Sekolah Tunas Bangsa Menutup Diri

Tidak Upacara 17 Agustus

AKTIFITAS BEBAS. Peserta didik Sekolah Tunas Bangsa terlihat berpakaian bebas pada Jumat (18/8). Sekolah milik Yayasan Harapan Bangsa ini tidak melaksanakan upacara bendera merah putih 17 Agustus 2017--DESKA IRNANSYAFARA/RAKYAT KALBAR

eQuator.co.id – Pontianak. Sekolah Tunas Bangsa milik Yayasan Harapan Bangsa dianggap keliru dalam menafsirkan tanggal merah pada 17 Agustus 2017. Sehingga pihak sekolah ini tidak melaksanakan upacara pengibaran bendera merah putih sebagai tanda peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia.

“Seharusnya Sekolah Tunas Bangsa wajib melakukan upacara. Ini menandakan kepedulian terhadap negara ini. Juga menumbuhkan rasa nasionalisme,” tegas Dr H Martono MPd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tanjungpura, Jumat (18/8).

Martono mengatakan, mengikuti atau melaksanakan Upacara 17 Agustus memang bukan satu-satunya wujud nasionalisme. Tapi, hari Kemerdekaan Indonesia merupakan momen yang luar biasa.

“Di daerah terpencil saja, mereka (insan pendidikan) tetap mengadakan kegiatan pengibaran bendera yang secara sederhana. Tapi diformalkan. Jangan sampai tidak sama sekali,” kritik akademisi pendidikan Kalbar ini.

Contohnya salah satu wilayah di Kabupaten Kapuas Hulu yang tetap melaksanakan Upacara 17 Agustus meski lapangan yang digunakan tergenang air.

Martono berpendapat, tidak dilaksanakannya Upacara 17 Agustus oleh Sekolah Tunas Bangsa merupakan kesalahan pihak sekolah dalam memaknai tanggal merah.

“Padahal mereka harus tetap melaksanakan upacara meski tidak ada kegiatan belajar mengajar, tidak ada pelayanan kantor dan administrasi. Kebijakan mereka (ini) salah,” kritiknya.

Melihat kejadian ini, Martono berpandangan, Sekolah Tunas Bangsa yang mengakomodir TK, SD, SMP dan SMA harus diberikan teguran oleh otoritas terkait. Jangan dibiarkan begitu saja.

“Sekolah ini swasta. Tapi Dinas Pendidikan bertanggungjawab. Boleh saja diberi teguran. Yayasan hanya mengelola. Kewajiban menilai mutu dan pelayanan tetap berada di bawah kendali pemerintah,” ungkapnya.

Sebagai bagian dunia pendidikan di Kalbar, Martono menyesalkan, sikap Sekolah Tunas Bangsa yang tidak melakukan Upacara Peringatan 17 Agustus.

“Harusnya dilaksanakan walau sederhana. Demi menunjukan rasa nasionalisme. Sekolah itu besar, tapi tidak mencerminkan (nasionalisme),” kesalnya.

Terpisah, Ketua Komisi V DPRD Kalbar, Markus Amid menuturkan, kejadian tersebut mesti jadi perhatian Dinas Pendidikan Kabupaten Kubu Raya.

“Ke depan harus ada surat pemberitahuan. Instruksikan supaya setiap sekolah menyelenggarakan upacara di sekolah untuk memperingati 17 Agustus,” tegasnya.

Sementara itu, ketika dikonfirmasi, pihak Sekolah Tunas Bangsa terkesan enggan memberikan penjelasan soal mengapa tidak melaksanakan Upacara 17 Agustus. Tak satupun pihak sekolah yang mau berkomentar.

Wartawan koran ini sempat menemui salah satu staf yang berjaga tak jauh dari pintu masuk utama sekolah. Setelah mendengar upaya konfirmasi, staf perempuan tersebut menelpon pihak berkompeten.

“Maaf. Kepala Sekolah tidak berada di sekolah. Begitu juga Wakil Kepala Sekolah. Semua lagi sibuk,” kata perempuan berambut panjang tersebut usai menelpon.

Di lingkungan sekolah terlihat sejumlah aktifitas perlombaan. Murid, pelajar dan siswa tampak mengenakan pakaian bebas dan olahraga. Menurut keterangan staf, upacara dilaksanakan pada 18 Agustus 2017.

Hingga berita diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Sekolah Tunas Bangsa maupun Yayasan Harapan Bangsa.

Reporter: Deska Irnansyafara dan Riko Saputra

Redaktur: Ocsya Ade CP