eQuator.co.id – Pontianak-RK. Kebijakan Menteri Perhubungan (Menhub), yang mewajibkan semua angkutan umum menggunakan pendingin udara atau air conditioner (AC) pada 2018, dinilai tak masuk akal. Kalau untuk bus (mungkin) tak masalah. Tapi opelet?
“Saye sudah 30 tahun lebih megang (nyupir) opelet. Dari dulu sampai sekarang tidak ada pula (dengar) istilahnya pakai AC. Kalau kipas angin ada, itu pun endak semua. Jadi kalau bagi saya, endak masuk akal,” ujar Rahmad, salah seorang supir opelet jurusan Pontianak-Sungai Kakap, di Pasar Dahlia, Senin (3/7).
Jelas dia merasa keberatan. Apalagi, saat ini, pemasukan dari usaha tranportasi opelet tidak seperti dulu lagi, penumpang kian surut dari tahun ke tahun seiring pertumbuhan kendaraan roda dua.
“Kalau dikasih gratis, masangnya? Bukan gak kecik-kecik ongkos masangnye, jutaan (rupiah) gak tuh. Bulanannye agik (belum lagi cost perbulannya). Saya tau karena saya punya mobil pribadi,” terangnya.
Jujur, ia menyatakan, bukan niatnya untuk menentang kebijakan tersebut. Namun, menurutnya, ada baiknya dikaji ilang, paling tidak untuk angkutan umum tertentu saja.
“Bukan saya nentang, harapannye sih dikaji ulang lah masalah ini,” pinta Rahmad.
Ditambahkannya, ketimbang memberlakukan kewajiban pasang AC, lebih baik pemerintah mengeluarkan kebijakan yang lebih pro kepada nasib para supir opelet. “Jangan-jangan opelet ni nak dimatikan kali. Macam pemerintah kite nih, kalau dia mau ngidupkan (moda) angkutan kite, sepeda motor dibatas penjualannye,” tuturnya.
Imbuh Rahmad, “Ataupun uang muke (DP) jangan terlalu murah, sekarang kan mudah jak, tanpa uang muka pun bisa. Abis tu, jalan raye macet, biar gak jalan udah dilebarkan. Karena malah ditambah-ditambah jak motor ni”.
Selaku supir yang sudah berpengalaman lebih dari tiga dekade, Rahmad betul-betul merasakan penurunan omzet usahanya. Terutama era tahun 2000-an ke atas.
“Biasa sehari 2 kali ret (bolak-balik), sekarang sehari sekali. Katakan lah, sekali angkut penuh opelet ni 11 orang, ongkos Rp10 ribu perorang, jadi Rp110 ribu sekali jalan. Kasi tukang tagih Rp10 ribu. Iye kalau baliknye ade penumpang, kalau sepi? Belom minyak, agik (BBM),” paparnya.
Ia kembali berharap pemerintah bisa mengangkat kembali perekonomian para supir opelet. “Hah, ni pas lebaran jak ade lah sikit dapat (pemasukan lebih),” pungkas Rahmad.
Berbeda dengan Ahmad Jailani, supir Bus Hidayah rute Pontianak-Putusibau. Ia mengaku tidak keberatan jika itu sudah mejadi kewajiban. Tapi dengan satu catatan, semua perlengkapan yang diperlukan, mulai dari AC, accu, biaya modifikasi, dan lain sebagainya ditanggung.
“Tergantung perusahaan, kalau memang perusahaan (PT Perintis) ada rekomendasi atau persetujuan ke bawah ke managernya, silakan. Karena sebelum-belumnya sudah ada bis ber-AC kan,” tutur dia, ditemui di Pasar Kapuas Indah.
Intinya, pria yang karib disapa Pak Budi ini oke-oke saja selama kewajiban angkutan umum ber-AC ini tidak merecoki pemasukannya sebagai supir. “Setuju saja, tidak keberatan, selama tidak mengurangi pendapatan saya,” terangnya.
Saat ini, demi kenyamanan penumpang, Bus Hidayah yang disupirinya menyiapkan dua kipas angin sebagai pendingin, satu unit televisi, dan 24 buah colokan untuk charge hp yang terpasang di tiap bangku. Pelayanan ini disediakan lantaran rute tempuh yang cukup jauh dan tentunya memakan waktu panjang.
“Kalau mau tambah AC, berarti accu mau tambah dua lagi. Yang ada sekarang hanya dua. Karena accu untuk alternator beda, accu untuk mesin beda lagi, maka mau tambah dua lagi,” papar Budi.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kalbar, MH Munsin enggan menanggapi. “(Dishub) Kota tu, tanya kota, mane ade provinsi nangani itu, untuk kota itu,” singkat dia.
Kepala Dishub Kota Pontianak, Utin Sri Lena Candramidi mengatakan, pada dasarnya peraturan dari Menhub tersebut untuk kebaikan penyedia jasa angkutan umum itu sendiri. Khususnya taksi, opelet, dan bus kota.
“Karena untuk kedepannya, pelayanan itukan harus lebih baik dan tingkat persaingan itu akan semakin ketat. Masyarakat nanti bisa memilih yang memberikan rasa aman dan nyaman,” ujarnya, Selasa (4/7).
Ia menambahkan, “Kalau kenaikan harga pun paling Rp500 sampai Rp1.000 tergantung dari harga pasar masyarakat”.
Berkaitan dengan sopir angkutan umum yang merasa keberatan memasang AC karena akan mengeluarkan dana yang lebih besar dan tak sebanding dengan omzet mereka, Utin menuturkan, sebenarnya para sopir ada koperasi khusus. Ia berharap semua pengemudi angkutan umum dapat segera bergabung dalam koperasi tersebut.
Hal ini, lanjutnya, agar apa yang menjadi kebutuhan mereka bisa terpenuhi melalui koperasi. Uang simpan pinjam harus ada yang tentunya diikuti kewajiban membayar.
“Kalau mereka berprinsip selalu tidak ada uang, akan gitu terus dan tak akan maju, akan ketinggalan nantinya,” tegas Utin.
Ia menyebut, berlakunya peraturan Menhub tersebut juga bertujuan untuk kesetaraan fasilitas penumpang antara jasa angkutan umum nononline dengan yang online. “Kalau opelet, biarpun murah, bagi masyarakat kalau tak aman tidak ada juga yang mau naik lagi,” tukasnya.
Sosialisasi pemerataan angkutan umum ber-AC yang ditargetkan rampung pada 2018 ini akan segera dimulai oleh Dishub Kota Pontianak. “Untuk taksi, harus ada argo yang jelas, supaya transparan dengan masyarakat yang menggunakan jasa itu,” tandas Utin.
Laporan: Fikri Akbar, Rizka Nanda
Editor: Mohamad iQbaL