Bum, Bum, Bum, Suaranya di Pontianak, Kedengaran Sampai Punggur Kecil

DUAR. Peserta festival meriam Karbit saat membunyikan meriamnya, di tepian Sungai Kapuas, Pontianak. Maulidi Murni/eQuator.co.id

eQuator.co.id-Pontianak. Baim, warga jalan Raya Pelita 3 Desa Punggur Kecil, Kubu Raya, tak mau ketinggalan menikmati momen setahun sekali. Menyalakan meriam karbit yang sudah jadi tradisi rutin setiap tahun di Kalbar.

Karena radius bunyi meriam mencapai kawasan rumahnya, dia pun menstarter kuda besinya menuju Pontianak, tepatnya ke pinggiran Sungai Kapuas.

“Penasaran benar saye, bunyi nye sampai di tempat saye,” aku Baim, (24/6) malam tadi.

Beranjak dari tempat tinggalnya sekitar pukul 20:30 WIB, ia dan lima rekannya sempat terhalang macet. Maklum, suasana malam takbiran di Pontianak selalu ramai meskipun semalam sempat diwarnai hujan rintik-rintik.

Macet dan air yang turun dari langit tak menghalangi niat mereka menyaksikan festival meriam karbit tersebut.

Tiba sekitar sejam kemudian di salah satu tempat permainan meriam Karbit yang terletak di jalan H. Abu Naim, Kelurahan Tambelan Sampit Kecamatan Pontianak Timur, ia berserta rekannya dipuaskan suara bum bum bum yang bersahut-sahutan.

Jauh tak mengapa, asal rasa penasarannya terbayar lunas. “Puas, seperti ini rupanya meriam yang bunyinye sampai di tempat saye,” kata dia sembari bangga ketika menyulut meriam dengan diameter kurang lebih 70 cm dengan panjang 6 m.

Sayang, ketika ditanya mengenai sejarah meriam, pria 28 tahun ini tak tahu banyak. Ia hanya menyebut budaya meriam Karbit adalah hikmah dari kerajaan Pontianak.

“Yang saya tahu hanya di Pontianak jak yang ade kayak gini, dari itu kita ucapkan terima kasih, dan ini harus tetap dilestarikan, semoga selalu berkelanjutan,” harap Baim.

Di sisi lain, satu dari kelompok meriam Karbit Setia Tambelan, yang terletak di pinggiran sungai Kapuas, mengaku sempat terkendala ketika menyiapkan meriam andalan mereka. Sedikit direpotkan dengan bahan baku.

“Kelompok kami hanya memainkan enam meriam saja, balok sulit didapat, kalau pun ada harganya terlalu mahal,” sebut Izwar, pengurus meriam Setia Tambelan.

Sebenarnya, Pria 36 tahun ini menyebut, sebelum menyambut Ramadan, kelompok meriamnya telah mempersiapkan diri untuk mengikuti festival dan perang meriam dalam memeriahkan malam Idul Fitri 1438 H.

“Satu meriam bisa jadi dua hari, karena kami menggunakan meriam yang lama, kalau dari awal kemungkinan pembuatannya bisa tiga sampai empat hari lah,” tuturnya.

Izwar menjelaskan secara singkat pembuatan meriam karbit dimulai dari balok bulat yang dibelah dua kemudian dilanjutkan dengan membuang atau mengeruk separuh isinya.

“Nanti setelah isinya dibuang, dan telah jadi lubang yang bulat sesuai ukuran yang di inginkan, balok itu kita satu kan lagi dan harus rapat lalu di simpai atau di dililit rotan,” jelas dia.

Bunyi yang kuenceng, lanjut dia, yang diharapkan. Dengan diameter yang berbeda dari setiap meriam, karbit serta air yang dijadikan amunisi itu menjadi faktor utama untuk mengeluarkan bunyi yang diinginkan. Yang tentu saja bisa memuaskan ribuan pengunjung.

“Kalau meriam kelompok kami paling sedikit karbit nya sekitar dua ons dan yang paling besar sekitar empat ons,” terangnya.

Izwar menambahkan, dalam festival meriam Karbit 1438 H ini, ada beberapa kategori penilaian dari juri yaitu Bunyi, Motif Meriam, Dekorasi Panggung serta tampilan budaya. Total hadiah yang didapatkan nantinya berupa uang tunai puluhan juta rupiah. (Mld)