

Sri mengaku sangat mendukung pembangunan jembatan paralel Landak. Program pemerintah itu sangat bagus untuk kebaikan masyarakat banyak.

“Rencana pemerintah itu bagus, memperlebar jalan katanya. Ini kan mau bikin tol (jembatan, red) baru, jadi kita tidak masalah,” ucap Sri.

Senada juga disampaikan Amin Lohendro Akwe, 57. Dia mengaku belum pernah mengikuti rapat. Bahkan dia sudah bertanya kepada beberapa tetangga (pemilik ruko lainnya, red). Namun menurut mereka belum mengetahui rapat dan sistem ganti rugi.

“Belum ada, waktu itu kan pertama mereka ukur dia minta fotocopy sertifikat tanah sama nomor handphone. Setelah itu tidak pernah ada informasi lagi yang kita terima. Malahan (lahan, red) sudah mereka ukur dan ada tanda-tandanya (ganti rugi, red),” ujar Amin sambil memperlihatkan tanda di halaman ruko miliknya. Amin sendiri memiliki dua ruko yang akan dibebaskan lahannya.

Beberapa waktu lalu, kata Amin, ramai petugas yang datang untuk mengukur jalan dan sebagian bangunan ruko. Petugas tersebut tidak dikenali olehnya, karena tidak ada pemberitahuan dari pihak mana. “Mereka cuma langsung permisi dan mengukur,” ungkap Amin.

Pedagang sembako itu berharap, biaya ganti rugi harus sesuai dengan keinginan warga. “Harapan kita, rakyat kecil jangan disakiti, kasih saja harga yang sesuai, biar sama-sama lancar,” tegas Amin.

Dikonfirmasi, Lurah Tanjung Hilir, Pontianak Timur, Tukiman, S.ST membenarkan sebagian warga belum diundang untuk bermusyawarah. Dia menjelaskan dari 20 ruko yang lahannya terkena area pembangunan jembatan paralel Landak, pemilik lahan yang berdampak paling parah telah diundang dan mengikuti rapat. Kemudian untuk sosialisasi lanjutan, beberapa warga yang berdampak tidak parah karena hanya mengenai halaman rukonya, maka akan diundang dan dilakukan rapat pada Rabu (6/9) lusa.

“Depan sekitar 25 ruko yang parah, pas kaki jembatan ada 20 ruko. Sudah rapat dengan pemilik 20 pintu ruko yang kena dampak paling parah. Rencananya Rabu (6/9) akan dilakukan sosialisasi lanjutannya,” ujar Tukiman ketika diwawancra di kantornya, Kamis (31/8) lalu.

Dia mengatakan, besaran ganti rugi juga belum diketahui. Menurutnya untuk 20 ruko sudah dinilai oleh tim appraisal. Namun hingga saat ini belum diketahui kisaran biayanya. Sementara yang sudah mengikuti rapat tahap pertama beberapa lalu, nanti akan dipanggil kembali untuk kesepakatan harga. Mereka yang mengikuti rapat tahap pertama, menurut Tukiman, dianggap sudah selesai. Tim appraisal sudah turun di setiap ruko. Dia juga menyampaikan, warga sebagian besar setuju untuk pembebasan lahan. Asalkan ganti rugi dengan harga yang wajar. Sementara biasanya pemerintah mengambil di bawah harga pasar. “Intinya mereka (warga) itu tidak rugi,” jelas Tukiman.

Dia juga mengatakan, rencananya menurut tim dari pusat, September ini petugas sudah mulai bekerja dan menyimpan material di kaki jembatan, tepatnya berada di sekitar 20 ruko. Pada intinya masyarakat yang punya ruko setuju, bahkan mereka menyuruh pemerintah tidak usah membuat pagar baru cukup menggunakan dinding ruko sebagai pagarnya agar lebih menghemat biaya.

“Memang dari dulu tidak ada aktivitas, karena ruko di sana kurang laku untuk berjualan. Karena jalur cepat, mau singgah ke ruko itu beloknya jadi segan. Yang buka cuma satu ruko saja yang pemiliknya masih jualan. Pemilik ruko juga mengatakan tidak usah buat pagar lagi. Jadikan dinding ruko mereka sebagai pagar, jadi tidak besar biayanya,” jelasnya.

 

Laporan: Riko Saputra

Editor: Hamka Saptono